Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial pada Pasal 4 memberikan skema perhutanan sosial bagi masyarakat untuk mengelola hutan mereka seperti Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemitraan, dan Hutan Adat. Ini menjadi peluang dan kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pengakuan tentang wilayah kelola mereka dalam skema Perhutanan Sosial, terutama bagi masyarakat yang ada di sekitar Kawasan Hutan Negara.
Masyarakat di Desa Raden Anom, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun mengajukan pengakuan wilayah Hutan Adat mereka kepada pemerintah Kabupaten Sarolangun. Wilayah hutan ini masyarakat beri nama sebagai Hutan Adat Talun Sakti dengan luas 641 hektar. Skema Hutan Adat menjadi pilihan masyarakat karena pengelolaan hutan berada dalam lingkup Dusun Muaro Seluro dan di lokasi hutan tersebut terdapat kuburan keramat nenek moyang masyarakat yang dipercaya sebagai orang sakti di Muaro seluro. Lokasi kuburan tersebut berada di air terjun di sekitar hutan, yang juga menjadi asal usul nama Hutan Adat Talun Sakti.
Pengajuan Hutan Adat Raden anom mendapat pengakuan dari pemerintah Kabupaten Sarolangun melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Sarolangun No. 289/Bunhut/2015. Lokasi Hutan Adat yang berada dalam Kawasan Hutan Lindung Bukit Tinjau Limau masih mengalami kendala untuk memperoleh SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena sampai pada saat ini, belum ada Peraturan Daerah (PERDA) Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Sarolangun.
Terlepas dari kendala mendapatkan SK dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hutan Adat Talun Sakti di Desa Raden Anom sampai saat ini masih merupakan hutan primer dengan potensi yang cukup besar, baik dari jasa lingkungannya maupun potensi keragaman flora dan faunanya.
Hutan Adat Talun Sakti di Desa Raden Anom merupakan hulu dari Sungai Seluro Kecil dan Seluro Besar di mana aliran dari kedua sungai tersebut merupakan “urat nadi” kehidupan masyarakat Dusun Muaro Seluro sebagai sumber air untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk mengairi areal sawah yang ada di desa. Selain itu, di hutan adat tersebut terdapat salah satu potensi wisata alam air terjun Talun sakti dengan ketinggian ±100 meter, yang saat ini menjadi lokasi wisata di Kecamatan Batang Asai. Hingga saat ini, mayoritas pengunjung air terjun masih terbatas dari Kecamatan Batang Asai dan Kota Sarolangun, dan pengunjung masih belum dipungut biaya karena sarana dan prasarana yang belum mendukung.
Gambar : Air Terjun Talun sakti di hutan adat Raden Anom.
Sementara, potensi satwa di hutan adat juga beragam di mana terdapat hewan yang langka yang dilindungi. Hasil tangkapan kamera trap memperlihatkan beberapa hewan langka, yaitu harımau sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis nebulosa), kucıng emas (Catopuma temminckii ), beruang madu (Helarctos malayanus), dan burung kuau besar (Argusianus argus).
Di antara banyak satwa yang ada, salah satu yang paling menarik perhatian adalah kura-kura hutan (Manouria emys). Satwa ini tergolong hewan reptil yang memiliki ciri-ciri kulit bersisik dan berkaki empat, dan sangat mudah dikenali karena memiliki ‘rumah’ atau batok pelindung yang keras dan kaku. Selain itu, hewan yang bisa tumbuh hingga mencapai berat badan 20-40 kg dengan panjang 50-80 cm ini termasuk ke dalam hewan Apendiks 2 yang berada di bawah kontrol CITES. Persebarannya mencakup wilayah di Asia bagian selatan, termasuk di Indonesia. Menurut Walestra, populasi kura-kura jenis ini telah menurun drastis dan termasuk dalam status terancam punah jika mengacu data IUCN. Penyebab utamanya adalah semakin berkurangnya hutan sebagai habitat hidupnya (https://walestra.or.id/getDetailNews/62).
Gambar : kura – kura Hutan di Hutan adat Raden Anom. Foto perkumpulan Walestra.
Potensi lain yang berada di Hutan Adat Talun Sakti adalah tanaman kepayang atau kluwek (Pangium edule) yang tumbuh di sepanjang sungai di sekitar Kawasan Hutan yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat desa dari dahulu untuk diolah dan dijadikan minyak goreng. Diketahui bahwa minyak kepayang memiliki beberapa keunggulan dibanding minyak lain, yakni sebagai minyak non-kolesterol, kandungan Omega 3 yang tinggi, tidak mengandung pestisida, dan bisa menjadi obat sakit gigi (https://kmisfip2.menlhk.go.id/invest/detail/17).
Selain itu, dari sumber penelitian yang sama, pohon kepayang juga diyakini mempunyai banyak manfaat. Pertama, sebagai senyawa antioksidan karena kandungan Vitamin C, ion besi, karoten, dan saponin. Kedua, daging biji kepayang juga mengandung flapanoid dan folipolin yang dapat berfungsi sebagai anti kanker. Ketiga, uga diketahui bahwa dalam 100 gr minyak kepayang mengandung 273 kalori, 10 gr protein, 24 gr lemak nabati, dan 40 mg kalsium. Termasuk, mengandung 0,10 IU Vitamin A, 0,15 mg Vitamin B dan 30 mg Vitamin C.
Gambar : Buah kepayang/kluwek
Saat ini, lembaga pengelola hutan adat, yakni Kelompok Tani Hutan, telah memproduksi buah kepayang dalam bentuk kemasan sebagai sumber penghasilan tambahan diluar hasil pertanian, untuk pemasarannya dilakukan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Limau Sarolangun dengan harga Rp35,000 per botol.
Catatan: Hutan adat Talun Sakti hanya memperoleh SK Bupati