DATA WILAYAH KELOLA
No. Tanggal Input Nama Wilayah Kelola Profil Jenis Wilayah Kelola Tahapan  
3201 14-08-2019 Komunitas Adat Tangsa
Sulawesi Selatan 
Kab. Enrekang 
Sejarah asal usul Masyarakat Adat Tangsa berdasarkan SALUAN NENEK / cerita turun temurun adalah perkawinan antara dua orang yang pertama (termasuk manusia ajaib) yaitu DASSI LONDONGAN dengan SAEMBONA yang melahirkan tiga orang anak yaitu : 1. Masoang 2. Embong Bulan 3. Takke Buku Dikatakan sebagai manusia ajaib karena kedatangan, kelahiran dan kematian mereka tidak diketahui, hingga sangat ajaib dan kalau diceritakan sangat panjang. Terbentuknya Komunitas Masyarakat Adat Tangsa/ A’PA TEPONA BUA’ yaitu pada generasi ke empat (4) dari manusia pertama itu ada yaitu diawali dengan terbentuknya BUA’ di Alla’ menyusul BUA’ di tangsa, BUA’ di kaduaja dan to’ue. 1. Bua’ Alla Struktur Lembaga adat di Bua’ alla dibentuk Nene’ Tangdigau (Penguasa adat masa itu) bersama pejabat adat tongkonan lainnya sebagai berikut : a. To bara’ (Tongkonan buntu dijabat Tangdigau Bertugas mengendalikan/ memimpin pemerintahan adat (bahasa daerah pera’pak tomawatang petumpak tomadodong) b. To Indo’ (tongkonan buntu tangga dijabat pemilean) bertugas mengatur jalannya pemerintahan adat, kesehatan, pertanian dan peternakan (bahasa daerah tosirio tallu lolona ) c. To Manyampan (to sumerek tongkonan lombok dan tongkonan to lamba’ menangani peradilan adat dan lain lain. d. To Mentaun (tongkonan buntu lalandi dijabat Mede) Yang bertugas mengamati perjalanan bulan dan bintang yang menjadi pedoman memulai sesuatu kegiatan hidup masyarakat antara lain : bidang pertanian, peternakan dll. Pejabat adat tongkonan tersebut di atas dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh 9 (sembilan) Tongkonan yakni : 1. Tongkonan Pollo’tondok, Toma’nyemu 2. Tongkonan Tangdirossok, Tomanobok 3. Tongkonan to’induk (Todipa’pailei) 4. Tongkonan Issong batu (toma’karerang) 5. Tongkonan Kilo kilo jaonan (toma’rinding bamba) 6. Tongkonan Kilo kilo jiongan (Ambe’ pea’ muane) 7. Tongkonan to duajen 8. Tongkonan bala batu / lo’ko bulan (pong seba) 9. Tongkonan bola batu / lo’ko bulan (tandirerung) 2. Bua’ Tangsa Mempunyai struktur lembaga adar sebagai berikut 1. To’mea dengan status to bara’ dijabat oleh ne’ bukku 2. Tampak dengan status to indo’ dijabat oleh nene’ ani 3. Banua sura’ dengan status tosumuruk dijabat oleh mama muli 4. Banua poa dengan status tomanyampan dijabat oleh ambe renni 5. Keppe dengan status tomaknyemu 6. ulu tondok dengan status to mentaun dijabat oleh ambe’ bancong 7. Tanggatondok dengan status tomellaolangi dijabat oleh so, banni 3. Bua’ To’ue Mempunyai struktur lembaga adat sebagai berikut : 1. Tobara’ dijabat oleh ambe’ jeni 2. To indo’ dijabat oleh ambe’ suleman 3. Toma’nyemu dijabat oleh ambe usi 4. Tomanyampan dijabat oleh ambe’ eni 5. Tomentaun dijabat oleh Tappi 6. Tomanobok dijabat oleh goli’ 4. Bua’Kaduaja Mempunyai struktur lembaga adat 1. Kaduaja dengan statusto bara’ dijabat oleh Takkalawa 2. Sangbua dengan status toindo dijabat oleh tambin 3. sangka denganstatus toma’nyemu dijabat oleh juma’ 4. Tomanyampan dijabat oleh pedang 5. Tomentaun dijabat oleh rubak kenden 6. sekpon dijabat oleh indo suri 7. Tokambola dijabat oleh siang Kesepakatan memberikan nama Komunitas Masyarakat Adat A’PA TEPONA BUA’ menjadi Komunitas Masyarakat Adat Tangsa berdasarkan musyawarah adat yang di adakan pada tanggal 24 oktober 2008 di tangsa dengan alasan sbb : 1. Tangsa yang di kenal sebagai pusat sejarah, asal usul dan tempat kedudukan salah satu tongkonan layuk yaitu Tongkonannya Embong Bulan. 2. sebagai suatu organisasi masyarakat adat besar yang pernah ada yaitu Aruan Tangsa Hutan Adat Penetapan Hak
3202 14-08-2019 Kelompok Batu Satail
Sumatera Utara 
Kab. Tapanuli Selatan 
Hkm Desa Batu Satail Tanah Objek Reforma Agraria
3203 14-08-2019 Desa Tangkeno
Sulawesi Tenggara 
Kab. Bombana 
Gambaran umum Desa Tangkeno 1. Letak dan luas a. Desa : Tangkeno b. Kecamatan : Kabaena Tengah c. Kabupaten : Bombana d. DAS/Sub DAS : ......... e. Luas : ........ 2. Batas-batas a. Sebelah Utara : Desa Lengora selatan b. Sebelah Selatan : Desa Enano c. Sebelah Timur : Desa Ulungkura d. Sebelah Barat : Desa Enano 3. Status Kawasan : HL/HPT 4. Kondisi fisik a. Tutupan lahan : Bukaan kebun, Savana dan Hutan sekunder b. Ketinggian : 650-1500 dpl c. Kelerengan : kisaran > 75 % d. Topografi dominan : bergelombang/berbukit/ e. Jenis tanaman yang diusahakan masyarakat: - Jati, jambu mente, Aren, kelapa, - Kopi, Jengkeh, f. Potensi usaha dalam kawasan: - Ekowisata - Madu hutan dan Gula Aren - Jasling air g. Aksesibitas dari desa menuju lokasi : jalan tanah 5. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Demografi kependudukan) Jumlah penduduk : 402 Jumlah KK : 106 Mata pencaharian Utama : Petani Tingkat kesejahteraan masyarakat : Tertinggal Perhutanan Sosial
Hutan Desa
Verifikasi Lapangan
3204 14-08-2019 KTH Hululambuya
Sulawesi Tenggara 
Kab. Konawe 
-- Perhutanan Sosial
Hutan Kemasyarakatan
Penetapan Hak
3205 14-08-2019 Komunitas Adat Uru
Sulawesi Selatan 
Kab. Enrekang 
Masyarakat adat Uru merupakan suatu komunitas yang hidup dan bermukim di lereng Buntu Tonggo yang masih rangkaian dari pegunungan lantimojong. Secara administratif, masyarakat adat uru berada di Kecamatan Buntu Batu, Kabupaten Enrekang. Masyarakat Adat Uru dibentuk diatas ruang kehidupan yang dibangun berdasarkan nilai-nilai keyakinan atas sang pencipta dan pesan para leluhur. Secara turun temurun menjadi suatu tradisi, mewarnai pola hidup, menjadi identitas dan jati diri. Secara Genealogis, leluhur pertama atau istilah Tojolo Masyarakat Adat Uru disebut To Uru/Masan. Masan bermukim dikawasan Babangan Lompona Tana Duri atau gerbang utama tanah duri yang mencakup wilayah Angge Buntu, Eran Batu dan Ledan. Disebut gerbang utama karena pada jaman dulu wilayah tersebut menjadi poros utama lalulintas perjalan Orang-orang yang hendak memasuki wilayah Tanah Duri, Tana Toraja dan yang akan bepergian ke Luwu. Tidak banyak