DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

311 2017 Krisis Agraris dan Ekosistem Kepulauan Seribu Kepulauan Seribu dari beberapa dekade telah mengalami degradasi dan kerusakan ekosistem yang tinggi. Kerusakan tersebut akibat perubahan alat tangkap masyarakat nelayan, semakin menyempitnya wilayah darat-pemukiman bagi masyarakat, limpahan limbah minyak kapal, limbah materi dari muara-muara sungai Teluk Jakarta, produksi sampah yang tinggi, dan aktivitas wisata bahari. Kerusakan ekosistem berdampak pada ketersediaan ikan tangkap bagi masyarakat nelayan. Kerusakan-kerusakan ekosistem tersebut diperparah dengan adanya penguasaan pulau-pulau kecil oleh privat dan swasta. Lebih dari 50% pulau-pulau di Kepulauan Seribu telah dikuasai oleh privat dan swasta. Krisis ekosistem dan agraria memberikan konsekuensi timpang pada alternatif penghidupan masyarakat, yaitu wisata bahari. Atas dasar penguasaan pulau-pulau kecil dan alat produksi yang lain, bisa dipastikan bahwa pihak yang akan mendapatkan manfaat lebih besar dari sektor wisata bahari bukanlah masyarakat nelayan, tetapi pihak yang menguasai alat produksi wisata dan khususnya privat/swasta yang menguasai pulau-pulau kecil.
-
Pariwisata
312 2015 Sengketa tanah Warga Pulau Pari dan Swasta Ombudsman Republik Indonesia mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan terhadap Dugaan Maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara terkait dengan penerbitan SHM No. 210 dan SHG No. 9 Tahun 2015 yang di klaim milik PT. Bumi Pari Asri (“LAHP”). LAHP tersebut menegaskan adanya dugaan pelanggaran administrasi berupa penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, dan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan oleh BPN Jakarta Utara dalam terhadap 62 Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 14 sertifikat Hak Guna Bangunan
Taman Nasional
Kawasan Konservasi Laut
313 2017 Konflik Tenurial Wakatobi Ketika mendengar kata "wakatobi" hal yang pertama kali muncul dalam benak adalah keindahan bawah laut yang dimiliki. Pengandaian ini tak hanya berlaku untuk warga indonesia saja melainkan bagi seluruh warga dunia. Wakatobi merupakan kawasan yang berada dalam world coral triangle memiliki kenaekaragaman hayati tinggi (khususnya biota laut) yang merupakan sumber pendapatan yang menjajikan, tak hanya untuk warga lokal dan negara, warga asingpun turut serta dalam praktek ini.Potensi ini seharusnya dapat memberikan hasil yang waksimal kesemua pihak baik masyarakat lokal, pemda, negara maupun investor jika dikelola dengan bijaksana. Konflik tenurial yang terjadi selama ini di kawasan wakatobi merupakan implikasi dari ketidak harmonisan kebijakan yang diberlakukan. Konflik ini muncul tak lain akibat adanya kebijakan yang tumpah tindih antara Badan otoritas pariwisata (BOP), Taman Nasional Wakatobi dan Masyarakat Adat wakatobi.
Taman Nasional
Kawasan Konservasi Laut
314 2014 Pembangunan Pariwisata dan Perampasan Ruang Hidup Rakyat Tengger Pada tahun 1960-an warga desa ranupani tidak masalah dengan pemerintah yang mengklaim bahwa daerah sekitar mereka dijadikan hutan negara karena saat itu warga desa hanya 50KK, asalkan warga desa tidak dibatasi aksesnya untuk memanfaatkan hutan yang digunakan sebagai sumber kehidupan muali dari air bersih, tanaman obat, kayu bakar, dan pangan/rumput untuk hewan ternak mereka. Namun, pembatasan akses terhadap hutan mulai dirasakan penduduk pada Pertengahan 1970-an ketika Perhutani mulai intensif mengelola hutan di sekitar wilayah Ranu Pani, khususnya hutan lindung dan hutan produksi. Perhutani mulai memberlakukan larangan penebangan pohon, sementara warga hanya boleh memanfaatkan kayu bakar dari pohon yang sudah roboh, dahan, serta ranting pohon yang berjatuhan. Semenjak periode 2000-an, Balai Taman Nasional mulai memberlakukan larangan secara ketat terkait aturan penggunaan kawasan sesuai batas zonasi pengelolaan. Dengan posisi yang terkepung Taman Nasional terjadilah pembatasan hak-akses atas lahan dan manfaat kawasan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga, upacara, dan ritual adat. Bagaimanapun kebutuhan lahan menjadi bagian penting kehidupan penduduk Ranupani yang didominasi petani dan buruh tani. Selain itu, menjadi tidak rasional apabila pemenuhan kebutuhan kayu bakar penduduk Ranupani harus dipenuhi dari luar wilayah Ranupani.
Taman Nasional
Hutan Konservasi
315 2010 Sungai Masyarakat Adat Malind Tercemar Perusahaan Sawit Merauke merupakan tempat yang banyak diminati para investor untuk berinvestasi. Selain itu, Pemerintah Daerah yang tidak memiliki dana yang cukup untuk memfasilitasi daerahnya mengundang para investor untuk membangun perusahaan di Merauke. Namun, yang terjadi adalah pencemaran dimana-mana setelah perusahaan tersebut berjalan. Sungai-sungai masyarakat adat menjadi kotor dan membuat mereka tidak bisa mendapat air bersih. Hutan-hutan tempat melakukan kegiatan spiritual sudah habis menjadi kebun sawit.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
316 2004 Hutan Masyarakat Adat Yerisiam Terus Terkuras Yerisieam adalah suku terbesar di Nabire. Wilayah adat yang sangat luas tersebut makin hari semakin terkuras karena PT Nabire Baru terus menerus melakukan penebangan dan memangkas hutan adat mereka. Diawal 2003 mereka mengajak masyarakat berdoa untuk kelancaran perusahaan namun setelah itu pemerintah dipaksa untuk menandatangani izin mendirikan bangunan dan kontraknya hana sampa 2017. Pada 2012 pihak perusahaan melakukan perpanjangan kontrak namun setelah berjalan bertahun-tahun ternyata PT. Nabire Baru baru membahas dokumen AMDAL setelahnya.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
317 2014 Hilangnya Tanah Adat Arso Saat hutan adat memiliki makna yang sangat besar bagi masyarakat adat Daiget(Arso) dan dianggap sebagai ibu, tempat untuk menjalankan ritual untuk memuja dewa yang diagungkan dan tentunya sumber untuk bertahan hidup dengan kekayaan alam yang ada didalam hutan adat mereka hilang sudah ketika hutan adat mereka diklaim sebagai 'tanah negara'. Meskipun telah berjuang puluhan tahun menuntut hutan adat yang dirampas perusahaan sawit, orang Arso baru mengetahui jika PTPN II ternyata tak memiliki hak guna usaha (HGU) perkebunan sebagai syarat membuka kebun sawit. Perusahaan baru memiliki izin HGU setelah 16 tahun alih fungsi hutan adat menjadi kebun sawit. Fakta ini baru terungkap saat DKU Inkuiri Nasional Hak Masyarakat Hukum adat di wilayah hutan, yang digelar di Jayapura, 26–28 November 2014. Atau setelah 32 tahun PTPN II beroperasi di Keerom.
PTPN
Perkebunan
318 2004 Konflik Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya Menghentikan PT. Ledo Lestari Desa Samunying Jaya berada di Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang . Mayoritas warga Semunying Jaya adalah Dayak Iban, satu-satunya komunitas Dayak yang sejak lama ada di Kabupaten Bengkayang. Masyarakat pertama kali membukaan hutan di sepanjang adalah PT. Yayasan Maju Kerja (Yamaker) dari 1980 hingga 1990-an. Konsesi PT. Yamaker selanjutnya diambil-alih negara. Perum Perhutani yang melanjutkan penebangan di kawasan tersebut hingga 2001. Kemudian perusahaan Malaysia, PT. Lundu, melanjutkan aksi penebangan, bahkan mendirikan tempat penggergajian. Pada 2002, PT. Agung Multi Perkasa (AMP), perusahaan perkebunan kelapa sawit mendapatkan izin usaha oleh pemerintah daerah di wilayah tersebut. Dengan dasar izin yang dikantongi, PT. AMP mengeksploitasi hutan adat masyarakat. Perusahaan ini melakukan penebangan di areal seluas 4.000 ha. Hasil tebangannya dijual secara ilegal ke Malaysia. Pemerintah daerah kemudian mencabut izinnya lalu, izin awal untuk membangun perkebunan sawit seluas 20.000 hektar dialihkan ke PT. Ledo Lestari (LL) pada 2004. Perusahaan ini adalah anak dari Duta Palma Nusantara Group. Keberadaan Ledo Lestari ini bukan akhir dari eksploitasi sumber daya alam di Semunying Jaya.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
319 2017 Kasepuhan Masyarakat Adat Cirompang Vs Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Konflik sumber daya alam (SDA) yang terjadi antara MA Cirompang dengan pihak TNGHS yang dilatarbelakangi oleh tumpang tindih kawasan. Akibat dari konflik ini MA cirompang mengalami pelanggaran HAM dan hak-hak perempuang yang meliputi ; hak atas rasa aman dan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Taman Nasional
Hutan Konservasi
320 2017 Kasepuhan Masyarakat Adat Ciptagelar Vs Taman Nasional Halimun-Salak Keberadaan masyarakat kasepuhan di Kabupaten Lebak dan Sukabumi telah diakui (melalui SK, Perda, RTRW). Namun status hak atas wilayah adatnya masih belum jelas sehingga telah terjadi tumpang tindih batas wilayah yang diklaim oleh masyarakat kasepuhan dan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Taman Nasional
Hutan Konservasi
Displaying : 311 - 320 of 549 entries, Rows/page: