PT. Bumi Flora Menyerobot Lahan Warga di Empat Kecamatan
PT. Bumi Flora melakukan penyerobotan lahan warga Masyarakat di empat kecamatan yaitu Banda Alam, Peudawa, Idig Tunong, Darul Ikhsan, dan Idi Timur, sejak tahun 1990, dengan luas lahan kurang lebih 3.400 ha, Sengketa lahan ini mucul ketika Pemerintah Kabupaten Aceh Timur mengeluarkan izin terhadap 3.000 hektar lahan yang dipersengketakan antara warga dengan HGU PT Bumi Flora.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
162
1985
Konflik Perkebunan PT Karya Tanah Subur dengan 4 Kampung di Kecamatan Bubon,
PT KTS sudah mengambil tanah warga Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat lebih dari 5.000 hektare. Penyerobotan itu terjadi di empat gampong (desa) di Kecamatan Bubon semenjak tahun 1985. Anak perusahaan PT Astra Agro, PT Karya Tanah Subur (KTS), warga setempat sudah mulai mengarap tanah berada di sekeliling mereka yang luasnya hampir setengah hektar per kepala keluarga meskipun dinyatakan milik perusahaan. Padahal awalnya itu adalah tanah warisan keluarga yang dipenuhi tanaman karet. warga yang memiliki tanah milik keluarga itu pun belum memiliki sertifikat bidang tanah namun hanya berpatok pada batas alam batang durian besar yang ditanami orang tua mereka. PT KTS awalnya hanya memiliki hak guna usaha seluas 5.327 ha, namun saat ini HGU mereka sudah mencapai 10 ribu hektare lebih. Adapun kawasan yang diklaim warga diserobot perusahaan yakni kampong Cot Lada, Blang Siebeutong, Cot Keumuneng dan Liceuh
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
163
2014
Konflik Pertambangan PT Mikro Metal Perdana (MPP) VS Desa Kahuku
Pulau Bangka menjadi perhatian pemerhati lingkungan dan terus menjadi berita di Sulawesi Utara sejak kehadiran PT MMP yang pada 2008 mendapat IUP eksplorasi bijih besi dari Bupati . Izin itu berupa pemberian hak kepada PT MMP untuk melakukan eksplorasi pada lahan seluas 1.300 hektar atau 27 persen dari luas total Pulau Bangka. Pada 2010, Sompie kembali mengeluarkan IUP yang memperpanjang izin eksplorasi PT MMP serta memperluas wilayah eksplorasi menjadi 2.000 hektar atau 41,66 persen dari luas Pulau Bangka. Warga Bangka pun terpecah menjadi dua, yang menerima kehadiran PT MMP dan yang menolak pertambangan. Warga yang menolak dan didukung oleh aktivis lingkungan beralasan bahwa Bangka punya peran penting dan punya kekayaan hayati laut yang khas. Pulau ini juga memiliki terumbu karang yang sangat baik. Warga penolak tambang lalu mendaftarkan gugatan terhadap izin PT MMP yang diberikan Bupati Minut ke PTUN Manado pada 2012. Tuntutan hukum mereka berdasar pada fakta bahwa Pulau Bangka nyata-nyata adalah pulau kecil, seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang mengatur bahwa usaha pertambangan pada pulau yang ukurannya lebih kecil dari 2.000 kilometer persegi adalah ilegal.
Pasir Besi
Pertambangan
164
2012
Konflik PT. Sumber Energi Jaya (SEJ) dengan Warga Desa Picuan
PT Sumber Energi Jaya (PT SEJ), perusahan tambang emas yang beroperasi di Minahasa Selatan (Minsel), melingkupi area yang ditenggarai lintas kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Disisi lain adalah masyarakat beberapa desa seperti Tokin, Picuan, Karimbow yang pada akhir tahun 2000-an sempat beralih profesi dari masyarakat tani menjadi masyarakat pertambangan pasca temuan adanya kandungan emas di desa mereka tersebut. Berawal dengan upaya penahanan pemilik area tambang rakyat di Desa Picuan oleh aparat negara bersenjata lengkap, pada 4 Juni 2012. Polisi menyerang warga desa menjelang tengah malam, sekitar pukul 22.30 WITA, yang menyebabkan sejumlah warga desa tertembak dan mengalami luka-luka. Kejadian ini bermula dari konflik pertambangan. Warga desa Picuan menolak kehadiran perusahaan tambang swasta, yaitu PT. Sumber Energi Jaya (SEJ). Bagi warga, kehadiran perusahaan swasta itu akan menggusur pertambangan rakyat. Sebab, kawasan tersebut memang kawasan tambang rakyat.