kisah yang terdengar seperti apa dan bagaimana kehidupan Masan kala itu, dari mana asalnya dan siapa istrinya meskipun Masan kemudian memiliki cucu yang bernama Sambira. Tidak didapatkan sumber yang mengetahui atau pernah mendengar siapa nama orang tua Sambira yang merupakan saudara dari orang tua Ne’ Karena’ yang bermukim di Eran Batu. Setelah Sambira, maka generasi berikutnya adalah Lando Kundai yang kemudian melahirkan tiga orang anak. Anak pertama bernama To Pasamban yang mendiami Wilayah Angge Buntu, anak kedua bernama Paboco’ yang memilih pergi dan menetap di Wilayah Bungin dan anak ketiga bernama Paidinan yang kemudian bermukim di Uru. Tokoh Paidinan inilah yang kemudian membangun peradaban di Uru dan keturunanya kelak sebagian menjadi Tomatua Pejujung Bunga lan Pahakampongan. Hutan Adat Penetapan Hak
3206 14-08-2019 Komunitas Adat Tondon
Sulawesi Selatan 
Kab. Enrekang 
Asal usul tondon bahwa beberapa orang disuruh oleh penguasa enrekang naik ke tondon, mereka dibekali uang Mesa’ balasse (Modal), pertama mereka tinggal disuatu tempat namanya dulung kemudian pindah ke buttu Tedong, kemudian pindah ke donga-donga kemudian pindah lagi ke sirattean, terus pindah lagi ke suatu tempat namanya bamba disitulah mulai banyak danmereka sudah berpenghasilan bercocok tanam, beternak dls. Mereka sudah bisa dikatakan suatu masyarakat yang berskala kampung disana terdapat suatu tempat yang tinggi dan rata dan cukup luas, jalan untuk naikhanya ada 2 yaitu (dua tangga/enda) dan yang bisa naik adalah orang yang bersih (mapaccing atena) tempat itulah dinamakan buntu batu yang disebut dengan Tondon setelah mereka mampu membentuk struktur kepemimpinannya/kelembagaannya adatnya maka terbentuk pulalah suatu komunitas yaitu Komunitas Masyarakat Adat Tondon. Struktur lembaga adat Komunitas Tondon terdiri dari : Tomakaka Ada’ (Tomatua) Kapala yaitu Bagian Pemerintahan Paso’ Tomassituru Wilayah adat Tondon ini berada di dataran tinggi sulawesi selatan dan kaya akan sumber daya alam, seperti kopi, cengkeh, merica, durian. Jarak dari ibu kota kabupaten kurang lebih Hutan Adat Usulan
3207 13-08-2019 Liya
Sulawesi Tenggara 
Kab. Wakatobi 
Kadie Liya merupakan wilayah kekuasaan yang secara langsung berada di bawah kekuasaan pemerintah pusat (Kesultanan Buton). Struktur pemerintahan Kadie Liya terdiri dari 120 orang yang dipimpin oleh seorang Meantu’u (La Kina) yang disebut Sara dengan fungsi masing-masing.. Wilayah kekuasaan Kadie Liya meliputi ± 1/3 pulau Wangi-Wangi. Beberapa kawasan seperti Kolo, Pulau Sumanga, Pulau Oroho, Pulau Simpora, dan Lagiampa sejak dulu berada dalam penguasaan Kadie Liya. Hutan Adat Usulan
3208 13-08-2019 Hukaea laea
Sulawesi Tenggara 
Kab. Bombana 
Tobu (kampung) hukaea-laea adalah suatu perkampungan tua orang moronene yang saat ini dihuni oleh keturunan langasung dari generasi orang moronene 1920. Berdasrkan data berupa peta belanda maupun cerita kesaksian orang moronene, tobu hukaea-laea dulunya merupakan perwakilan distrik rumbia yang dipimpin oleh seorang mokole(kepala distrik) yakni almarhum lababa. Bagi orang moronene, tobu hukaea-laea , lampopala dan sekitarnya merupakan waworaha, yakni kawasan yang pernah dihuni leluhur atau nenek moyang dan ditinggalkankarena alasan-alasan tertentu, misalnya wabah penyakit, kematian, gagal panen atau bencana alam yang menimpah hidup mereka. Walaupun ditinggal oleh sebab-sebab tertentu hubungan waworaha dengan orang moronene tidak pernah putus karena waworaha tersebut tetap dikunjungi baik untuk mengambil hasil sumber daya alam maupun berziarah kubur, sebab waworah adalah tanah leluhur yang akan tetap didatangi kembali dan dijadikan lokasi pemukiman dan usaha. Tentang riwayat tobu orang moronene di hulu sungai laea, jauh sebelum terbentuknya tobu hukaea beberapa keluarga moronene bermukim dan berladang disekitar sungai pambaea dan roromponda (kemudian bernama lampopala) yang sekarang di klaim sebagai wilayah TNRAW. Akibat dari ganggauan nyamuk, masayrakat atas persetujuan pemerintah distrik rumbia, berpindah dan membangun perkampungan dilokasi baru yang bernama wukulanu Selain berpindah ke hulu sungai laea, selainnya lagi berpindah kedaerah bawah hulu sungai laea. Tahun 1937, sebagian masyarakat pada laea meminta kepada mokole hukaea (lababa) untuk membangun pemukiman di daerah hulu sungai berdekatan dengan tobu hukaea. Dengan terbentuknya dan berkembangnya sejumlah tobu sepanjang sungai laea, maka pemerintah distrik rumbia yang wilayah mencakup 11 tobu, yakni 7 yang sekarang diklaim sebagai kawasan TNRAW dan 4 lainnya berada diluar taman nasional. Ketujuh tobu yang dimaksud adalah, laea, hukaea, wukulano, wawompoo, wambakowu, lalompala, sedangakan 4 tobu laninya adalah rarongkeu (desa lameroro sekarang) puungkowu (Dusun II wambubangka sekrang) serta tembe (desa hukaea baru sekarang). Keadaan geografis dan lingkungan alam LaEa-HukaEa memiliki kawasan ulayat dengan topografi yang umumnya datar didominasi oleh hamparan padang savana, hutan hujan tropis dataran rendah dan hutan Mangrove. Di bagian barat berbatasan dengan lokasi HTI PT. Barito Pasifik Timber dan Osu (gunung) Mendoke, bagian utara yang dibatasi oleh pengununggan Watumohai dan Tawunaula, bagian timur berbatasan dengan selat Tiworo dan bagian selatan berbatasan dengan HTI PT. Barito Pasifik Timber serta beberapa desa diantaranya desa Lombakasi, Desa Langkowala dan Lantari Jaya. Selain itu di tobu LaEa-HukaEa juga terdapat sungai Lahalo, Raromponda dan sungai LaEa yang bermuara di Teluk Tiworo. Sebagai mana umumnya daerah di Sulawesi Tenggara, iklim di LaEa-HukaEa tergolong dalam iklim tropis dengan musim hujan antara bulan Maret hingga bulan Juni. Hutan Adat Usulan
3209 13-08-2019 Marihat Mayang
Sumatera Utara 
Kab. Simalungun 
konflik masyarakat marihat mayang dengan UD. MAJS Perhutanan Sosial
Hutan Kemasyarakatan
Usulan
3210 18-12-2018 Sei Hambawang Hutan Desa
Kalimantan Tengah 
Kab. Pulang Pisau 
Tanah Objek Reforma Agraria Usulan
Displaying : 3201 - 3210 of 3471 entries, Rows/page: