Letak Kasepuhan Karang dapat dibilang
agak jauh, sekitar 35 km dari pusat pemerintahan
Kabupaten Lebak di Rangkasbitung
dengan kondisi jalan beraspal dan sebagian
berbatu. Di Kasepuhan Karang terdapat beberapa
sungai yang memiliki peran penting penunjang
kehidupan masyarakat untuk kegiatan
1
Hasil Pemetaan Partisipatif (2014), luas Desa
Jagaraksa mencapai 1081,286 ha
bersawah, kolam dan digunakan untuk kepentingan
sehari-hari seperti mandi, cuci dan
kakus.
Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Cikamarung,
Cimapag, Cipondok Aki, Cibedug,
Cilunglum, Cikadu dan Cibaro. Jenis ikan, yang
ditemukan di sungai-sungai di kasepuhan ini
adalah lele, beunteur, regis, udang, sarompet,
kehkel, bogo dan manyeng.
Umumnya lahan pemukiman (lembur)
dan sebagian lahan pertanian sudah memiliki
bukti tertulis yang tertera dalam buku letter C
yaitu Buku pendaftaran tanah sebagai dasar
dari penerbitan Girik yang kemudian diganti
menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT). Sebagian lahan pertanian masyarakat
Kasepuhan Karang atau lahan cawisan ada yang
masuk dalam klaim Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak (TNGHS). Masyarakat umumnya
menyebut lahan tersebut dengan lahan
garapan (anu digarap ku masyarakat).
Hasil pemetaan partisipatif yang difasilitasi
RMI (2014) menegaskan bahwa dari luas
Kasepuhan Karang yang mencapai 388,572
ha, hampir 50% wilayah Kasepuhan Karang
diklaim sebagai kawasan TNGHS, yakni mencapai
167,625 ha.
Dalam sistem tata guna lahan masyarakat
Kasepuhan Karang masih mengakui areal
kawasan yang harus dilindungi secara komunal.
Masyarakat Kasepuhan Karang menyebut wilayah
tersebut dengan istilah Aub Lembur. Aub
Lembur adalah kawasan yang dijadikan sebagai
sumber mata air dan dianggap keramat bagi
masyarakat kasepuhan, termasuk dijadikan
sebagai tanah makam. Pada kawasan ini masyarakat
dilarang melakukan aktifitas seperti
menebang pohon atau memanfatkan hasil
hutan berupa kayu.
Kawasan lainnya yang dianggap sakral
adalah leuweung kolot/Paniisan (secara harfiah
berarti tempat istirahat). Paniisan memiliki
fungsi sebagai tempat istirahat, baik yang
dimaksud sebagai tempat kasepuhan beristirahat
maupun dalam kerangka mengistirahatkan
dari kerusakan-kerusakan lingkungan,
karena kawasan ini merupakan sumber air
bagi warga Kampung Karang.
Seperti yang tertuang dalam filosofinya
“Salamet ku Peso, bersih ku Cai“—Pisau memberikan
kehidupan dan Air memberikan kebersihan
diri. Dengan kata lain filosofi tersebut
memiliki makna warga Karang selalu
diingatkan untuk berada dalam kondisi dan
situasi yang tepat, sesuai, tajam, selaras dan
sederhana dalam setiap keadaan apa pun.
Namun jikalau terjadi kesalahan bersegeralah
untuk membersihkan diri dan kembali kepada
kesesuaian, ketajaman dan kesederhanaan hidup,
termasuk dalam konteks mengelola dan
memanfaatkan kekayaan alam.
Masyarakat Adat Kasepuhan Karang meyakini
bahwa dalam pengelolaan alam, masyarakat
harus menitikberatkan pada keseimbangan.
Artinya, apa yang diambil, harus
berbanding lurus dengan apa yang diberikan
terhadap alam. Secara umum, bentuk-bentuk
pengelolaan sumberdaya alam di Kasepuhan
Karang terbagi menjadi tiga hal, yaitu: hutan,
kebun dan sawah.
Dalam konteks kebijakan daerah Kabupaten
Lebak, pengakuan masyarakat hukum
adat dijamin melalui beberapa peraturanperaturan
daerah, seperti tentang Masyarakat
Baduy yang tertuang dalam Perda No. 13 tahun
1990 tentang Pembinaan dan Pengem-bangan
Lembaga Adat Masyarakat Baduy di Kabupaten
Daerah Tingkat II Lebak. Lalu ada Perda No.
32 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak
ULayat Masyarakat Baduy.
Tidak hanya dalam bentuk Perda, Pemerintah
Kabupaten Lebak juga mengeluarkan
kebijakan dalam bentuk SK Bupati Lebak
tentang perlindungan masyarakat adat kasepuhan
di Kabupaten Lebak, yaitu lewat SK
Bupati Lebak No. 430/Kep.318/Disporabudpar/2010
tentang Pengakuan Keberadaan
Masyarakat Adat Cisitu Kesatuan Sesepuh
Adat Cisitu Banten Kidul di Kabupaten Lebak,
yang kemudian disempurnakan dengan lahirnya
SK Bupati Lebak No. 430/Kep.298/
Disdikbud/2013 tentang Pengakuan Keberadaan
Masyarakat Adat di Wilayah Kesatuan
Adat Banten Kidul di Kabupaten Lebak yang
meliputi 17 Kase-puhan di dalamnya.
Ke-17 kasepuhan tersebut adalah Cisungsang,
Cisitu, Cicarucub, Ciherang, Citorek,
Bayah, Karang, Guragog, Pasireurih, Garung,
Karangcombong, Jamrut, Cibedug, Sindangagung,
Cibadak, Lebaklarang dan Babakanrabig.
Kelompok tersebut merupakan komunitas
yang memiliki hubungan erat dengan
sumberdaya hutan serta memiliki aturan yang
telah dijalankan secara turun temurun.