Konflik Kehutanan oleh Pemkab Muna di Kecamatan Katobu
Konflik ini melibatkan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dengan pemerintah setempat, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Muna. Konflik dipicu oleh keluarnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan (SK Menhutbun) No. 454 tahun 1999 tentang Penetapan Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 2.518.337 hektar. Dalam kasus ini sempat terjadi aksi kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat Pemerintah Daerah terhadap masyarakat. Beberapa warga bahkan ditangkap, diadili, dan divonis pengadilan. pada tahun 2003 Berdasarkan putusan pengadilan No. 37/Pid.B/2003/PN. Raha, empat orang warga petani Kontu didakwa menduduki kawasan hutan dengan tidak sah. Putusan ini didasarkan pada keterangan saksi mantan kepala BPN yang menyatakan Kontu masuk dalam hutan lindung.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
172
2017
Operasi PT Baula Petra Buana di Kecamatan Tinanggea, merusak budidaya rumput laut warga
Eksploitasi tambang nikel di Kanowe Selatan, Sulawesi Tenggara, membawa kesengsaraan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Salah satu, operasi PT Baula Petra Buana di Kecamatan Tinanggea, dmerusak budidaya rumput laut warga. Gudang ore nikel tepat di bibir pantai dan pelayaran kapal pemuat ore bikin budidaya rumput laut warga rusak dan mati. kerusakan tempat budidaya rumut laut karena banyak ore nikel jatuh ke laut dan pelayaran kapal tongkang pemuat nikel mentah
Nikel
Pertambangan
173
2007
Konflik PT Bumi Inti Sulawesi (BIS) di Baubau
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra) menduga aktivitas pertambangan nikel oleh PT Bumi Inti Sulawesi (BIS) di hutan produksi terbatas blok Sorowolio, Kota Baubau, dilakukan secara ilegal. Direktur Walhi Sultra mengatakan (2/2014), perusahaan itu melakukan perambahan hutan dengan membuat jalan sepanjang 24 kilometer dan lebar sekitar 35 kilometer tanpa mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. "Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, fasilitas jalan dan sarana pendukung pabrik serta praktek perambahan hutan secara ilegal itu disinyalir terjadi . Hasil kajian Walhi, aktivitas yang dilakukan PT BIS di blok Sorawolio seluas 1,796 hekatre itu diduga melakukan tindakan pidana kehutanan dan melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Baubau.
Nikel
Pertambangan
174
2007
PT Aneka Tambnag Mencemari Laut di Desa Hakatotubu
Desa Hakatotubu dan Desa Tambea, Kecamatan Pomalaa merupakan suatu daerah yang sebagian besar wilayahnya merupakan lokasi pertambangan nikel berskala nasional maupun internsional .salah satunya adalah PT ANTAM, Di Pomala, Antam beroperasi sejak tahun 1968, berkonsentrasi pada nikel dengan luas konsesi 6.000 hektar. Keberadaan perussahaan pertambangan tersebut sangat dekat dengan lokasi tempat tinggal nelayan-nelayan yang menggantungkan mata pencahariannya dari budidaya kelautan seperti Teripang dan Rumput laut. Desa Hakatotobu dan Desa tambea awalnya adalah wilayah penghasil rumput laut dari teripang. Sampai saat ini masih terdapat sisa-sisa tambak teripang. Budidaya dan rumput laut membutuhkan air laut yang jernih. Operasi usaha tambang Nikel yang mengalirkan limbah ke laut menyebabkan kerusakan pada lingkungan (laut) dan berdampak [ada bekerlangsung mata pencaharian warga desa Hakatotubu dan desa Tambea
Nikel
Pertambangan
175
1987
Konflik Masyarakat Kampung Long Isun Dengan Dengan PT Kemakmuran Berkah Timber (TBK)
Secara geografis, Kampung Long Isun terletak di Kecamatan Long Pahangai,Kabupaten Mahakam Ulu . Berdasarkan Peta Administrasi Kabupaten Kutai Barat, dan Peta Lampiran SK Bupati Kutai Barat No. 136.146-3/K.917/2011, yang di inisiasi oleh PT. Kemakuran Berkah Timber (KBT) dan PT. Roda Mas Group, di Fasilitasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat The Nature Conservancy (TNC) Kampung Long Isun memiliki Luas wilayah 78,040 Hektar. Namun hasil pemetaan Yang di lakukan oleh Pemerintah Kutai Barat yang di fasilitasi Oleh TNC tidak di di terima atau di sepakati oleh Kampung Long Isun dengan alasan tidak sesuai dengan batas-batas berdasarkan sejarah yang merupakan warisan leluhur Masyarakat melakukan Pemetaan Partisipatif pada April 2013 dengan melakukan survey lapangan sehingga luas wilayah berdasarkan sejarah dan pemetaan partiptasif sebagai Sejumlah 80,049 Ha. Wilayah ini menjadi sengketa antara Kampung Long Isun,dan Kampung Naha Aruq karena berbagai macam versi Kampung Naha Aruq mengkalim bahwa batas dengan Long Isun adalah Mudik Sungai Besangaq Sebelah Kanan Mudik sampai muara sungai Marong naik dari sungai Marong tembus ke Sungai Wang melewati Gunung Bayung sehingga dilihat di peta bahwa wilayah yang di klaim oleh Naha Aruq termasuk dalam wilayah administratif kampung Long Isun berdasarkan sejarah batas yang tertulis di atas. Situasi semakin konflik karena wilayah tersebut di serahkan oleh Kampung Naha Aruq kepada Perusahaan Kayu bernama PT Kemakmuran Berkat Timber (KBT) membuka Rencana Kerja Tahunan pada tahun 2014 untuk menebang dan mengambil kayunya.
HPH
Hutan Produksi
176
1984
Masyarakat Kampung Surabaya, Sendang Ayu, dan Padangratu, Kecamatan Padangratu menuntut HGU PT Sahang Bandar Lampung
Permasalahan sengketa tanah berawal dari masyarakat Kampung Surabaya, Sendang Ayu, dan Padangratu, Kecamatan Padangratu menuntut HGU PT Sahang Bandar Lampung No.U.I/LT tahun 1984 seluas 238.063 ha yang berakhir pada 31 Desember 2008. Masyarakat ketiga kampung tersebut, merasa tidak pernah menjual tanah kepada PT Sahang Bandar Lampung. Namun, pihak perusahaan menyewakannya kepada orang Jepang melalui APK selama 25 tahun, yakni dari 1970 hingga 1995. Masyarakat juga tidak mengetahui dan tidak dilibatkan dalam proses terbitnya HGU PT Sahang No.U.I/LT tahun 1984 seluas 238.063 ha yang berkhir pada 31 Desember 1984. Namun diawal Desember 2008, PT Sahang telah mengajukan permohonan perpanjangan HGU kepada BPN RI melalui Kakanwil BPN Provinsi Lampung. Namun dari pihak BPN belum memberi keputusan atas perpanjangan HGU tersebut.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
177
2009
Konflik warga Pekon Giritunggal Dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup
Lahan sekitar 80 hektar milik 68 kepala keluarga (KK) yang masuk dalam kompensasi lahan, sejak awal bukan lahan register 22. Akan tetapi, saat proses kompensasi berjalan, 80 hektar lahan di Giri Tunggal itu dinyatakan sebagai lahan register 22 yang kemudian di margakan. Tanah itu milik warga yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan tanah, surat tebang dan salinan pembayaran IPeDa (Iuran Pemerintahan Daerah). Terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomer SK/742/MENHUT-II/2009 tentang Penetapan Sebagian Kawasan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22 mempengaruhi status kepemilikan 68 KK atas lahan 80 hektar tersebut.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
178
2003
Konflik PT MSS dengan masyarakat Desa Lubuk Lagan
PT MSS mengubar janji kepada masyarakat bahwa mereka mengatakan bahwa masyarakat yang memberikan lahan mendapatkan 25% dari tanah yang diberikan dan plasma yang diberikan dari luasan sebelumnya namun sudah 2 tahun PT MSS menghasilkan buah namun plasma belum juga diberikan kepada masyarakat.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
179
1983
Konflik PTPN VII Dengan Warga Desa Pagar Dewa dan Sumber Mulya
Warga menyatakan lahan seluas sekitar 1414 hektar (ha) yang ada di afdelling V milik masyarakat desa yang diambil PTPN VII dari sejak tahun 1983 dengan cara menipu dan membohongi masyarakat desa. Disamping itu massa juga menuntut pihak PTPN VII Unit Usaha Beringin, untuk segera merealisasikan program kebun pola kemitraan yang pernah disepakati perusahaan plat merah tersebut.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
180
2010
Konflik PT Buana Eltra (BE) dengan Masyarakat Talang Nangka Desa Gunung Kuripan
PT Buana Eltra (BE) melakukan eksploitasi tambang batubara tanpa disertai oleh pelepasan hak atas tanah masyarakat setempat. Masyarakat Talang Nangka Desa Gunung Kuripan Kecamatan Pengandonan, Kabupaten OKU mengajukan gugatan perdata terhadap perusahaan ini yang dianggap telah menyerobot tanah mereka. Namun dengan tegas perusahaan menolak tuntutan 47 Kepala Keluarga (KK) di Talang Nangka, Desa Gunung Kuripan yang meminta ganti rugi lahan milik mereka seluas 300 hektare (ha) yang saat ini dikelola perusahaan pertambangan batubara tersebut. Alasannya, manajemen merasa sudah melakukan ganti rugi sesuai prosedur. Besarnya antara Rp20 juta-Rp25 juta per hektar. Pembebasan lahan telah dilakukan sejak 2010.