Hutan adat Wana Posangke Sulawesi Tengah Kab. Morowali Utara
Hutan Adat
Penetapan Hak
735
23-08-2017
Hutan adat Kasiala Sulawesi Tengah Kab. Tojo Una-Una
Komunitas Tau Taa Wana yang hidup di Kasiala, sejak tahun 1980-an berkonflik dengan HPH PT Rona Kartika. Saat ini mereka terancam kembali dengan rencanapembangunan transmigrasi 2 Satuan Pemukiman.
Hutan Adat
Usulan
736
23-08-2017
Hutan adat Ngata Raranggunau Sulawesi Tengah Kab. Sigi
Hutan Adat
Usulan
737
23-08-2017
Hutan adat Dombu Sulawesi Tengah Kab. Sigi
Hutan Adat
Usulan
738
23-08-2017
Hutan Adat Sungai Limau Riau Kab. Indragiri Hulu
Hutan Adat
Usulan
739
04-08-2017
Hutan Adat Pandumaan Sipituhuta Sumatera Utara Kab. Humbang Hasundutan
Konflik berawal saat terbit SK Menteri Kehutanan No. 44/Menhut-II/2005, tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara disebutkan didalamnya untuk mengharuskan kepada PT. Indorayon Utama yang berubah nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) wajib melaksanakan penataan tapal batas wilayah kegiatan tanaman industrinya selambatnya 36 bulan sejak keputusan dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan RI, hingga pada saat ini pihak PT. TPL tidak melaksanakan penataan tapal batas wilayah kegiatan tanaman industri tersebut di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Surat Dinas Kehutanan Sumut Nomor 552.21/0684/IV, tertanggal 29 Januari 2009, perihal Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Toba Pulp Lestari Tahun 2009 TPL dan yang terbaru RKT TPL 2013 berlaku layaknya pemegang tunggal penguasaan hutan di wilayah eksplorasi dan sekitarnya. Tentu peraturan itu telah mengesampingkan Hak masyarakat adat atas pengelolahan lahan di Indonesia. Pasca keluarnya SK itu Sampai pada Tahun 2013, PT.TPL telah menguasai areal hutan kemenyan seluas 1000 Ha.
Konflik kembali memanas yang ditandai dengan penangkapan 16 orang masyarakat adat oleh Polres Humbang Hasundutan. Tentu hal ini membuat masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta merasa terpukul atas bentuk pidana yang dikenakan oleh pihak kepolisian. Sementara masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta hanya mempertahankan tanah adat/ ulayat yang merupakan hutan kemenyan yang telah turun-temurun menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat dalam penyelesaian sengketa yang telah ditempuh penyelesaian sengketa diluar pengadilan mengadukan atau menyampaikan persoalan ini di tingkat daerah maupun pusat. Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan menampung aspirasi masyarakat dan meneruskan aspirasi tersebut ke Kementerian Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta. Berulangkali Pemerintah Kabupaten melayangkan surat ke Kementerian Kehutanan RI di Jakarta agar PT. TPL menghentikan sementara kegiatannya di wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan sampai penetapan tapal batas antara konsesi lahan yang dimiliki PT. TPL.
Hutan adat atau hutan kemenyan (tombak haminjon) yang bertahun-tahun dalam kuasa perusahaan bubur kertas itu, balik ke masyarakat adat lewat perjuangan panjang, bertahun-tahun.
Delima Silalahi, Koordinator Studi dan Advokasi Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) mengatakan, sejak TPL masuk ke tanah adat Pandumaan-Sipituhuta menghancurkan ribuan batang kemenyan yang selama ini jadi mata pencarian warga. Praktis, taraf ekonomi warga menurun.
Mata pencarian utama mereka sudah hilang, hingga memenuhi kebutuhan hidup keluarga, para istri membantu suami dengan pergi ke ladang di kampung mereka.
Hutan Adat
Penetapan Hak
740
04-08-2017
Hutan Adat Bukit Sembahyang dan Padun Gelanggang Jambi Kab. Kerinci
“Hutan adat kita ini sudah diakui lama, kita sudah jaga selama ini. Tapi tidak ada satupun kegiatan yang ada di sini, selain bantuan bibit dan penanaman saja untuk kami”, tutur Haimi
saat verifikasi dan validasi hutan adat dilakukan bersama Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di bulan November 2015. Sambil menghisap sebatang rokok, Haimi, petinggi adat di Hutan Adat Bukit Sembahyang dan Padun Gelanggang menceritakan kondisi pasca penetapan hutan adat oleh Bupati Kerinci yang dialami oleh masyarakat Desa Air Terjun, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Raut wajahnya terlihat menghitam setelah berkeliling di lokasi hutan adat, namun masih bersemangat menunjukkan apa saja yang telah masyarakat lakukan di wilayah hutan adat. Sejenak dia berhenti untuk menunjukkan bahwa sebagian areal telah digarapnya untuk ditanami kayu surian (
toona sureni merr),
kayu manis dan bambu untuk memberikan keuntungan ekonomis dan menjaga zonasi lereng hutan adat yang rentan longsor.
Persoalan sengketa di dalam dan sekitar hutan adat tidak dipungkiri masih terus terjadi selama pengelolaan hutan adat dilakukan. Persoalan sengketa yang umumnya terjadi adalah terkait persoalan tenurial dan pengelolaan sumber daya di dalam dan sekitar hutan adat. Berawal dari sengketa pengelolaan kawasan hutan, beberapa pengelola hutan adat seperti di Hutan Adat Bukit Sembahyang dan Padun Gelanggang di Desa Air Terjun, Kecamatan Siulak serta Hutan Adat Bukit Tinggai di Desa Sungai Deras, Kecamatan Air Hangat Timur mengkodifikasi sejumlah peraturan adat yang sebelumnya dijalankan secara verbal menjadi tertulis dalam bentuk peraturan lembaga kerapatan adat untuk pengelolaan hutan hak adat.