Konflik Penyerobotan Tanah Warga Oleh Perusahaan Sawit Swasta PT Sintang Raya
Masuknya ekpansi perusahaan sawit swasta PT Sintang Raya (PT SR) yang beroperasi semenjak tahun 2007 di Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat menjadi dasar munculnya konflik pertanahan yang melibatkan warga di 8 desa seperti Desa Olak Olak Kubu, Pelita Jaya, Dabong, Seruat II, Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung (Kecamatan Kubu). Konflik pertanahan yang timbul salah satunya adalah penyerobotan tanah warga. konflik penyerobotan tanah itu terjadi di desa Olak - Olak Kubu, konflik diawali dengan penyerobotan lahan 5 Ha milik warga yang tidak termaksud dalam SK HGU (Hak Guna Usaha) PT SR sedangkan wilayah Desa Olak-Olak Kubu tidak termuat di dalam dokumen AMDAL PT SR, tetapi lahan tersebut digarap untuk dijadikan Kebun Inti Perusahaan. Selain itu ada penyerobotan lahan plasma seluas 151 Ha milik petani plasma PT . Cipta Tumbuh Berkembang ( PT CTB) akibat dari adanya peralihan lahan 801 Ha dri PT CBT kepata PT SR yang dilakukan tanpa sepengetahun petani plasma. Kedua di Desa Pelita Jaya, lahan milik warga seluas 54 Ha yang dikerjasamakan dengan PT CBT diserobot oleh PT SR padahal wilayah desa Pelita Jaya tidak termaksud di wilayah HGU PT SR. Ketiga di desa Dabong terjadi penyerobotan lahan warga seluas 2.675 Ha oleh PT SR, lahan tersebut merupakan lahan SP 2 ( lahan cadangan untuk pemukiman transmigrasi) yang yang dibuktikan dengan adanya SK penunjukan dari Gubernur No. 476 tahun 2009 dan untuk menunjang program transmigrasi yang ada di desa Dabong pemerintah membangun saluran irigasi jembatan dan saluran air namun saluran irigasi di lahan pencadangan transmigrasi yang telah dibangun saat ini ditimbun dan ditanami sawit oleh PT SR. Ke-empat, penyebotan tanah warga berikutnya oleh PT SR terjadi di desa Seruat II seluas 900 Ha yang merupakan lahan cadangan pengembangan masyarakat, selain penyerotan konflik juga diakibatkan oleh ketidakjelasan lahan plasma masyrakat di wilayah HGU PT SR yang ada di desa Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
252
2015
PT. TMP didesak kembalikan lahan Pemkab Aceh Jaya
Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya meminta PT. TMP yang menguasai lahan di kawasan Sampoiniet, Kab. Aceh Jaya untuk mengembalikan lahan tersebut kepada pemerintah setempat.
Eks-Perkebunan
Perkebunan
253
2007
Penyerobotan Tanah Warga oleh PT Simpang Raya
Pemerintah dan Warga ingin agar lahan terlantar milik PT. Cemerlang Abadi dicabut perpanjangan ijin HGU.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
254
1968
PT.Vale Mengubah Lahan Pemukiman Masyarakat Adat Karunsi’e Menjadi Lapangan Golf.
Kemunculan perusahaan tambang di suatu wilayah menjadi fenomena bernuansa konflik berkaitan dengan pemanfaatan ruang antara perusahaan dengan masyarakat setempat yang terjadi di Luwu Timur. Konflik yang terjadi antara masyarakat adat To Karunsi’e dengan PT. Vale Indonesia terkait masalah kepemilikan tanah pertambangan di Kabupaten Luwu Timur. Konflik terjadi antara masyarakat adat dengan PT.Vale Indonesia disebabkan PT.Vale telah menduduki lahan masyarakat adat to Karunsi’e yang mengubah lahan pemukiman masyarakat adat menjadi lapangan golf.
