DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

301 2014 dianiaya di tanah leluhur Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang No.12 Tahun 2008, tentang Penyelenggaraan Usaha Perkebunan, pada bagian ketentuan umum poin 10 disebutkan adanya kemitraan Perkebunan adalah hubungan kerja yang saling menguntungkan, menghargai, bertanggung jawab, memperkuat dan saling ketergantungan antara perusahaan perkebunan dengan pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan. Sekiranya ketentuan tersebut diterapkan, maka Masyarakat Adat Desa Semunying Jaya mungkin akan menerimanya, tetapi praktik perampasan lahan, penggusuran kampung, kebun, dan lahan pertanian masyarakat atas nama pembangunan serta terjadinya kriminalisasi tokoh masyarakat, rusaknya ekosistem, situs sejarah dan struktur sosial budaya masyarakat adat Semunying Jaya menyebabkan sering terjadi konflik vertikal dan horizontal yang tidak pernah diselesaikan dengan proporsional. Itulah sebabnya kasus Semunying Jaya menjadi fokus pembahasan utama di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. Pertanyaan kritis muncul, mengapa berbagai regulasi yang dikeluarkan begitu mudah dibelokan untuk keuntungan pihak pengembang usaha perkebunan (dalam hal ini PT Ledo Lestari). Sepertinya pihak pengelola perkebunan telah menjadi buta mata dan hatinya sehingga tidak mau tahu jeritan dan penderitaan masyarakat adat sebagai petani perladangan. Hal ini terungkap dari hasil wawancara pada tanggal 28 Agustus 2014, seperti dikemukakan oleh Pak Abulipah sebagai berikut: “PT Ledo Lestari di Semunying Jaya telah melakukan perampasan hak-hak atas tanah kami, dikatakan merampas karena lahan yang mereka rampas dan kerjakan merupakan lahan milik kesayangan warga kami Semunying Jaya. Lahan tersebut terus kami jaga dan bila lengah sehari saja ditinggalkan maka lahan tersebut sudah digusur perusahaan. pihak sawit menawarkan kompensasi paksa untuk lahan tersebut, bila menolak kompensasi, maka lahan tersebut diambil begitu saja. Sesungguhnya, kami tidak pernah rela menyerahkan lahan kami kepada perusahaan walaupun pada kenyataannya lahan tersebut telah ditumbuhi pohon sawit. Jangan dikira kami mau menjual tanah-tanah kami tersebut.” Tegas Abulipah dengan penuh keyakinan. Abulipah berkeyakinan bahwa akan ada masanya kejahatan itu akan dipatahkan oleh kebenaran.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
302 1986 Kenegerian Batu Sanggan dengan Kawasan Suaka Margasatwa
Cagar Alam
Hutan Konservasi
303 2005 Konflik Masyrakat Kemawen denga PT. Berjaya Agro Kalimantan
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
304 2014 Jalan Panjang Perjuangan Suku Anak Dalam (SAD) 113 Melawan Perusahaan Perkebunan Sawit PT. Asiatic Persada Konflik perebutan lahan antara PT Asiatic Persada dengan masyarakat SAD merupakan konflik lahan yang berkepanjangan. Resolusi sulit mencampai titik pangkal. Setiap konsesus berakhir dengan penghianatan ataupun kecurangan dari pihak perusahaan sehingga menimbulkan reaksi yang semakin keras dari masyarakat SAD Batin Sembilan. Perusahaan perkebunan sawit PT Asiatic Persada (semula bernama PT Bangun Desa Utama/BDU) mendapatkan izin konsesi sejak tahun 1986 melalui SK No. 46/SHSU DA/1986 berupa Hak Guna Usaha (HGU). Izin HGU PT AP tersebut dikeluarkan satu tahun setelah diterbitkannya Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi No. 188.4/599 Tahun 1985 tentang pencadangan tanah seluas 40 ribu ha untuk PT BDU untuk penggunaan Proyek Perkebunan Sawit. Surat Keterangan tersebut diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD). Namun, setahun setelah diterbitkannya izin HGU PT Asiatic Persada seluas 20 ribu ha, pada tahun 1987 Balai Inventarisasi Tata Guna Hutan mengeluarkan SK yang menyatakan bahwa dari 40 ribu ha lahan yang dicadangkan untuk perkebunan PT Asiatic Persada, hanya sebesar 27.150 ha yang bisa dilepaskan untuk kepentingan perkebunan sawit perusahaan. Sementara itu, izin HGU yang sudah dikeluarkan satu tahun sebelumnya itu (1986), luasnya mencapai 20.000 ha. Saat status kawasan hutan dilepaskan untuk kepentingan perkebunan sawit tersebut, seluas 1.485 ha merupakan areal kerja HPH PT Tanjung Asa, sebesar 10.550 merupakan areal kerja HPH PT Rimba Makmur, dan sebesar 15.115 ha merupakan areal kerja HPH PT Asialog.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
305 2014 PT. Kalimantan Citra Lestari VS Warga Mantangai Hulu Penolakan terhadap perusahaan perkebunan sawit karena berada dalam wilayah kelola warga. Penyerobotan lahan kelola warga dan kelompok 3 tani.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
306 2014 Kepulauan Aru terancam tenggelam Kabupaten Kepulauan Aru merupakan gugusan kepulauan yang dibatasi dengan selat-selat yang oleh masyarakat Aru selalu menyebutnya dengan sebutan sungai. Walaupun jika kita menelusuri apa yang mereka sebut sebagai sungai, tidak pernah kita dapati sumber airnya, tetapi yang di dapat adalah laut bebas. Pada tahun 2010 masyarakat adat kepulauan Aru dikejutkan dengan hadirnya perusahaan-perusahaan besar, yang mengajukan pemohonan izin perkebunan ke Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru wilayah-wilayah adat, dari komunitas-komunitas adat yang selama ini hidup turuntemurun jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Pada tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru telah mengeluarkan Izin Usaha Perkebunan kepada Konsorsium PT Menara Group yang akan melakukan aktivitas di atas tanah Aru.
hutan
Hutan Produksi
307 2009 Hilangnya Wilayah Kelola Masyarakat Desa Mengkirau
hutan
Hutan Produksi
308 2009 Hilangnya Wilayah Kelola Masyarakat Desa Mayang Sari
hutan
Hutan Produksi
309 2009 Hilangnya Wilayah Kelola Masyarakat Desa Bagan Limbur
hutan
Hutan Produksi
310 2009 Hilangnya Wilayah Kelola Masyarakat Desa Mekar Sari
hutan
Hutan Produksi
Displaying : 301 - 310 of 331 entries, Rows/page: