Tahun 1987, perusahaan HPH PT Yamaker Kalbar Jaya mendapatkan konsesi untuk pengusahaan hutan. PT Yamaker Kalbar Jaya dalam kegiatan pembalakan lapangan sempat menggusur wilayah hutan masyarakat adat Dusun Pareh Desa Kumba, Kecamatan Jagoi Babang, Kab. Sambas (belum pemekaran wilayah). Atas pelanggaran tersebut PT. Yamaker Kalbar Jaya dikenakan sanksi adat oleh masyarakat adat.
hutan
Hutan Produksi
252
2009
Sedulur Sikep Pati vs Semen BUMN dan swasta
Rencana pendirian Pabrik Semen PT Sahabat Mulia Sakti (PT SMS merupakan anak perusahaan PT Indocement) dibangun di 4 desa yaitu Desa Mojomulyo, Tambakromo, Larangan, Karangawen Kecamatan Tambakromo dan Kecamatan Kayen kabupaten Pati Jawa Tengah dengan nilai investasi sebesar 7 triliun, berdasarkan atas Keputusan Bupati Pati Nomor: 660.1/4767 tentang Izin Lingkungan Pembangunan Pabrik Semen serta Penambangan Batu gamping dan Batu Lempung pada 8 Desember 2014. Pembangunan tersebut seluas 180 Ha, berada dalam kawasan hutan milik desa dan milik masyarakat dengan rincian sebagai berikut:
-Tapak Pabrik (+ 75 Ha)
a.Milik Masyarakat : + 40,80 Ha;
b.Perhutani : + 34,20 Ha
-Buffer Zone (+ 68,22 Ha)
a.Milik Masyarakat : + 46,61 Ha
b.Perhutani : + 21,61 Ha
-Jalan dan Dormitory (+ 36,78 Ha)
a.Milik Masyarakat : + 21,78 Ha
b.Milik Desa : 15 Ha
Selain itu rencana penambangan akan dilakukan di 2 kecamatan yaitu kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo dengan luas wilayah penambangan sebagai berikut:
-Batu Gamping : 2000 Ha (Kec. Tambakromo dan Kec.Kayen)
-Batu Lempung : 663 Ha (Kec. Tambakromo)
Batu Gambing
Pertambangan
253
2009
Sedulur sikep Blora tolak Pabrik Semen
Kelanjutan Pembangunan Pabrik PT. Semen Gresik mengkhawatirkan akan terjadi perusakan lingkungan secara besar-besaran, tercerabutnya budaya dan adat istiadat masyarakat setempat, memicu pelanggaran Hak Asasi manusia, juga semakin menajamkan konflik horizontal dimasyarakat
Kesehatan
Pertambangan
254
2008
Tumpang Tindih Izin Konsesi 23 Perusahaan Sawit di tanah adat Dayak Ngaju
Bermula dari proyek Kalimantan Forest and Climate Partnership (KFCP), ada 7 desa yang masuk dalam wilayah kelola seluas 20.000 Ha. Proyek ini tidak berjalan baik dan mengabaikan hak-hak masyarakat, dalam wilayah ini juga tumpang tindih dengan perizinan untuk 23 perusahaan sawit yang sekarang mempunyai izin konsesi seluas 370.000 Ha.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
255
1980
Eksploitasi Bertubi-tubi perusahaan di tanah adat Semunying Jaya
Situasi yang dialami masyarakat adat Semunying Jaya, dianalogikan tak ada waktu untuk menghela nafas yaitubertubi-tubi konsesi perusahaan menggerogoti hutan adat Semunying. Pasalnya sejak tahun 1980-an hingga 1990-an sebagai awal dari eksploitasi hutan adat Semunying Jaya oleh perusahaan PT. Yayasan Maju Kerja (Yamaker).
hutan
Hutan Produksi
256
1996
Klaim sepihak PT. MAS II & III atas tanah adat masyarakat Entapang dan Kerunang
Sistem pinjam pakai yang diberikan masyarakat secara lisan yaitu menyewakan lahan seluas 1.462 Ha selama 25 tahun (hingga 2020), nyatanya telah diabaikan perusahaan yang mendapatkan izin HGU seluas 8.741 Ha dengan masa berlaku 2030. Sejak saat itulah, wilayah masyarakat adat Entapang dan Kerunang telah diklaim milik perusahaan.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
257
2012
Konflik PT. Mitra Austral Sejahtera II di atas tanah adat Masyrakat Kerunang dan Entapang
Perusahaan PT. Mitra Austral Sejahtera II menjanjikan kepada masyarakat adat Kerunang dan Entapang berupa pembangunan kebun plasma, sarana dan prasarana, dan memberikan lapangan pekerjaan sebagai kompensasi atas pinjam pakai yang diberikan oleh masyarakat adat Entapang. Nyatanya kesepakatan yang dibangun secara musyawarah antara perusahaan dengan masyarakat adat telah dilanggar dengan berubahnya status tanah tidak lagi sistem pinjam-pakai tetapi menjadi tanah Hak Guna Usaha (milik perusahaan).
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
258
2011
Komunitas Adat Pekasa Menolak Keluar dari Kawasan Hutannya
Konflik-konflik dalam pengelolaan kawasan hutan masih terus berlangsung. Di Pulau Sumbawa, tim gabungan polisi dinas kehutanan 2 kabupaten (Sumbawa dan Sumbawa Besar) melakukan penertiban di wilayah komunitas adat Pekasa. Sebanyak 20 personil polisi dishut 2 kabupaten tersebut mengatakan bahwa kawasan hutan yang berada di wilayah adat Pekasa itu adalah kawasan hutan lindung.
hutan
Hutan Produksi
259
1999
Masyarakat Adat Rendu Tolak Pembangunan Waduk
masyarakat menolak rencana pembangunan waduk yang diusulkan pemerintah seluas 491 hektar. Masyarakat menganggap pembangunan merugikan, karena akan menenggelamkan pemukiman penduduk, sarana dan prasarana umum, kampung adat dan perkuburan leluhur. Pembangunan Waduk Lambo merupakan lanjutan dari rencana pembangunan Waduk Mbay yang pernah direncanakan oleh pemerintah melalui Pemerintah Daerah Ngada sejak tahun 1999. Waduk ini berlokasi di 3 Desa dari 3 kecamatan : Desa Labolewa di Kecamatan Aesesa, Desa Rendubutowe di Kecamatan Aesesa Selatan dan Desa Ulupulu di Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan pemetaan partisipatif yang dilakukan oleh masyarakat, luas waduk tersebut lebih kurang 1.048 ha. masyarakat sudah melapor ke KSP, dan beberapa kementerian lain. namun pemerintah tetap memaksakan pembangunan. masyarakat sudah melapor ke beberapa kementerian dan lembaga negara seperti KSP dan Kemen PUPR namun belum ada perkembangan, pemerintah masih memaksakan waduk tersebut dibangun.
PLTA
Bendungan
260
2014
Masyarakat Adat Ai Melawan Ancaman Penggusuran
Konflik yang terjadi di kawasan itu bermula saat Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sikka menyerahkan 500 hektar tanah adat (hutan) kepada sebuah Gereja Katolik melalui pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan yang bernama PT Diosis Agung (DIAG). Perusahaan itu dimiliki oleh Gereja Katolik (missi).