Manufacture
Pertambangan
255
2012
Penetapan wilayah Adat Tapong menjadi kawasan hutan Lindung
Penetapan wilayah Adat Tapong menjadi kawasan hutan Lindung dan kemudian rencana Pekebunan Kelapa sawit skala besar oleh PT. ASTRA Agro Lestari di kawasan hutan lindung tersebut
Hutan Lindung
Hutan Lindung
256
1984
Penetapan Wilayah Kelola Rakyat Menjadi Wilayah HGU PT. BULI
Konflik ini dipicu oleh adanya penetapan wilayah kelola rakyat menjadi wilayah HGU PT. BULI yang terletak di Desa Bila Riase, Kecamatan Pitu Riase.
Peternakan
Pangan dan Energi
257
2004
PTPN XIV Tidak Menepati Kesepakatan Mengembalikan Lahan Warga Wajo
PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV dituntut segera mengembalikan lahan warga Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel), sesuai kesepakatan bersama di Kantor Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel, Makassar, 30 April 2013. Selama ini, lahan warga yang diklaim milik PTPN, ditanami sawit. Dalam kesepakatan itu, proses pengembalian lahan melalui mediasi Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo. Turut hadir pada pertemuan 30 April 2013 itu antara lain, perwakilan PTPN XIV, Polda Sulsel, Kejaksaan Tinggi Sulsel, BPN Sulsel, BPN Wajo, DPRD Wajo, Kodam VII Wirabuana, dan Pemerintah Sulsel, Asisten I Pemda Wajo, Polres Wajo, serta Kodim Wajo. Kesepakatan menjadikan lahan 2.000 hektar bisa dikelola warga hingga proses pengembalian tuntas. PTPN XIV juga menghentikan seluruh aktivitas perluasan dan penanaman di wilayah yang menjadi tuntutan warga.Pertemuan itu juga mengabulkan permintaan warga agar Polri dan TNI, netral dan tidak melakukan tindakan refresif kepada warga. Setelah lima bulan pertemuan terjadi belum ada realisasi dari PTPN.
PTPN
Perkebunan
258
2007
Konflik antara PTPN XIV Dengan Serikat Tani Polongbangkeng Di Kecamatan Polongbangkeg Utara Kabupaten Takalar
Konflik antara warga dengan PTPN XIV muncul tahun 2007. Saat sekitar 723 keluarga petani di sembilan desa di Kecamatan Polongbangkeng Takalar, menuntut perusahaan mengembalikan tanah petani yang dikuasai pemerintah sejak 1982, sekitar 4.500 hektar. Tuntutan petani cukup beralasan, karena penguasaan lahan PTPN berdasar pada hak guna usaha (HGU) selama 25 tahun berakhir 2004. Kenyataan, lahan ini tak juga diberikan kepada warga, pemilik lahan sejak awal. Warga mengaku tidak ingin memperpanjang kontrak karena nilai sangat rendah. Warga yang hidup di sembilan Desa Kecamatan Polongbangkeng, mayoritas dari pertanian dengan rata-rata kepemilikan lahan di bawah satu hektar. Tak jarang mereka harus merantau dan menjadi buruh karena tak memiliki lagi lahan di kampung halaman. Warga yang hidup di sembilan Desa Kecamatan Polongbangkeng, mayoritas dari pertanian dengan rata-rata kepemilikan lahan di bawah satu hektar. Tak jarang mereka harus merantau dan menjadi buruh karena tak memiliki lagi lahan di kampung halaman.
PTPN
Perkebunan
259
2009
Teror Penangkapan Masyarakat Adat Barambang Katute
Nasib masyarakat adat Barambang Katute, di Desa Bonto Katute, Kecamatan Sinjai Borong, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan (Sulsel), makin tak menentu. Setelah didera teror penangkapan dengan tuduhan perusakan hutan lindung, kini mereka terancam tergusur akibat rencana tambang emas di kawasan hutan tempat mereka tinggal. Pemerintah mengusir masyarakat dari hutan karena alasan berada di hutan lindung sedang pengusaha malah diberi izin masuk. Pengusiran pertama pada 1994, ketika pemerintah menetapkan kawasan itu sebagai hutan lindung, dan tertutup akses masyarakat
Hutan Lindung
Hutan Lindung
260
2010
Sengketa Pelepasan Lahan ke PT. BTS
Tidak ada titik temu kesepakatan pembebasan lahan antara PT. Buana tunas Sejahtera dan Masyarakat adat Iban Bidau