DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

61 2005 Konflik Masyarakat Adat Kampung Nagahulambu dengan PT Toba Pulp Lestari Wilayah Adat Kampung Nagahulambu adalah bagian dari desa administrasi Desa Nagori Pondok Bulu, Kecamatan Dolok Pangaribuan, Kabupaten Simalungun. Meskipun berada di Kabupaten Simalungun, Nagahulambu masih merupakan bagian dari sub etnis Batak Toba. Dan untuk mempertahankan wilayah adatnya, masyarakat harus berjuang melawan perampasan tanah yang dilakukan oleh PT Toba Pulp Lestari (PT TPL). Konflik perampasan tanah oleh PT TPL atas wilayah adat Nagahulambu mulai mencuat pada tahun 2005 saat PT TPL melakukan penebangan atas berbagai tanaman milik warga. Pada waktu itu, warga sangat ketakutan karena PT TPL selalu didampingi aparat (Brimob) dengan senjata lengkap. Bahkan Kepala Desa waktu itu membuat pengumuman di kampung agar warga tidak ke ladang. Namun ternyata tujuannya hanya untuk mengelabui warga agar PT TPL bebas melakukan penebangan terhadap tanam-tanaman warga. Tanaman-tanaman seperti pohon-pohon alam yang berumur ratusan tahun, jengkol, petai, durian dan kopi, di bulldozer oleh PT TPL. Masyarakat berkali-kali memohon bahkan menyembah-nyembah pihak TPL agar tanaman-tanaman tersebut jangan dibuldozer, Namun diabaikan oleh pihak perusahaan
HPH
Hutan Produksi
62 1976 Konflik Agraria Masyarakat Horjokuncuran VS TNI Tanah Desa Harjokuncaran berdasarkan SK DJA Nomor 190/Dja/1981 tanggal 1 Desember tahun 1981, menetapkan tanah verponding No 926, 752, 708, 7311,1290 dan 1311 sudah ditetapkan tanah yang Obyek Landerform. Berdasarkan SK tersebut tanah seharusnya didistribusikan kepada 2.525 KK kepada petani yang berada di Desa Harjokuncaran. Namun,pada 16 Januari 1970, ada Musyawarah Batu yang dihadiri oleh Muspika Kabupaten Malang, Kepala Inspeksi Agraria Propinsi Jawa Timur selaku ketua pertimbangan perkebunan, sekertaris Landreform tingkat I Jawa Timur, Muspika Kabupaten Malang, pengawasan pendaftaran tanah kabupaten Malang, pembantu Bupati KDH tingkat II kabupaten Malang dari Turen, Tri Tunggal kecamatan Sumbermanjing Wetan, Direksi Dwikora kesatuan VII dari Surabaya serta Administrator perkebunan Telogorojo tanpa kehadiran warga desa Harjokuncaran maupun kepala desa. Inti dari musyawarah tersebut bahwa tanah perkebunan yang menjadi ladang pertanian dan tempat tinggal penduduk harus kembali dalam kekuasaan perkebunan.
Perkebunan Karet
Perkebunan
63 1972 Konflik Masyarakat Adat Bius Hutaginjang dengan KLHK Wilayah Adat Bius Hutaginjang. Dalam perjalananya wilayah adat Bius Huta Ginjang bergabung dengan wilayah adat Bius Tapian Nauli menjadi Desa Hutaginjang dimana Wilayah Bius Huta Ginjang masuk dalam Dusun II dan Dusun III di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Namun, saat ini wilayah adatnya diklaim secara sepihak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK mengklaim secara sepihak menjadi Kawasan Hutan Lindung.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
64 1987 Klaim Sepihak Wilayah Masyarakat Adat Keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak oleh PT Toba Pulp Lestari Masyarakat Adat Keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak yang wilayah adatnya Hutan Aeknapa dengan luas 2608 hektar. Pada masa penjajahan Belanda Huta Aeknapa masuk dalam nagari Sabungan Ni Huta. Setelah Merdeka, Nagari Sabungan Ni Huta dibagi dalam lima desa, yakni Desa Sabungan Ni Huta, Desa Siparendean, Desa Dolok Nagodang, Desa Sigala-gala dan Desa Huta Mamungka. Wilayah adat yang saat ini diklaim pihak PT TPL berada di Desa Sigala-Gala, atau yang akrab disebut dengan Desa Sabungan Ni Huta IV, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara.
