Tanah yang di tempati masyarakat adat kalupini sudah berpuluh-puluh tahun semenjak nenek moyang mereka menguasai dan mengelolah ini tanah dengan menanam berbagai tanaman tahunan, hanya untuk mencukupi kehidupan sehari-hari dan ada juga tanaman satu kali menanam dalam satu tahun seperti tanaman padi dan jagung.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
482
2010
Konflik Masyarakat Sei Ahas dengan PT. Rezeki Alam Semesta Raya
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
483
2017
Wilayah Adat Kasiala masuk dalam kawasan hutan
hutan
Hutan Produksi
484
2017
Wilayah Adat Uematopa masuk dalam kawasan hutan
hutan
Hutan Produksi
485
2006
Desa Baringin dalam kawasan hutan
Dinas kehultanan mematok itu lahan masyarakat di desa baringin dan masyarakat menolak pada saat itu
Hutan Lindung
Hutan Lindung
486
2008
Perambahan Hutan Larangan Adat Suku Ampang Delapan Talang Mamak Oleh PT. Selantai Agro Lestari
Konflik dipicu oleh perambahan hutan untuk perkebunan sawit di rimba pusaka Penyabungan dan Pangunaan pada 2004 terjadi hingga ke Sungai Tunu yang mengancam peninggalan leluhur Talang Mamak. PT SAL yang belum memiliki HGU sudah beroperasi seenaknya dan menggusur hutan adat yang menjadi tempat bergantung hidup masyarakat.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
487
2014
dianiaya di tanah leluhur
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang No.12 Tahun 2008,
tentang Penyelenggaraan Usaha Perkebunan, pada bagian ketentuan
umum poin 10 disebutkan adanya kemitraan Perkebunan adalah
hubungan kerja yang saling menguntungkan, menghargai, bertanggung
jawab, memperkuat dan saling ketergantungan antara perusahaan
perkebunan dengan pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar
perkebunan. Sekiranya ketentuan tersebut diterapkan, maka Masyarakat
Adat Desa Semunying Jaya mungkin akan menerimanya, tetapi praktik
perampasan lahan, penggusuran kampung, kebun, dan lahan pertanian
masyarakat atas nama pembangunan serta terjadinya kriminalisasi
tokoh masyarakat, rusaknya ekosistem, situs sejarah dan struktur sosial
budaya masyarakat adat Semunying Jaya menyebabkan sering terjadi
konflik vertikal dan horizontal yang tidak pernah diselesaikan dengan
proporsional. Itulah sebabnya kasus Semunying Jaya menjadi fokus
pembahasan utama di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional.
Pertanyaan kritis muncul, mengapa berbagai regulasi yang dikeluarkan
begitu mudah dibelokan untuk keuntungan pihak pengembang usaha
perkebunan (dalam hal ini PT Ledo Lestari). Sepertinya pihak pengelola
perkebunan telah menjadi buta mata dan hatinya sehingga tidak mau
tahu jeritan dan penderitaan masyarakat adat sebagai petani
perladangan. Hal ini terungkap dari hasil wawancara pada tanggal 28
Agustus 2014, seperti dikemukakan oleh Pak Abulipah sebagai berikut:
“PT Ledo Lestari di Semunying Jaya telah melakukan perampasan
hak-hak atas tanah kami, dikatakan merampas karena lahan yang
mereka rampas dan kerjakan merupakan lahan milik kesayangan warga
kami Semunying Jaya. Lahan tersebut terus kami jaga dan bila lengah
sehari saja ditinggalkan maka lahan tersebut sudah digusur
perusahaan. pihak sawit menawarkan kompensasi paksa untuk lahan
tersebut, bila menolak kompensasi, maka lahan tersebut diambil begitu
saja. Sesungguhnya, kami tidak pernah rela menyerahkan lahan kami
kepada perusahaan walaupun pada kenyataannya lahan tersebut telah
ditumbuhi pohon sawit. Jangan dikira kami mau menjual tanah-tanah
kami tersebut.†Tegas Abulipah dengan penuh keyakinan. Abulipah
berkeyakinan bahwa akan ada masanya kejahatan itu akan dipatahkan
oleh kebenaran.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
488
1986
Kenegerian Batu Sanggan dengan Kawasan Suaka Margasatwa
Cagar Alam
Hutan Konservasi
489
2017
MA Batulasung (Suku Dayak Meratus) Vs PT. Kodeco Timber
Miso Putra Dayak menegaskan warga Dayak Meratus sudah hidup secara turun temurun, berburu dan berladang di wilayah adat atau hak ulayat untuk melangsungkan kehidupan dan penghidupan. Kini, beber dia, sejak 1968, masyarakat adat Dayak Meratus khususnya di Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu justru terus digusur dan diusir oleh korporasi atau perusahaan yang mengklaim memiliki izin dari pemerintah seperti PT Kodeco Timber, PT Jhonlin Group, dan lain sebagainya.
hutan
Hutan Produksi
490
2005
Konflik Masyrakat Kemawen denga PT. Berjaya Agro Kalimantan