Kerbau Rawa dan Masyarakat Adat Desa Bangsal

 

 Admin    02-09-2022    00:00 WIB  

Bangsal adalah desa yang berada di Kecamatan PampanganKabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel), dengan titik koordinat -3.206090 Lintang Selatan dan 104.990925 Bujur Timur. Di sana hidup ribuan ekor kerbau rawa yang merupakan ras endemik Pampangan.

 

Berdasarkan data yang dihimpun, tercatat sekitar 2.100 ekor kerbau rawa berada di Kecamatan Pampangan, sebagian besar dapat dijumpai di Desa Bangsal, yang luas wilayahnya sekitar 448,5 Ha, dengan populasi penduduk sebanyak 471 jiwa (Badan Pusat Statistik 2020). Desa yang dikelilingi rawa gambut dalam ini merupakan habitat kerbau rawa tersebut dan menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat setempat.

 

 

 

 

 

 

C:\Users\yus\Documents\Data Yus\Dekumen Kerja BRG\Foto Kerbau Rawa Gambut\Foto 6 Arlan, Desa Bangsal OKI.jpeg
Gambar : Aktivitas masyarakat menggembala Kerbau rawa di Desa Bangsal Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Foto: Yusri Arafat

 

Dikutip dari Mongabay, ada alasan kuat mengapa masyarakat Kuro, Bangsal, dan Mengris yang berada di Pulau Kuro, tetap mempertahankan atau memelihara kerbau pampangan. Muhammad Husin, salah satu warga Desa Bangsal menyatakan “Di daerah lain mungkin memelihara kerbau hanya bertujuan ekonomi semata. Tapi, bagi kami, memelihara kerbau juga berarti simbol keluarga. Artinya, kerbau akan dijual jika si pemiliknya benar-benar butuh uang seperti mau menyekolahkan atau menikahkan anak. su. Kalau dijual, tergantung berat, kisaran Rp 15-20 juta per ekor”. (https://www.mongabay.co.id/2019/03/04/lanskap-lestari-cara-desa-bangsal-berdaulat-pangan-dan-menjaga-bentang-alam/ ).

 

Masyarakat masih percaya, memelihara kerbau sebagai wujud kesetiaan pada Sultan Palembang yang berkuasa tempo dulu. Sebagaimana yang juga dinyatakan oleh Muhammad Husin, “Sebab, sebagian besar kerbau di sini merupakan keturunan kerbau milik Sultan Palembang yang didatangkan dari India pada waktu itu,” ujarnya.

 

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No.694/Kpts/PD.410/2/2013 tentang Penetapan Rumpun Kerbau Pampangan, dijelaskan bahwa rumpun kerbau pampangan berasal dari India yang kemudian disilangkan dengan kerbau lokal. Kerbau ini memiliki ciri-ciri kepala hitam, leher bagian bawah berwarna putih membentuk setengah lingkaran, dan warna tubuh dominan hitam. Sementara, mukanya segitiga pendek agak cembung dan memiliki ruang dahi lebar. Sedangkan tanduknya, pendek, melingkar ke belakang arah dalam.

 

Disebutkan pula dalam keputusan tersebut, kerbau pampangan sebagai kekayaan Sumber Daya Genetik (SDG) Ternak Lokal Indonesia. Kerbau ini mempunyai keragaman bentuk fisik yang khas, dibandingkan kerbau asli dan kerbau lokal lain. Dengan sejumlah penjelasan itu, kerbau pampangan harus dilindungi dan dilestarikan.

 

Selain menjaga tradisi yang sudah turun-temurun, bahwasanya keberadaan kerbau rawa pampangan berdampak positif terhadap lingkungan, yang dalam hal ini adalah ekosistem rawa gambut. Di alam, kerbau merupakan salah satu ecosystem engineers yang dapat menentukan kondisi habitat bagi banyak spesies lain. Sebagai grazer yang hobi berkubang, kerbau berperan membentuk ekosistem khas. Keberadaan dan populasinya pun menjadi faktor penting penentu kelangsungan hidup beberapa satwa predator.

 

Selama puluhan tahun, masyarakat di Kabupaten OKI telah mengembangkan usaha kerajinan dan pengolahan ikan yang sangat arif terhadap lingkungan, termasuk peternakan kerbau rawa. Berbagai bentuk produk dari pengolahan ini pun beragam, dari kerajinan purun, bambu, ikan asap, ikan asin, puan dari susu kerbau, dan lain sebagainya.

 

Hanya saja, sumber ekonomi yang arif dengan lingkungan tersebut mulai ditinggalkan masyarakat karena pemasarannya tidak berkembang atau sumber bahan bakunya mulai berkurang. Misalnya, kerajinan purun dan bambu mulai jarang dikerjakan masyarakat karena pemasaran yang lemah, sementara ikan dari alam sudah mengalami kekurangan sejalan dengan rusaknya ekosistem lahan gambut. Termasuk, karena tingkat popularitas dari peternakan kerbau rawa di kalangan masyarakat yang mulai menurun. Oleh karena itu, banyak anggota masyarakat yang kemudian beralih ke kegiatan ekonomi yang cenderung tidak arif terhadap kelestarian ekosistem lahan gambut dan ikut berkontribusi terhadap kerusakan lahan gambut tersebut.

 

Berita Lain