Emas
Pertambangan
165
1999
Konflik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Dengan Desa Toyopon
Persoalan utama yang dihadapi oleh petani Toyopon adalah bahwa sebelum anggota tim masuk ke desa, petani Desa Toyopon sama sekali tidak mengetahui bahwa wilayah pemukiman serta kebun mereka telah diklaim sebagai wilayah “kawasan hutan†berdasarkan kerja-kerja sepihak BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) VI Sulawesi Utara. Desa Toyopon sebagai komunitas yang dipersiapkan menjadi mitra KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan). Penetapan KPH Poigar oleh Kementrian Kehutanan tahun 2009 berdasarkan SK NO 788/Menhut-II/2009 dengan luas wilayah 41.597 ha bisa saja terdapat ketidaksesuaian antara laporan yang diberikan oleh berbagai pihak, salah satunya oleh BPKH (Badan Pemantapan Kawasan Hutan) -selaku badan yang menindaklanjuti penetapan Kementrian Kehutanan untuk mempersiapkan KPH Poigar-, dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Di sisi lain petani Desa Toyopon yang sebagian besar bergantung hidupnya pada kebun dengan tanaman komoditi utama berupa cengkeh dan kelapa hingga saat ini belum menyadari benar bahwa wilayah kebun mereka telah masuk dalam “kawasan hutan†berdasarkan, pemetaan yang dilakukan oleh BPKH.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
166
2012
Konflik Warga Kecamatan Kawai XVI dan Pante Cereumen Dengan PT Sari Inti Rakyat
Warga meminta pemerintah cabut dan hapus Hak Guna Usaha (HGU) PT. Sari Inti Rakyat (PT.SIR) dan mendesak kepala BPN menetapkan keputusan penetapan tahan HGU PT.SIR terlantar atas usulan kanwil BPN Aceh. Tak hanya itu, massa menginginkan , Kepala BPN perlu mencabut keputusan Nomor: 60/HGU/BPN/2004 tentang pemberian perpanjangan waktu HGU tanggal 15 September 2004. karena dinilai sangat merugikan.
Perkebunan Karet
Perkebunan
167
2014
Konflik Pertanahan antara Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dengan PT Surya Panen Subur (SPS) di Rawa Tripa
KLH membawa PT SPS ke Persidangan dengan sangkaan melakukan pembiaran terhadap api sehingga merusak tanah dan lingkungan sekitar Rawa Tripa ke PN Jaksel dan PN Jaksel menolak gugatan KLH pada 25 September 2014, kemudian mengajukan banding ke PT Jakarta. Juga ditolak, tak lantas putus asa KLH mengajukan kasasi ke MA. namun hasil putusannya sama. Mahkamah Agung, Gugatan Rp439,018 miliar atas kasus kebakaran hutan dan lahan 2012 pada lahan PT Surya Panen Subur (SPS) ditolak Mahkamah Agung (MA) dengan Putusan MA Nomor 2905 K/Pdt/2015 dimana Majelis Hakim Agung memutuskan MA menguatkan putusan PT Jakarta.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
168
2007
Konflik PT Bina Sari Alam Makmur dengan Masyarakat Adat Setarap
Kronologi kasus bermula ketika PT. Bina Sari Alam Makmur mengeluarkan surat permohonan Nomor 17/Bisma-smd/XI/2007 tentang permohonan pencadangan areal dan izin lokasi untuk Perkebunan Kelapa Sawit PT. Bina Sari Alam Makmur. Surat tersebut ditanggapi dengan terbitnya Surat Keputusan Bupati Malinau Nomor 561 tahun 2007 tanggal 19 November 2007 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk perkebunan kelapa sawit seluas sekitar 20.000 ha di kabupaten Malinau kepada PT. Bina Sari Alam Makmur. Bersamaan dengan tanggal terbitnya surat tersebut, manajemen PT. Bina Sari Alam Makmur dan Pemerintah Kabupaten Malinau melakukan presentasi rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit oleh PT. Bina Sari Alam Makmur. Kemudian rekomendasi dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Malinau tanggal 12 Februari 2008 dengan tujuan menjelaskan lokasi areal perkebunan dengan status Kawasan Budidaya Non-Kehutanan (KBNK), yang mana hari berikutnya Bupati Malinau mengeluarkan Surat Keputusan yang berisi izin usaha perkebunan kelapa sawit terpadu seluas sekitar 20.000 ha yang pengelolaannya oleh PT. Bina Sari Alam Makmur. Bupati Malinau lalu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 503/K.262/2008 tanggal 29 Mei 2008 tentang Izin Pembukaan Lahan Untuk Perkebunan Kelapa Sawit seluas sekitar 4.200 ha di Kecamatan Malinau Selatan dan Kecamatan Malinau Barat kepada PT. Bina Sari Alam Makmur.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
169
2012
Konflik PT. Gemala Borneo Dengan Warga Pulau Romang
Masyarakat Pulau Romang melakukan penolakan terhadap beroperasinya PT. Gemala Borneo Utama. Penolakan warga didasari atas kekhawatiran warga beroperasinya pertambangan tersebut akan merusak lingkungan hidup dan kelestarian alam pulau Romang dan sekitarnya. 25 April 2012, OP dianiaya dan ditikam oleh 2 (dua) orang yang tidak dikenal. Pada hari yang sama peristiwa penganiayaan dan penikaman ini dilaporkan ke Polres Ambon berdasarkan No Lap Polisi : LP/324/IV/2012/Maluku/Res Ambon. Namun hingga hari ini tidak ada perkembangan yang cukup berarti yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Ambon atas laporan tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Maluku, 13 Juli 2012 justru menetapkan OP sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik Bupati Maluku Barat Daya. Kriminalisasi tidak hanya dilakukan terhadap OP, tanggal 28 Juni 2012, 27 orang warga pulau Romang juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Sektor Kisar Maluku Barat Daya, dengan sangkaan melakukan pengrusakan terhadap fasilitas perusahaan. Semanjak Tanggal 16 Febuari 2017, Gubernur Maluku menghentikan sementara kegiatan operasi pertambangan emas PT Gemala Borneo Utama di Pulau Romang Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) lantaran menyebabkan pencemaran lingkungan. Penghentian kegiatan operasi pertambangan emas PT Gemala Borneo Utama tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Maluku nomor 70 Tahun 201
Emas
Pertambangan
170
2011
Konflik Komunitas Masyarakat Adat Dayak Setarap Malinau Dengan PT Bina Sawit Alam Makmur
Komunitas Masyarakat Adat Dayak Setarap Malinau mulai tinggal sejak tahun 1755 dan menggantungkan kehidupan dari sumber daya alam itu kini khawatir dengan kelangsungan hidup mereka dan generasi penerus karena hutan sudah dirusak. â€Kalau beras kami habis dan hutan ikut habis, susah kami akan hidup,†ujar Ketua Adat Setarap . Warga Desa Setarap terdiri dari suku Dayak Lundayeh, Dayak Kenyah, dan Dayak Punan. Hutan adat Setarap seluas 4.200 hektar di Kecamatan Malinau Selatan ini ditebang sejak akhir September 2010. Pemerintah Kabupaten Malinau membiarkan penebangan itu berlangsung meski Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Malinau merekomendasikan agar penebangan dihentikan hingga perusahaan dapat menunjukkan dokumen amdal.