DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

241 1996 Klaim sepihak PT. MAS II & III atas tanah adat masyarakat Entapang dan Kerunang Sistem pinjam pakai yang diberikan masyarakat secara lisan yaitu menyewakan lahan seluas 1.462 Ha selama 25 tahun (hingga 2020), nyatanya telah diabaikan perusahaan yang mendapatkan izin HGU seluas 8.741 Ha dengan masa berlaku 2030. Sejak saat itulah, wilayah masyarakat adat Entapang dan Kerunang telah diklaim milik perusahaan.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
242 2012 Konflik PT. Mitra Austral Sejahtera II di atas tanah adat Masyrakat Kerunang dan Entapang Perusahaan PT. Mitra Austral Sejahtera II menjanjikan kepada masyarakat adat Kerunang dan Entapang berupa pembangunan kebun plasma, sarana dan prasarana, dan memberikan lapangan pekerjaan sebagai kompensasi atas pinjam pakai yang diberikan oleh masyarakat adat Entapang. Nyatanya kesepakatan yang dibangun secara musyawarah antara perusahaan dengan masyarakat adat telah dilanggar dengan berubahnya status tanah tidak lagi sistem pinjam-pakai tetapi menjadi tanah Hak Guna Usaha (milik perusahaan).
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
243 2011 Komunitas Adat Pekasa Menolak Keluar dari Kawasan Hutannya Konflik-konflik dalam pengelolaan kawasan hutan masih terus berlangsung. Di Pulau Sumbawa, tim gabungan polisi dinas kehutanan 2 kabupaten (Sumbawa dan Sumbawa Besar) melakukan penertiban di wilayah komunitas adat Pekasa. Sebanyak 20 personil polisi dishut 2 kabupaten tersebut mengatakan bahwa kawasan hutan yang berada di wilayah adat Pekasa itu adalah kawasan hutan lindung.
hutan
Hutan Produksi
244 1999 Masyarakat Adat Rendu Tolak Pembangunan Waduk masyarakat menolak rencana pembangunan waduk yang diusulkan pemerintah seluas 491 hektar. Masyarakat menganggap pembangunan merugikan, karena akan menenggelamkan pemukiman penduduk, sarana dan prasarana umum, kampung adat dan perkuburan leluhur. Pembangunan Waduk Lambo merupakan lanjutan dari rencana pembangunan Waduk Mbay yang pernah direncanakan oleh pemerintah melalui Pemerintah Daerah Ngada sejak tahun 1999. Waduk ini berlokasi di 3 Desa dari 3 kecamatan : Desa Labolewa di Kecamatan Aesesa, Desa Rendubutowe di Kecamatan Aesesa Selatan dan Desa Ulupulu di Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo Propinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan pemetaan partisipatif yang dilakukan oleh masyarakat, luas waduk tersebut lebih kurang 1.048 ha. masyarakat sudah melapor ke KSP, dan beberapa kementerian lain. namun pemerintah tetap memaksakan pembangunan. masyarakat sudah melapor ke beberapa kementerian dan lembaga negara seperti KSP dan Kemen PUPR namun belum ada perkembangan, pemerintah masih memaksakan waduk tersebut dibangun.
PLTA
Bendungan
245 2014 Masyarakat Adat Ai Melawan Ancaman Penggusuran Konflik yang terjadi di kawasan itu bermula saat Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sikka menyerahkan 500 hektar tanah adat (hutan) kepada sebuah Gereja Katolik melalui pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan yang bernama PT Diosis Agung (DIAG). Perusahaan itu dimiliki oleh Gereja Katolik (missi).
Eks-Perkebunan
Perkebunan
246 2010 PT. Nusa Ina Group Serobot Lahan Adat Latea PT. Nusa Ina Group melakukan penyerobotan lahan milik masyarakat adat Desa Latea di Seram Utara Barat Kecamatan Seram Utara Barat Maluku Tengah. awalnya petuanan lahan adat Desa Latea diserahkan untuk digunakan oleh PT. Sutra Sejati Indonesia dan bukan kepada PT. Nusa Ina Group.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
247 2007 Aktivitas Tambang Merusak Sumber Penghidupan Masyarakat Adat Lipun Menurut Haspan Hamdan sebagai salah satu tokoh masyarakat adat Dayak, "beberapa warga yang bermukim di Desa Gendang Timburu, Magalau Hulu, Magalau Hilir, dan Sampanahan kini terserang gatal-gatal dan batuk akibat mengonsumsi air sungai sebagai tempat pembuangan aktivitas tambang."
Batu Bara
Pertambangan
248 2011 Gunung Botak Memanas, Konflik Warga Kayeli dengan penambang Ilegal Sejak ditemukannya tambang emas digunung botak pada pertengahan 2012, sejumlah penambang dari berbagai penjuru nusantara mendatangi desa Dafa. Selanjutnya timbul konflik horizontal antar para penambang. Masyarakat adat sebagai pemilik wilayah merasa sangat dirugikan
Emas
Pertambangan
249 2009 Keresahan Masyarakat Kasepuhan Ciptamulya, Ciptarasa, dan Sinaresmi-Kesatuan Adat Banten Kidul Karena Perluasan TNGHS Masyarakat di tiga kasepuhan dalam Kesatuan Adat Banten Kidul yang berada di wilayah Kabupaten Sukabumi resah. Pasalnya masyarakat adat tersebut dilarang melakukan pemanfaatan lahan karena kawasan yang telah ditinggali secara turun temurun itu kini masuk ke dalam kawasan konservasi Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Keresahan masyarakat adat menyusul terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/ 2003 tentang penunjukan kawasan TNGHS dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas pada kelompok hutan Gunung Halimun dan Salak seluas 113,357 Ha di Provinsi Jawa Barat (Jabar) dan Banten
Taman Nasional
Hutan Konservasi
250 1998 Hak Ulayat Masyarakat Adat Kampung Dukuh yang 'Terampas' Perlakuan Perhutani kepada masyarakat pada masa lalu yang telah menjadikan lahan garapan masyarakat menjadi perkebunan jati yang pada prinsipnya merugikan masyarakat setempat
Perum Perhutani
Perkebunan
Displaying : 241 - 250 of 549 entries, Rows/page: