Kementerian Agraria Mulai Distribusikan Lahan Bekas HGU

 

 Admin    08-11-2018    00:00 WIB  

Warga Desa Magkit dan Basaan, Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, sudah hidup di sana sekitar 92 tahun tanpa ada kejelasan. Baru, akhir Oktober (29/10/18), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (KATR/BPN) memberikan sertifikat lahan seluas 444,46 hektar terdiri dari 313 keluarga.

 

Tanah ini merupakan lahan garapan Serikat Petani Minahasa atas eks hak guna usaha (HGU) PT Asiatik pada 1982 terpecah jadi tiga bagian, PT Mawali Waya, PT Nusa Cipta Bhakti dan PT Kinawang Waya. Lahan ini ditelantarkan perusahaan.

 

Sofyan Djalil, Menteri ATR/BPN mengatakan, lokasi itu salah satu implementasi redistribusi lahan Oktober lalu. ”Kemarin kita sudah lakukan 500 hektar (444,46 hektar) di Sulawesi Utara, kita sudah redistribusi juga,” kata Muhammad Ikhsan, Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN.

 

Hingga akhir Oktober, realisasi target pengakuan lahan masyarakat eks HGU 236.630,46 hektar dari target 400.000 hektar.

 

Tanah garapan petani SPM ini merupakan salah satu Lokasi prioritas reforma agraria (LPRA), merupakan usulan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) bersama anggota organisasi rakyat yang diserahkan pemerintah tahun 2017.

 

Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal KPA mengatakan, pendistribusian Desa Mangkit dan Desa Basaan, merupakan pecah telor redistribusi lahan eks-HGU dari Peraturan Presiden Nomor 86/2018 tentang Reforma Agraria.

 

”Itu pecah telor dari perpres dan lahir dari konflik yang sudah kronis puluhan tahun, tak ada kepastian hukum dan digantung terus menerus,” katanya kepada Mongabay.

 

Lahan terdiri dari 515 bidang itu satu dari 444 lokasi LPRA diserahkan resmi masyarakat sipil kepada pemerintah pada Global Land Forum lalu di Bandung.

 

Ada 444 lokasi 654.392 hektar dengan 144.808 rumah tangga petani tersebar di 20 provinsi dan 98 kabupaten. Rinciannya, kawasan hutan 218 lokasi seluas 244.648 hektar dengan 74.761 keluarga. Untuk status non hutan 226 lokasi (409.744 hektar) dengan 70.047 keluarga.

 

Adapun, tipologi konflik agraria mayoritas pada HGU perusahaan perkebunan negara 125 konflik dan HGU perkebunan swasta 85 konflik. Untuk status hutan 103 konflik pada perusahaan kehutanan negara, 53 konflik izin perusahaan kehutanan swasta dan 48 konflik dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena penunjukan sepihak kawasan hutan.

 

Langkah ini, katanya, jadi pendorong pemerintah tak ragu memberikan redistribusi lahan dari eks HGU telantar oleh investor dalam berupa perkebunan. ”Apalagi, lahan itu sudah dikuasai puluhan tahun, digarap dan ditinggali warga atau petani,” katanya.

 

Dia berharap, perpres ini jadi niat baik dan komitmen serius pemerintah. “Tak hanya baik dan positif di regulasi namun gagal implementasi.”

 

Selain, HGU terlantar juga pelepasan kawasan hutan dan lahan BUMN, PTPN pun dilaksanakan.

 

Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, pemerintah mendudukkan reforma agraria dalam payung lebih luas, termasuk pemerataan ekonomi. Ia terdiri dari tiga pilar besar, pertama, lahan dengan ujung tombak reforma agraria, kedua, kesempatan berusaha dan kesempatan bekerja, ketiga, kualitas dan kapasitas sumber daya manusia.

 

Dengan begitu, katanya, dalam pelaksanaan reforma agraria ini perlu sinergi lintas kementerian dan lembaga terkait, seperti KATR/BPN, KLHK, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, gubernur, wali Kota dan bupati.

 

Simon Aling, Ketua SPM mengatakan, perjuangan mereka tak akan berhenti pada pengakuan lahan. Bersama masyarakat, katanya, SPM sudah menyiapkan rencana dan strategi pasca redistribusi lahan.

 

”Desa Mangkit dipersiapkan sebagai salah satu desa maju reforma agraria (Damara). Karena itu kami mempersiapkan segala hal seperti pengembangan sistem produksi, koperasi,” katanya dalam keterangan tertulis kepada Mongabay.

 

Damara, katanya, langkah menuju pengelolaan desa bersama oleh warga melalui badan usaha bersama, seperti koperasi, credit union dan lain-lain, termasuk sistem pemasaran dan distribusi lebih adil.

 

Langkah ini, katanya, jadi kombinasi dan sinergi antara pembaruan agraria dengan pembangunan pedesaan usungan KPA.

 

Damara, katanya, meliputi perubahan tata kuasa, tata guna, tata kelola, tata produksi hingga tata konsumsi yang berpihak petani (keluarga petani miskin). ”Terlebih dahulu diawali perombakan ketimpangan penguasaan tanah dan perencanaan ruang dan wilayah secara partisipatif oleh warga.”

 

Konflik lahan

 

KATR/BPN berkomitmen menyelesaikan konflik agraria. ”Ada sengketa tanah (berkonflik) 8.000 kasus. Yang bikin pusing kami ada yang konflik 20-30 tahun,” kata Sofyan usai menghadiri Rapat Koordinasi Gugus Tugas Reforma Agraria, di Jakarta, akhir Oktober.

 

Meski begitu, ATR masih belum mengetahui 8.000 di mana jelas bidang tanah berkonflik itu. Dia berkomitmen menyelesaikan konflik, terutama cara musyawarah, pilihan terakhir dengan jalur pengadilan. Sofyan berharap, konflik selesai secara kekeluargaan dan menguntungkan semua pihak.

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun telah menyerahkan peta indikatif seluas 994.000 hektar dan sedang masuk tahap verifikasi lahan oleh KATR/BPN.

 

“Selanjutnya, jika sudah diverifikasi, akan jadi obyek reforma agraria,” katanya.

 

Sedang total inventarisasi potensi luasan peta indikatif tanah obyek reforma agraria (tora) KLHK 4.949.738 hektar. Angka ini, 417.485 hektar dari kewajiban 20% kepada masyarakat dari pelepasan kawasan hutan untuk perusahaan perkebunan. Ia tersebar di Gorontalo, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Papua, Papua Barat, Riau, Kepulauan Riau, Maluku Utara, Sumatera Barat, dan Sulawesi Utara.

 

Lalu, 1.834.539 hektar dari hutan produksi konversi atau tak produktif, 1.118.965 hektar dari pertanian lahan kering yang jadi sumber mata pencaharian masyarakat. Lalu, 502.382 hektar dari pemukiman transmigrasi dan fasilitas yang sudah mendapat persetujuan prinsip, 642.835 hektar berupa pemukiman, fasilitas umum, dan fasilitas khusus, seluas 366.504 hektar lahan garapan sawah dan tambak, dan 67.028 hektar program pemerintah untuk pencadangan pencetakan sawah baru.

 

”Untuk mendukung reforma agraria sudah ada keluar Perpres Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, Nomor 88/2017.”

 

Muhammad Ikhsan mengatakan, langkah lanjutan identifikasi dan inventarisasi peta indikatif lahan yang sudah lepas alias sudah jadi areal penggunaan lain.

 

Setelah menyerahkan 994.000 hektar, wilayah lain masih dalam proses finalisasi lahan KLHK. ”Kami targetkan (penyerahan pelepasan dari potensi tora [yang sudah dipetakan KLHK] sampai akhir tahun ini genap satu juta hektar lebih,” kata Sigit Hardwinarto, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK.

 

Kelancaran proses itu, kata Sigit, tergantung pendanaan dan sumber daya manusia. Program yang terhitung baru ini, katanya, juga perlu konsolidasi dengan pemerintah daerah.

 

Berdasarkan catatan KPA 2017, terdapat 659 konflik agraria dengan luasan 520.491,87 hektar melibatkan 652.738 keluarga. Sebanyak 208 konflik di sektor perkebunan (32 %), 199 konflik pada sektor properti (30%), 94 konflik pada sektor infrastruktur (14%), 78 konflik pada sektor pertanian (12 %), 30 konflik di sektor kehutanan (5%), 28 konflik pada sektor pesisir dan kelautan (4%), serta 22 konflik sektor pertambangan (3%).

 

Sedangkan, laporan yang ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun menunjukkan tingginya konflik agraria di negeri ini. Data Komnas HAM 2015, menyatakan, sekitar 6.000-7.000 kasus masuk, 15%-20% pengaduan konflik agraria, antara lain sengketa pertanahan, perebutan akses sumber daya alam di berbagai sektor, baik kehutanan maupun non-kehutanan, seperti perkotaan, pedesaan, bahkan pesisir.

 

Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan mengatakan, KSP telah membentuk tim khusus menangani konflik agraria. ”Kami menerima 555 kasus konflik agraria seluas 627.000 hektar jadi bagian yang kita tangani dan selesaikan dari pusat hingga daerah,” katanya.

 

Dia berkomitmen menjalankan perpres jadi indtrumen paling efektif. ”Pemerintah daerah jangan ragu menjalankan, mari kita kolaborasikan mana yang bisa kita jalankan,” katanya, seraya bilang, Presiden Joko Widodo telah mengarahkan, kalau ada konflik agraria jangan ragu untuk menangani.

 

Sumber: http://www.mongabay.co.id/2018/11/08/kementerian-agraria-mulai-distribusikan-lahan-bekas-hgu/

Berita Lain