DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

151 2012 Konflik Warga Kecamatan Kawai XVI dan Pante Cereumen Dengan PT Sari Inti Rakyat Warga meminta pemerintah cabut dan hapus Hak Guna Usaha (HGU) PT. Sari Inti Rakyat (PT.SIR) dan mendesak kepala BPN menetapkan keputusan penetapan tahan HGU PT.SIR terlantar atas usulan kanwil BPN Aceh. Tak hanya itu, massa menginginkan , Kepala BPN perlu mencabut keputusan Nomor: 60/HGU/BPN/2004 tentang pemberian perpanjangan waktu HGU tanggal 15 September 2004. karena dinilai sangat merugikan.
Perkebunan Karet
Perkebunan
152 2014 Konflik Pertanahan antara Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dengan PT Surya Panen Subur (SPS) di Rawa Tripa KLH membawa PT SPS ke Persidangan dengan sangkaan melakukan pembiaran terhadap api sehingga merusak tanah dan lingkungan sekitar Rawa Tripa ke PN Jaksel dan PN Jaksel menolak gugatan KLH pada 25 September 2014, kemudian mengajukan banding ke PT Jakarta. Juga ditolak, tak lantas putus asa KLH mengajukan kasasi ke MA. namun hasil putusannya sama. Mahkamah Agung, Gugatan Rp439,018 miliar atas kasus kebakaran hutan dan lahan 2012 pada lahan PT Surya Panen Subur (SPS) ditolak Mahkamah Agung (MA) dengan Putusan MA Nomor 2905 K/Pdt/2015 dimana Majelis Hakim Agung memutuskan MA menguatkan putusan PT Jakarta.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
153 2007 Konflik PT Bina Sari Alam Makmur dengan Masyarakat Adat Setarap Kronologi kasus bermula ketika PT. Bina Sari Alam Makmur mengeluarkan surat permohonan Nomor 17/Bisma-smd/XI/2007 tentang permohonan pencadangan areal dan izin lokasi untuk Perkebunan Kelapa Sawit PT. Bina Sari Alam Makmur. Surat tersebut ditanggapi dengan terbitnya Surat Keputusan Bupati Malinau Nomor 561 tahun 2007 tanggal 19 November 2007 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk perkebunan kelapa sawit seluas sekitar 20.000 ha di kabupaten Malinau kepada PT. Bina Sari Alam Makmur. Bersamaan dengan tanggal terbitnya surat tersebut, manajemen PT. Bina Sari Alam Makmur dan Pemerintah Kabupaten Malinau melakukan presentasi rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit oleh PT. Bina Sari Alam Makmur. Kemudian rekomendasi dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Malinau tanggal 12 Februari 2008 dengan tujuan menjelaskan lokasi areal perkebunan dengan status Kawasan Budidaya Non-Kehutanan (KBNK), yang mana hari berikutnya Bupati Malinau mengeluarkan Surat Keputusan yang berisi izin usaha perkebunan kelapa sawit terpadu seluas sekitar 20.000 ha yang pengelolaannya oleh PT. Bina Sari Alam Makmur. Bupati Malinau lalu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 503/K.262/2008 tanggal 29 Mei 2008 tentang Izin Pembukaan Lahan Untuk Perkebunan Kelapa Sawit seluas sekitar 4.200 ha di Kecamatan Malinau Selatan dan Kecamatan Malinau Barat kepada PT. Bina Sari Alam Makmur.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
154 2012 Konflik PT. Gemala Borneo Dengan Warga Pulau Romang Masyarakat Pulau Romang melakukan penolakan terhadap beroperasinya PT. Gemala Borneo Utama. Penolakan warga didasari atas kekhawatiran warga beroperasinya pertambangan tersebut akan merusak lingkungan hidup dan kelestarian alam pulau Romang dan sekitarnya. 25 April 2012, OP dianiaya dan ditikam oleh 2 (dua) orang yang tidak dikenal. Pada hari yang sama peristiwa penganiayaan dan penikaman ini dilaporkan ke Polres Ambon berdasarkan No Lap Polisi : LP/324/IV/2012/Maluku/Res Ambon. Namun hingga hari ini tidak ada perkembangan yang cukup berarti yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Ambon atas laporan tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Maluku, 13 Juli 2012 justru menetapkan OP sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik Bupati Maluku Barat Daya. Kriminalisasi tidak hanya dilakukan terhadap OP, tanggal 28 Juni 2012, 27 orang warga pulau Romang juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Sektor Kisar Maluku Barat Daya, dengan sangkaan melakukan pengrusakan terhadap fasilitas perusahaan. Semanjak Tanggal 16 Febuari 2017, Gubernur Maluku menghentikan sementara kegiatan operasi pertambangan emas PT Gemala Borneo Utama di Pulau Romang Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) lantaran menyebabkan pencemaran lingkungan. Penghentian kegiatan operasi pertambangan emas PT Gemala Borneo Utama tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Maluku nomor 70 Tahun 201