HPH
Hutan Produksi
65 1996 Konflik Masyarakat Adat Keturunan Ama Raja Medang Simamora VS PT Toba Pulp Lestari Masyarakat Adat Keturunan Ama Raja Medang Simamora yang mempunyai wilayah adat yang bernama Sitakkubak (Parpulosan, Hite Tano, Pias/Rabi, Parlogologan) yang luasanya 153 Ha. Wilayah adat tersebut berupa perladangan dan hutan adat, yang berada dalam wilayah administrasi beberapa desa seperti Lumban Purba, Batu Najagar, Sosor Tolong dan Aek Lung Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Namun, masyarakat Adat Keturunan Ama Raja Medang Simamora harus berjuang melawan tindakan perampasan atas wilayah adatnya yang dilakukan oleh PT TPL
HPH
Hutan Produksi
66 2012 Konflik Masyarakat Adat Tombak Haminjon VS PT TPL (Toba Pulp Lestari) Wilayah Adat Tombak Haminjon memiliki luas 1.085,089 Ha dengan 82 KK yang ada di Desa Pohan Jae Dusun Nagasaribu, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Sebelumnya wilayah adat Tombak Haminjon berada di Desa Onan Harbangan, dan saat terjadi penggabungan pada tahun 1994, sekarang berganti nama menjadi desa Pohan Jae Dusun Nagasaribu. Namun wilayah adat Tombak Haminjon kini dikuasai oleh PT TPL.
HPH
Hutan Produksi
67 2003 Konflik Masyarakat adat Pargamanan dan Bintang Maria dengan PT TPL (Toba Pulp Lestari) Wilayah Masyarakat adat Pargamanan dan Bintang Maria yang luasnya 1.787,20 hektar terdiri dari perkampungan, areal persawahan dan ladang serta Tombak Hamijon (Tombak Dolok Ginjang dan Tombak Pali) yang masuk dalam wilayah administrasi Desa Simataniari, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Dan Wilayah adat tersebut kini dikuasai atau dirampas oleh PT TPL (Toba Pulp Lestari)
HPH
Hutan Produksi
68 1996 Klaim Sepihak Perusahaan HTI PT Wira Karya Sakti atas wilayah Kelola Masyarakat Desa Rukam Luas desa Rukam sekitar 12.000 Ha dengan status dan fungsi kawasan berupa HL, APL, dan HP. Pemegang izin konsesi untuk IUPHHK-HTI dan Perkebunan Sawit adalah PT Erasakti Wiraforestama dan PT Wira Karya Sakti berikutnya, untuk konsensi Tambang pasir besi, PT. KIPA (Kayu Intan Permata Abadi). Salah satu konflik yang terjadi secara terbuka adalah dengan PT Wira Karya Sakti yang melakukan perampasan lahan milik warga seluas 1.535 Ha, karena dianggap atau diklaim secara sepihak masuk dalam izin konsensi IUPHHK-HTI perusahaan.
HTI
Hutan Produksi
69 2008 Konflik Komunitas Adat Muara Tae/Dayak Benuaq VS PT. Borneo Surya Mining Jaya Kampung Muara Tae adalah sebuah kampung yang berlokasi di Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Warga Kampung Muara Tae sangat beragam, terdiri dari warga asli (Dayak Benuaq ada sekitar 30%) dan warga pendatang (Toraja, Batak dan Jawa sekitar 70%), Sekitar 8.000 hektar wilayah adat Muara Tae yang masuk kedalam konsesi PT Borneo Surya Mining Jaya, 11.200 hektar. Hasil pengechekan di Kantor Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, Kantor Bappeda di tingkat Kabupaten, PT Borneo Surya Mining Jaya belum memiliki izin usaha perkebunan (IUP).Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Borneo Surya Mining Jaya beroperasi di wilayah desa Muara Tae sejak bulan November tahun 2010. Berdasarkan dari akta notaris pendirian perusahaan tersebut, perusahaan perkebunan sawit ini didirikan pada 8 oktober 2007.
Batu Bara
Pertambangan
70 2008 Konflik Komunitas Adat Silat Hulu VS PT. Bangun Nusa Mandiri (BNM) Konflik antara Komunitas Adat Silat Hulu dengan PT BNM (Sinar Mas Group) dimulai pada april 2008 ketika pembukaan lahan perkebunan sawit seluas 350 Ha yang menggususr areal perladangan warga dan kuburan. Masyarakat adat Silat Hulu kemudian melakukan perlawanan dan menyita alat berat milik PT BNM, selanjutnya Perusahaan melaporkan ke polisi. Dalam perjalanan waktu pihak kepolisian menangkap Japin dan Vitalis Andi yang akhirnya perkaranya dengan nomer 151/Pid.B/2010/PNKTP diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Ketapang dengan dinyatakan bersalah dan dipidana 1 (satu) tahun bersalah, Karena dianggap melakukan perbuatan menganngu jalannya usaha perkebunan
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
Displaying : 61 - 70 of 331 entries, Rows/page: