Konflik ini berawal dari SK Menhut no 799/Kpts-VI/1998 yang dijadikan landasan bagi PT Raja Garuda Mas Lestari beroperasi hingga wilayah permukiman Lango sehingga mengaggu aktivitas ekonomi utama masyarakat. Konflik agraria yang terjadi di wilayah masyarakat adat mukim lango didasari dengan tidak adanya kebijakan untuk menyediakan kepastian penguasaan terhadap akses atas tanah, seumberdaya alam, wilayah kelola masyarakat termasuk pada akses bagi masyarakat adat yang berada di dalam kawasan hutan Negara. Sehingga dalam proses pemberian ijin/hak/konsesi oleh pejabat publik (Menteri kehutanan, Menteri ESDM, Kepala BPN, Gubernur dan Bupati) kepada pengusaha hutan, perkebunan dan pertambangan dengan mudah memasukkan wilayah adat/tanah/wilayah kelola/SDA kepunyaan Masyarakat Adat kedalam wilayah konsesi perusahaan tersebut. Secara kebijakan khusus di Aceh memang ada pengakuan keistimewaan dalam bidang Agama, Adat, Pendidikan dan Peran ulama, yang tertuang dalam UU Nomor 44 Tahun 1999, Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dengan adanya UU tentang Pemerintahan Aceh no 11 tahun 2006 ini merupakan penguat dari UU sebelumnya. Akan tetapi kebijakan tersebut tidak ada yang menerangkan kepastian akan hak masyarakat adat terhadap wilayah adatnya. Selain itu juga hokum hokum adat yang telah ada dari dulunya yang terus berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat adat diabaikan dan tidak diakuainya atau dimasukannya dalam produk kebijakan perundang undangan agrarian, kehutanan dan pertambangan. Pada saat konflik bersenjata di aceh berlangsung menjadi kekuatan bagi pihak Pengusaha yang memiliki hubungan dekat dengan rezim penguasa untuk memudahkan mendapat akses terhadap penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan peruntukan tanah/hutan/Sumberdaya alam lainnya. Hal ini juga terjadi diwilayah adat Mukim Lango yang mengalami Perampasan hak atas tanah dan sumberdaya alamnya.
hutan
Hutan Produksi
62
2017
MA Matteko Vs PT. Adimitra Pinus Utama
Masyarakat hukum adat Matteko berada di Desa Erelembeng, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Secara geografis bentang wilayah Dusun Matteko berbukit-bukit dengan ketinggian antara 900-1.400 meter dari permukaan laut. Konflik ini muncul akibat dari mulai terbatasnya akses masyrakat terhadap kawasanya sendiri yang diperkuat dengan izin penyadapan pohon pinus yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Goa. Sehingga masyarakat merasa terintimidasi diwilayhnya sendiri.
hutan
Hutan Produksi
63
2017
Wilayah Adat Vananga Bulang
hutan
Hutan Produksi
64
2017
Wilayah Adat Mpoa
hutan
Hutan Produksi
65
2014
Kepulauan Aru terancam tenggelam
Kabupaten Kepulauan Aru merupakan gugusan kepulauan yang
dibatasi dengan selat-selat yang oleh masyarakat Aru selalu
menyebutnya dengan sebutan sungai. Walaupun jika kita
menelusuri apa yang mereka sebut sebagai sungai, tidak pernah kita
dapati sumber airnya, tetapi yang di dapat adalah laut bebas. Pada tahun
2010 masyarakat adat kepulauan Aru dikejutkan dengan hadirnya
perusahaan-perusahaan besar, yang mengajukan pemohonan izin
perkebunan ke Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru wilayah-wilayah
adat, dari komunitas-komunitas adat yang selama ini hidup turuntemurun
jauh sebelum Negara
Kesatuan Republik Indonesia terbentuk.
Pada tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru telah
mengeluarkan Izin Usaha Perkebunan kepada Konsorsium PT Menara
Group yang akan melakukan aktivitas di atas tanah Aru.
hutan
Hutan Produksi
66
2017
Wilayah Kelola Rakyat yang berada didalam Cagar Alam Gunung Sojol
hutan
Hutan Produksi
67
2017
Wilayah Masyarakat Lombok Barat sebagian besar masuk kawasan hutan
Wilayah Lombok Barat 60% masuk dalam kawasan Cagar Alam Gunung Sojol
hutan
Hutan Produksi
68
2009
Hilangnya Wilayah Kelola Masyarakat Desa Mengkirau
hutan
Hutan Produksi
69
2009
Hilangnya Wilayah Kelola Masyarakat Desa Mayang Sari
hutan
Hutan Produksi
70
2009
Hilangnya Wilayah Kelola Masyarakat Desa Bagan Limbur