Emas
Pertambangan
155 2011 Konflik Komunitas Masyarakat Adat Dayak Setarap Malinau Dengan PT Bina Sawit Alam Makmur Komunitas Masyarakat Adat Dayak Setarap Malinau mulai tinggal sejak tahun 1755 dan menggantungkan kehidupan dari sumber daya alam itu kini khawatir dengan kelangsungan hidup mereka dan generasi penerus karena hutan sudah dirusak. ”Kalau beras kami habis dan hutan ikut habis, susah kami akan hidup,” ujar Ketua Adat Setarap . Warga Desa Setarap terdiri dari suku Dayak Lundayeh, Dayak Kenyah, dan Dayak Punan. Hutan adat Setarap seluas 4.200 hektar di Kecamatan Malinau Selatan ini ditebang sejak akhir September 2010. Pemerintah Kabupaten Malinau membiarkan penebangan itu berlangsung meski Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Malinau merekomendasikan agar penebangan dihentikan hingga perusahaan dapat menunjukkan dokumen amdal.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
156 1999 Konflik Kehutanan oleh Pemkab Muna di Kecamatan Katobu Konflik ini melibatkan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dengan pemerintah setempat, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Muna. Konflik dipicu oleh keluarnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan (SK Menhutbun) No. 454 tahun 1999 tentang Penetapan Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 2.518.337 hektar. Dalam kasus ini sempat terjadi aksi kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat Pemerintah Daerah terhadap masyarakat. Beberapa warga bahkan ditangkap, diadili, dan divonis pengadilan. pada tahun 2003 Berdasarkan putusan pengadilan No. 37/Pid.B/2003/PN. Raha, empat orang warga petani Kontu didakwa menduduki kawasan hutan dengan tidak sah. Putusan ini didasarkan pada keterangan saksi mantan kepala BPN yang menyatakan Kontu masuk dalam hutan lindung.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
157 2017 Operasi PT Baula Petra Buana di Kecamatan Tinanggea, merusak budidaya rumput laut warga Eksploitasi tambang nikel di Kanowe Selatan, Sulawesi Tenggara, membawa kesengsaraan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Salah satu, operasi PT Baula Petra Buana di Kecamatan Tinanggea, dmerusak budidaya rumput laut warga. Gudang ore nikel tepat di bibir pantai dan pelayaran kapal pemuat ore bikin budidaya rumput laut warga rusak dan mati. kerusakan tempat budidaya rumut laut karena banyak ore nikel jatuh ke laut dan pelayaran kapal tongkang pemuat nikel mentah
Nikel
Pertambangan
158 2007 Konflik PT Bumi Inti Sulawesi (BIS) di Baubau Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra) menduga aktivitas pertambangan nikel oleh PT Bumi Inti Sulawesi (BIS) di hutan produksi terbatas blok Sorowolio, Kota Baubau, dilakukan secara ilegal. Direktur Walhi Sultra mengatakan (2/2014), perusahaan itu melakukan perambahan hutan dengan membuat jalan sepanjang 24 kilometer dan lebar sekitar 35 kilometer tanpa mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. "Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, fasilitas jalan dan sarana pendukung pabrik serta praktek perambahan hutan secara ilegal itu disinyalir terjadi . Hasil kajian Walhi, aktivitas yang dilakukan PT BIS di blok Sorawolio seluas 1,796 hekatre itu diduga melakukan tindakan pidana kehutanan dan melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Baubau.
Nikel
Pertambangan
159 2007 PT Aneka Tambnag Mencemari Laut di Desa Hakatotubu Desa Hakatotubu dan Desa Tambea, Kecamatan Pomalaa merupakan suatu daerah yang sebagian besar wilayahnya merupakan lokasi pertambangan nikel berskala nasional maupun internsional .salah satunya adalah PT ANTAM, Di Pomala, Antam beroperasi sejak tahun 1968, berkonsentrasi pada nikel dengan luas konsesi 6.000 hektar. Keberadaan perussahaan pertambangan tersebut sangat dekat dengan lokasi tempat tinggal nelayan-nelayan yang menggantungkan mata pencahariannya dari budidaya kelautan seperti Teripang dan Rumput laut. Desa Hakatotobu dan Desa tambea awalnya adalah wilayah penghasil rumput laut dari teripang. Sampai saat ini masih terdapat sisa-sisa tambak teripang. Budidaya dan rumput laut membutuhkan air laut yang jernih. Operasi usaha tambang Nikel yang mengalirkan limbah ke laut menyebabkan kerusakan pada lingkungan (laut) dan berdampak [ada bekerlangsung mata pencaharian warga desa Hakatotubu dan desa Tambea
Nikel
Pertambangan
160 1987 Konflik Masyarakat Kampung Long Isun Dengan Dengan PT Kemakmuran Berkah Timber (TBK) Secara geografis, Kampung Long Isun terletak di Kecamatan Long Pahangai,Kabupaten Mahakam Ulu . Berdasarkan Peta Administrasi Kabupaten Kutai Barat, dan Peta Lampiran SK Bupati Kutai Barat No. 136.146-3/K.917/2011, yang di inisiasi oleh PT. Kemakuran Berkah Timber (KBT) dan PT. Roda Mas Group, di Fasilitasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat The Nature Conservancy (TNC) Kampung Long Isun memiliki Luas wilayah 78,040 Hektar. Namun hasil pemetaan Yang di lakukan oleh Pemerintah Kutai Barat yang di fasilitasi Oleh TNC tidak di di terima atau di sepakati oleh Kampung Long Isun dengan alasan tidak sesuai dengan batas-batas berdasarkan sejarah yang merupakan warisan leluhur Masyarakat melakukan Pemetaan Partisipatif pada April 2013 dengan melakukan survey lapangan sehingga luas wilayah berdasarkan sejarah dan pemetaan partiptasif sebagai Sejumlah 80,049 Ha. Wilayah ini menjadi sengketa antara Kampung Long Isun,dan Kampung Naha Aruq karena berbagai macam versi Kampung Naha Aruq mengkalim bahwa batas dengan Long Isun adalah Mudik Sungai Besangaq Sebelah Kanan Mudik sampai muara sungai Marong naik dari sungai Marong tembus ke Sungai Wang melewati Gunung Bayung sehingga dilihat di peta bahwa wilayah yang di klaim oleh Naha Aruq termasuk dalam wilayah administratif kampung Long Isun berdasarkan sejarah batas yang tertulis di atas. Situasi semakin konflik karena wilayah tersebut di serahkan oleh Kampung Naha Aruq kepada Perusahaan Kayu bernama PT Kemakmuran Berkat Timber (KBT) membuka Rencana Kerja Tahunan pada tahun 2014 untuk menebang dan mengambil kayunya.
HPH
Hutan Produksi
Displaying : 151 - 160 of 549 entries, Rows/page: