Serang, BantenTribun.id— Konflik agraria di Pulau Sanghiang antara masyarakat dengan PT Pondok Kalimaya Putih (PKP) yang sudah terjadi sejak 1990 sampai sekarang. Konflik ini menyeret tiga orang warga setempat menjadi terdakwa.
Mardata, Masrijan, dan Lukman, ketiganya dihadapkan dengan tuduhan dugaan tindak pidana penyerobotan lahan, yaitu menyewakan tanah yang bukan haknya.
Ketiga orang tersebut, menjalani sidang dakwaan pertama di Pengadilan Negeri Serang (PN) Kelas 1 A dengan didampingi oleh penasehat hukum dari LBH Rakyat Banten, Selasa, (06/11).
” Ini merupakan sidang pertama masyarakat Pulau Sangiang dan tiga orang ditetapkan menjadi tersangka setelah limpah perkara dinyatakan P21. Persidangan pada hari ini, terkait dengan dugaan tindak pidana pasal 385 angka 4 KUHP atau pasal 167 KUHP tentang penyerobotan lahan yaitu menyewakan tanah yang bukan haknya,” kata Arfan Hamdani, penasehat hukum LBH Rakyat Banten, seusai sidang, Selasa, (06/11).
Arfan menyayangkan atas tindakan dan langkah yang dilakukan oleh pihak PT PKP sebagai penggugat. Menurutnya, itu bukan merupakan sebuah solusi dari kasus yang berlarut-larut itu.
” Terkait dengan kepemilikan lahan disana, antara perusahaan dengan masyarakat yang tidak kunjung selesai sampai dengan posisi saat ini, warga dilaporkan pidana. Sebenarnya kami dari penasehat hukum, menyayangkan atas langkah yang ditempuh oleh pihak penggugat. Pasalanya, jika berkaitan dengan konflik agraria, saya rasa jalan pidana ini bukan penyelesaian,” lanjutnya.
Namun, terang Arfan, setelah pihaknya mendengarkan jaksa penuntut umum dan memanggil para terdakwa untuk berdiskusi, maka disidang selanjutnya mereka akan mengajukan presekusi keberatan atas tuntutan jaksa penuntut umum.
” Setelah mendengarkan jaksa penuntut umum dan memanggil para terdakwa untuk berdiskusi. Kami menyimpulkan, agenda selanjutnya atau minggu depan, mengajukan presekusi atau keberatan atas penuntutan jaksa penuntut umum, terkait tuduhan yang dilayangkan oleh pihak kejaksaan dalam persidangan ini,” terangnya.
Arfan menjelaskan pihak masyarakat dan pihak Pemkab Serang sudah pernah melakukan upaya untuk menyelesaikan masalahan tersebut. Tapi pihak PT PKP sendiri malah tidak hadir pada waktu itu.
” Upaya-upaya yang ditempuh sampai dengan hari ini, termasuk pertemuan di Kantor Bupati. Pada waktu itu Panji Tirtayasa selaku Wakil Bupati, mengundang kita semua. warga, pihak Pemerintah dan juga dari PT PKP. Namun sayangnya, yang tidak hadir itu pihak dari PT PKP itu sendiri,” jelasnya.
Arfan menegaskan, walaupun pihak PT PKP tidak hadir, pihaknya telah melibatkan pemerintah Kabupaten Serang yang mempunyai kebijakan di daerah. Pihaknya akan terus menindaklanjuti proses tersebut.
“Ini yang menjadi pertanyaan, mengapa pihak PT PKP tidak hadir meskipun yang memanggil itu dari pihak pemerintah daerah. Sampai hari ini, masih kita tindak lanjuti proses tersebut. Karena sebenarnya warga tinggal disana juga bukan sehari dua hari, bahkan ada yang sudah 4-6 generasi menetap disana dan mereka pegang dokumen juga,” tegasnya.
Ketua Dewan Kesrjahteraan Madjid (DKM) Pulau Sangiang, Sofiyan Saori berharap kepada pihak Pengadilan Negeri Serang, agar serius dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
” Kita selalu taat kepada hukum, kita sering diundang mediasi dan hadir. Karena permasalahan di pulau Sanghiang ini sudah dari tahun 90. Semoga saja pihak pengadilan
terbuka pintu hatinya, serius, dan ingin menyelesaikan permasalahan ini. Alhamdulillah ke 3 terdakwa tidak ditahan tadi,” singkatnya (fz-kar)
Sumber: https://bantentribun.id/konflik-agraria-di-pulau-sanghiang-yang-terus-berlarut/