Pemanfaatan Tanah Reforma Agraria Dilaksanakan Melalui Sistem Klaster

 

 Admin    03-11-2018    00:00 WIB  

Pemerataan ekonomi merupakan salah satu kebijakan yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. Kebijakan itu dilakukan melalui beberapa cara antara lain penyediaan lahan, kesempatan berusaha, dan peningkatan keterampilan. Ketiga cara itu ditempuh antara lain melalui program reforma agraria. Begitu pemaparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, dalam dalam Rapat Koordinasi Nasional Gugus Tugas Reforma Agraria di Jakarta, Rabu (31/8).

Sebagaimana diketahui pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Darmin menyebut reforma agraria sebagai salah satu program untuk mendukung kebijakan pemerataan ekonomi khususnya dalam rangka penyediaan lahan. Dampaknya diharapkan signifikan menurunkan angka kemiskinan, rasio gini dan tingkat pengangguran.

Sebagaimana dilansir laman Kemenko Perekonomian, Darmin menyebut reforma agraria bukan sekadar bagi-bagi tanah untuk subyek reforma agraria seperti buruh tani. “Kita tidak hanya memberikan hak milik atas lahan kepada petani tetapi sekaligus memberikan akses permodalan, pasar, serta keterampilan yang diperlukan,” kata Darmin.

Untuk meningkatkan skala ekonomi, Darmin mengatakan pemanfaatan tanah objek reforma agraria (Tora) dilaksanakan melalui sistem klaster. Melalui sistem ini lahan dikelola secara berkelompok dengan satu jenis komoditas unggulan tertentu, misalnya cabai atau jagung. Dengan begitu usaha tani yang dilakukan memiliki daya saing dan mencapai skala ekonomi, serta produktivitas yang cukup. Pemerintah menetapkan target Tora seluas 9 juta hektar dan perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar.

Melalui sistem klaster petani melakukan aktivitas budidaya yang mengintegrasikan beberapa jenis tanaman. Lahan digarap secara berkelompk dalam skala besar (lebih dari 10 hektar). Pemanfaatan hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan dijual kembali dalam bentuk produk turunan yang bernilai ekonomis tinggi. Sistem ini ditunjang dengan teknologi dan mekanisasi.

Penerima Tora menurut Darmin akan mendapat bantuan berupa sarana produksi pertanian, bibit unggul, dan penyediaan fasilitas paska panen seperti pengering atau gudang. Selain itu mereka akan mendapat fasilitas penyediaan kredit usaha rakyat (KUR) dari bank BUMN. Serta mendapat jaminan pemasaran untuk hasil produksi. Untuk melaksanakan itu pemerintah akan menugaskan BUMN dan perusahaan besar yang akan bertindak sebagai avalis dan offtaker sekaligus memberikan pendampingan.

Darmin mencatat instumen lain yang penting dalam pelaksanaan reforma agraria yakni penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH). Hal ini telah diatur dalam Peraturan Presiden No.88 Tahun 2017 tentang PPTKH. Salah satu tujuannya untuk menyelesaikan konflik agraria dan memberikan status hukum yang jelas terhadap penggunaan lahan baik garapan petanian, perkebunan, tambak, termasuk sarana fasilitas sosial dan umum yang dikelola pemerintah daerah.

Lewat PPTKH, pemerintah akan mengamankan kawasan konservasi secara utuh, dan melakukan perubahan batas kawasan jika lahan tersebut tidak lagi termasuk hutan produktif serta layak untuk digarap petani. “Kita akan jadikan lahan tersebut menjadi Tora,” urai Darmin.

Di sela acara tersebut Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Djalil, yakin reforma agraria berdampak besar terhadap perekonomian Indonesia, sekaligus dapat mengurangi konflik agraria. “Dampak ekonomi reforma agraria luar biasa karena masyarakat yang selama ini tidak punya tanah bisa punya akses terhadap tanah. Konflik juga akan berkurang,” paparnya.

Sofyan menilai konflik agraria yang selama ini terjadi, khususnya di perkebunan karena masyarakat yang menggarap lahan tidak mengantongi sertifikat. Oleh karenanya pemerintah terus berupaya menerbitkan sertifikat untuk masyarakat. Saat ini pemerintah berupaya menerbitkan sertifikat untuk 80 juta bidang tanah dan targetnya tahun 2025 seluruh bidang tanah di Indonesia sudah bersertifikat.

Menurut Sofyan jumlah konflik agraria jumlahnya sedikit, sekitar 8 ribu kasus, tapi penyelesaiannya rumit karena ada konflik yang berlarut selama puluhan tahun tidak selesai. Salah satu upaya yang akan ditempuh pemerintah untuk mengatasi konflik itu selain melalui pengadilan juga akan memanggil para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan masalah secara win-win.

 

Sumber: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bdd276f36f6a/pemanfaatan-tanah-reforma-agraria-dilaksanakan-melalui-sistem-klaster

Berita Lain