DATA WILAYAH KELOLA
No. Tanggal Input Nama Wilayah Kelola Profil Jenis Wilayah Kelola Tahapan  
11 03-08-2017 Hutan Adat Kasepuhan Karang
Banten 
Kab. Lebak 
Letak Kasepuhan Karang dapat dibilang agak jauh, sekitar 35 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Lebak di Rangkasbitung dengan kondisi jalan beraspal dan sebagian berbatu. Di Kasepuhan Karang terdapat beberapa sungai yang memiliki peran penting penunjang kehidupan masyarakat untuk kegiatan 1 Hasil Pemetaan Partisipatif (2014), luas Desa Jagaraksa mencapai 1081,286 ha bersawah, kolam dan digunakan untuk kepentingan sehari-hari seperti mandi, cuci dan kakus. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Cikamarung, Cimapag, Cipondok Aki, Cibedug, Cilunglum, Cikadu dan Cibaro. Jenis ikan, yang ditemukan di sungai-sungai di kasepuhan ini adalah lele, beunteur, regis, udang, sarompet, kehkel, bogo dan manyeng. Umumnya lahan pemukiman (lembur) dan sebagian lahan pertanian sudah memiliki bukti tertulis yang tertera dalam buku letter C yaitu Buku pendaftaran tanah sebagai dasar dari penerbitan Girik yang kemudian diganti menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Sebagian lahan pertanian masyarakat Kasepuhan Karang atau lahan cawisan ada yang masuk dalam klaim Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). Masyarakat umumnya menyebut lahan tersebut dengan lahan garapan (anu digarap ku masyarakat). Hasil pemetaan partisipatif yang difasilitasi RMI (2014) menegaskan bahwa dari luas Kasepuhan Karang yang mencapai 388,572 ha, hampir 50% wilayah Kasepuhan Karang diklaim sebagai kawasan TNGHS, yakni mencapai 167,625 ha. Dalam sistem tata guna lahan masyarakat Kasepuhan Karang masih mengakui areal kawasan yang harus dilindungi secara komunal. Masyarakat Kasepuhan Karang menyebut wilayah tersebut dengan istilah Aub Lembur. Aub Lembur adalah kawasan yang dijadikan sebagai sumber mata air dan dianggap keramat bagi masyarakat kasepuhan, termasuk dijadikan sebagai tanah makam. Pada kawasan ini masyarakat dilarang melakukan aktifitas seperti menebang pohon atau memanfatkan hasil hutan berupa kayu. Kawasan lainnya yang dianggap sakral adalah leuweung kolot/Paniisan (secara harfiah berarti tempat istirahat). Paniisan memiliki fungsi sebagai tempat istirahat, baik yang dimaksud sebagai tempat kasepuhan beristirahat maupun dalam kerangka mengistirahatkan dari kerusakan-kerusakan lingkungan, karena kawasan ini merupakan sumber air bagi warga Kampung Karang. Seperti yang tertuang dalam filosofinya “Salamet ku Peso, bersih ku Cai“—Pisau memberikan kehidupan dan Air memberikan kebersihan diri. Dengan kata lain filosofi tersebut memiliki makna warga Karang selalu diingatkan untuk berada dalam kondisi dan situasi yang tepat, sesuai, tajam, selaras dan sederhana dalam setiap keadaan apa pun. Namun jikalau terjadi kesalahan bersegeralah untuk membersihkan diri dan kembali kepada kesesuaian, ketajaman dan kesederhanaan hidup, termasuk dalam konteks mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam. Masyarakat Adat Kasepuhan Karang meyakini bahwa dalam pengelolaan alam, masyarakat harus menitikberatkan pada keseimbangan. Artinya, apa yang diambil, harus berbanding lurus dengan apa yang diberikan terhadap alam. Secara umum, bentuk-bentuk pengelolaan sumberdaya alam di Kasepuhan Karang terbagi menjadi tiga hal, yaitu: hutan, kebun dan sawah. Dalam konteks kebijakan daerah Kabupaten Lebak, pengakuan masyarakat hukum adat dijamin melalui beberapa peraturanperaturan daerah, seperti tentang Masyarakat Baduy yang tertuang dalam Perda No. 13 tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengem-bangan Lembaga Adat Masyarakat Baduy di Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak. Lalu ada Perda No. 32 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak ULayat Masyarakat Baduy. Tidak hanya dalam bentuk Perda, Pemerintah Kabupaten Lebak juga mengeluarkan kebijakan dalam bentuk SK Bupati Lebak tentang perlindungan masyarakat adat kasepuhan di Kabupaten Lebak, yaitu lewat SK Bupati Lebak No. 430/Kep.318/Disporabudpar/2010 tentang Pengakuan Keberadaan Masyarakat Adat Cisitu Kesatuan Sesepuh Adat Cisitu Banten Kidul di Kabupaten Lebak, yang kemudian disempurnakan dengan lahirnya SK Bupati Lebak No. 430/Kep.298/ Disdikbud/2013 tentang Pengakuan Keberadaan Masyarakat Adat di Wilayah Kesatuan Adat Banten Kidul di Kabupaten Lebak yang meliputi 17 Kase-puhan di dalamnya. Ke-17 kasepuhan tersebut adalah Cisungsang, Cisitu, Cicarucub, Ciherang, Citorek, Bayah, Karang, Guragog, Pasireurih, Garung, Karangcombong, Jamrut, Cibedug, Sindangagung, Cibadak, Lebaklarang dan Babakanrabig. Kelompok tersebut merupakan komunitas yang memiliki hubungan erat dengan sumberdaya hutan serta memiliki aturan yang telah dijalankan secara turun temurun. Hutan Adat Penetapan Hak
Displaying : 11 - 20 of 11 entries, Rows/page: