Sertifikat yang telah terdistribusi hanya 108 bidang saja, padahal jika diasumsikan setiap KK memiliki 2 Ha lahan yang terbagi menjadi 3 bidang lahan ( Lahan pekarangan, lahan Usaha I dan Lahan Usaha II) dari total jumlah kepala keluarga di UPT Amohola I yakni 200 KK, seharusnya pemerintah mendistribusikan sertifikat lahan sebanyak 600 bidang sertifikat ( 3 bidang sertifikat untuk masing-masing keluarga).
area transmigran
Transmigrasi
102
2010
Masyarakat Desa Lalonggombu meminta agar HGU PT Kapas Indah Indonesia untuk tidak diperpanjang
Perebutan lahan antara masyarakat Desa Lalonggombu dengan PT Kapas Indonesia yang telah mengantongi HGU 1998
Eks-Perkebunan
Perkebunan
103
1996
Legalitas lahan pada program transmigrasi di Desa Bakutaru
area transmigran
Transmigrasi
104
2014
Konflik agraria di Desa Pudaria Jaya eks UPT Moramo 1B
area transmigran
Transmigrasi
105
2016
PT Merbau Jaya Indah Raya menggusur lahan warga Desa Rakawuta
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
106
2015
Perusahaan Sawit PT Merbau Jaya Indah Raya Grup dan Warga Transmigrasi Blok I Unit Pemukiman dan Trasmigrasi (UPT) Arongo
Klaim sepihak perusahaan atas lahan usaha II masyarakat dalam izin hak guna usaha (HGU) Merbau ini berakhir dengan sebagian lahan dan tanaman warga tergusur pada 2015.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
107
2016
Konflik Kalim PT Tiran Sulawesi dan Desa Margacinta
area transmigran
Transmigrasi
108
2018
Konflik Transmigrasi di Desa Pudaria Jaya
area transmigran
Transmigrasi
109
2023
Perusahaan Tambang Bauksit PT.PPC diduga serobot lahan warga menjadi tempat pencucian bauksit
Tanah seluas 13 hektar milik Danel Alexsander S.Turnip yang diwariskan oleh orangtuanya di Desa Meranggau, Kecamatan Meliau, Sanggau diduga diserobot perusahaan pertambangan bauksit PT PPC. Lahan digunakan sebagai pencucian bauksit sehingga rusak parah.
Bauksit
Pertambangan
110
2023
Desa Pakel dan PT. PT Bumi Sari
Secara historis dimulai saat mereka menerima Akta 1929, tertanggal 11 Januari 1929 pada era pemerintahan kolonial Belanda yang mengizinkan mereka untuk membuka hutan seluas 4000 Bahu. Namun, dalam perjalanannya, kawasan Akta 1929 tersebut dikuasai oleh Perhutani dan PT Bumi Sari saat Orde Baru berkuasa yang terus berlangsung hingga saat ini