Strategi.id – Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria yang ditanda-tangani Presiden Jokowi pada 24 September 2018 lalu. Menjadi wujud komitmen dari presiden untuk mengatasi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah serta guna menyelesaikan konflik agraria.
Kantor Staf Presiden mendorong agar momentum berupa komitmen politik dari pemerintah pusat ini disambungkan dengan komitmen para gubernur, termasuk di Provinsi Sumatera Selatan. Disarankan, agar pemerintah provinsi menjadikan Reforma Agraria sebagai prioritas pembangunan provinsi, yang dituangkan dalam RPJMD 2018-2023, RKP Provinsi 2019, dan RAPBD Provinsi 2019.
Pernyataan itu ditegaskan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Usep Setiawan saat menghadiri Rembuk Tani 2018 bertema ‘Memperkuat Arah Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial Menuju Kedaulatan Petani Sumatera Selatan’ di di Auditorium RRI Palembang, Selasa, 9 Oktober 2018.
Rembuk yang digelar WALHI Sumsel bersama Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Sumsel, dan Serikat Petani Sriwijaya (SPS) ini dihadiri Gubernur Sumsel periode 2018-2023, Herman Deru, yang belum lama ini dilantik Presiden Jokowi.
Rembuk Tani diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional, 24 September 2018 sebagai hari pengingat lahirnya UU Pokok Agraria No. 5/1960. Hadir sekitar 500 petani dari sejumlah kabupaten di Sumatera Selatan. Melalui rembuk ini, dibahas mengenai berbagai masalah yang dihadapi petani dan solusi yang dianggap penting dan mungkin untuk dilakukan secara bersama oleh kaum tani bersama pemerintah.
Dalam sambutannya, Usep Setiawan memaparkan materi mengenai perkembangan kebijakan nasional untuk percepatan RA, khususnya di Sumsel. Usep menyampaikan selamat bertugas kepada Gubernur Sumsel Periode 2018-2023.
“Diharapkan, Sumsel sebagai salah satu provinsi termaju di Sumatera, bisa dilanjutkan menjadi provinsi yang melaksanakan keadilan bagi petani,” ungkapnya.
Dengan demikian, reforma agraria sebagai program prioritas nasional langsung tersambung dengan peran penting pemerintah provinsi sebagai representasi pemerintah pusat sekaligus mengkoordinasikan kabupaten/kota untuk sama-sama menyiapkan dan menjalanakan RA dan PS.
Dalam pelaksanaan RA dan PS, Usep menekankan pentingnya peran serta yang aktif dari organisasi rakyat. Yang mewakili petani, masyarakat adat, CSO, dsb. Dalam hal ini, kepada Guebrnur Sumsel disarankan agar melibatkan perwakilan organisasi rakyat dalam keanggotaan Gugus Tugas RA Provinsi dan di kabupaten/kota. Partisipasi aktif menjadia salah satu prasyarat sukses dari RA dan PS.
Penyelesaian konflik lahan melalui reforma agraria perlu dukungan pemerintah daerah, salah satunya dengan membentuk gugus kerja di setiap kota dan kabupaten.
Pada Rembuk Tani ini, Gubernur Sumsel, Herman Deru menjanjikan gugus kerja reforma agraria (GTRA) akan dibentuk secepatnya. Minimal dalam tiga bulan ke depan. Deru mengaku baru saja menyampaikan visi dan misi pemerintahannya selama lima tahun ke depan di hadapan kalangan legislatif daerah, salah satunya mengembalikan Sumsel menjadi lumbung pangan nasional, di antaranya menyelesaikan berbagai jenis persoalan petani di Sumsel.
“Soal reforma agraria saya menilainya sebagai alih fungsi. Saya baru saja memaparkan apa yang menjadi visi dan misi pembangunan saya, salah satunya saya ingin Sumsel kembali menjadi lumbung pangan,” kata Herman Deru.
Guna mewujudkan hal itu, Deru mengaku membutuhkan berbagai langkah khususnya menyelesaikan apa yang menjadi permasalahan di hulu pertanian di Sumsel. Konflik lahan di Sumsel menjadi salah satu perhatian dalam pemerintahannya. Karena itu program reforma agraria yang menjadi Nawacita Presiden Jokowi akan segera teralisasi di Sumsel.
“Saya yakin dengan semakin banyak petani, maka kemampuan produksi dan daya saing Sumsel akan semakin tinggi. Karena itu, pernak pernik permasalahan terlebih dahulu perlu diketahui dan diinvestigasi lebih banyak, termasuk mengenai konflik lahan tersebut,” katanya.
Deru juga menyatakan, sebelum akhir tahun atau berdasarkan waktu yang diamanatkan dalam Perpres 86 Tahun 2018 tersebut. Akan segera membentuk gugus tugas penyelenggaraan reforma agraria di Sumsel. Dengan semakin cepat gugus tugas tersebut terbentuk di Sumsel, termasuk di seluruh kota dan kabupaten, maka penyelesaian konflik lahan akan cepat terselesaikan.
“Secara mekanisme saya ingin ada kewenangan yang diberikan kepada daerah dalam penyelesaian. Misalnya dalam luasan konflik tertentu atau batasan kewenangan pemerintahan. Sehingga jangan seluruh persoalan konflik harus menunggu penyelesian oleh pemerintah pusat,” jelasnya.
Meski belum mempersiapkan teknis pembentukan gugus kerja reforma agaria, Deru menyatakan sepakat dengan penyelesaian konflik yang memberikan akses kepada petani guna menggarap dan mengoptimalkan lahan.
“Konflik berkepanjangan, padahal petani terutama petani gurem atau petani kecil hanya menanam tanaman musiman. Bukanlah lebih baik lahan berkonflik diselesaikan dengan berbagai mekanisme reforma agraria,” terangnya.
Ada tiga langkah yang akan dilakukan pemerintah selain melakukan investigasi atas konflik-konflik lahan di Sumsel. Yakni melakukan konsolidasi seluruh staf dan satuan vertikal lainnya dan ketiga yakni merekomendasikan solusi atas konflik-konflik lahan tersebut.
“Sebelum pergantian tahun, sudah ada solusi-solusi atas konflik yang disampaikan para petani di rembuk petani Sumsel tadi,” urainya.
Rembuk ratusan petani yang masih mengalami konflik tanah ini selain dihadiri Usep Setiawan dari KSP. Juga dihadiri Nur Kholis (Mantan Ketua Komnas HAM), Anwar Sadat (Pegiat lingkungan hidup dan reforma agraria). Pejabat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Yang membidangi perhutanan sosial dan konflik sebagai narasumber. Juga hadir para kepala OPD terkait di Provinsi Sumsel.
Menurut catatan KSP, Sumsel merupakan provinsi pertama yang mensosialisasikan sekaligus menargetkan pelaksanaan Perpres No. 86 Tahun 2018 yang baru ditandatangi Presiden Joko Widodo pada 24 September lalu. Semoga provinsi dan kabupaten/kota lain juga bisa segera menggulirkan reforma agraria merujuk perpres tersebut.
Sumber: https://strategi.id/komitmen-presiden-untuk-mengatasi-konflik-agraria-di-sumatera-selatan/