DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

1 1999 Konflik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Dengan Desa Toyopon Persoalan utama yang dihadapi oleh petani Toyopon adalah bahwa sebelum anggota tim masuk ke desa, petani Desa Toyopon sama sekali tidak mengetahui bahwa wilayah pemukiman serta kebun mereka telah diklaim sebagai wilayah “kawasan hutan” berdasarkan kerja-kerja sepihak BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) VI Sulawesi Utara. Desa Toyopon sebagai komunitas yang dipersiapkan menjadi mitra KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan). Penetapan KPH Poigar oleh Kementrian Kehutanan tahun 2009 berdasarkan SK NO 788/Menhut-II/2009 dengan luas wilayah 41.597 ha bisa saja terdapat ketidaksesuaian antara laporan yang diberikan oleh berbagai pihak, salah satunya oleh BPKH (Badan Pemantapan Kawasan Hutan) -selaku badan yang menindaklanjuti penetapan Kementrian Kehutanan untuk mempersiapkan KPH Poigar-, dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Di sisi lain petani Desa Toyopon yang sebagian besar bergantung hidupnya pada kebun dengan tanaman komoditi utama berupa cengkeh dan kelapa hingga saat ini belum menyadari benar bahwa wilayah kebun mereka telah masuk dalam “kawasan hutan” berdasarkan, pemetaan yang dilakukan oleh BPKH.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
2 1999 Konflik Kehutanan oleh Pemkab Muna di Kecamatan Katobu Konflik ini melibatkan masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dengan pemerintah setempat, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Muna. Konflik dipicu oleh keluarnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan (SK Menhutbun) No. 454 tahun 1999 tentang Penetapan Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 2.518.337 hektar. Dalam kasus ini sempat terjadi aksi kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat Pemerintah Daerah terhadap masyarakat. Beberapa warga bahkan ditangkap, diadili, dan divonis pengadilan. pada tahun 2003 Berdasarkan putusan pengadilan No. 37/Pid.B/2003/PN. Raha, empat orang warga petani Kontu didakwa menduduki kawasan hutan dengan tidak sah. Putusan ini didasarkan pada keterangan saksi mantan kepala BPN yang menyatakan Kontu masuk dalam hutan lindung.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
3 2009 Konflik warga Pekon Giritunggal Dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Lahan sekitar 80 hektar milik 68 kepala keluarga (KK) yang masuk dalam kompensasi lahan, sejak awal bukan lahan register 22. Akan tetapi, saat proses kompensasi berjalan, 80 hektar lahan di Giri Tunggal itu dinyatakan sebagai lahan register 22 yang kemudian di margakan. Tanah itu milik warga yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan tanah, surat tebang dan salinan pembayaran IPeDa (Iuran Pemerintahan Daerah). Terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomer SK/742/MENHUT-II/2009 tentang Penetapan Sebagian Kawasan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22 mempengaruhi status kepemilikan 68 KK atas lahan 80 hektar tersebut.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
4 2017 Klaim Sepihak Wilayah Adat Masyarakat Adat Golat Simbolon dengan Pemerintahan Kabupaten Simosir Serta KLHK Wilayah Adat Golat Simbolon yang terdiri dari Golat Barat dan Golat Jongong merupakan bagian dari Bius Si Tolu Hae Horbo (Simbolon, Naibaho dan Sitanggang). Berada di wilayah administrasi Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kabupaten Samosir. Namun, Wilayah adat mereka diklaim secara sepihak oleh pemerintahan Kabupaten Simosir dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Kawasan Hutan Lindung. Kasus klaim secara sepeihak ini diawali ketika adanya program Kehutanan menanam serai di Desa Sijambur pada April 2017. Kegiatan ini kemudian mendapatkan penolakan oleh Bupati Samosir bekerjasama dengan Polres Samosir. Dari kejadian ini masyarakat baru mengetahui bahwa status wilayah adat yang diclaim sepihak oleh Negara sebagai Hutan Lindung. Dan di bualn yang sama Bupati Samosir melakukan sosialisasi mengenai kebakaran hutan, dalam hal ini masyarakat keberatan mengenai status wilayah adat yang diclaim sepihak oleh Negara. Dan berikutnya pada 2-4 Juni 2017, UPT kehutanan melakukan pengukuran, masyarakat tidak mengetahui tujuan kegiatan ini dan pengukuran ini tidak melibatkan masyarakat umum di Sijambur
Hutan Lindung
Hutan Lindung
5 1972 Konflik Masyarakat Adat Bius Hutaginjang dengan KLHK Wilayah Adat Bius Hutaginjang. Dalam perjalananya wilayah adat Bius Huta Ginjang bergabung dengan wilayah adat Bius Tapian Nauli menjadi Desa Hutaginjang dimana Wilayah Bius Huta Ginjang masuk dalam Dusun II dan Dusun III di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Namun, saat ini wilayah adatnya diklaim secara sepihak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK mengklaim secara sepihak menjadi Kawasan Hutan Lindung.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
6 2018 Klaim Sepihak Wilayah Adat Masyarakat adat Sigapiton oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Masyarakat adat Bius Raja Naopat Sigapition dengan wilayah adat Singapotin yang luasanya 920 Ha dan jumlah penduduk 446 jiwa (124 KK). Mereka berada di wilayah adminstratif Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata Kabupaten Samosir Sumatera Utara dan Wilayah adat tersebut diklaim secara sepihak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan ditetapkan menjadi Hutan Lindung
Hutan Lindung
Hutan Lindung
7 2017 Konflik Masyarakat Adat Golat Naibaho-Siagian dengan Pemerintah Kabupaten Simosir dan KLHK Wilayah Adat Golat Naibaho-Siagian yang terdiri dari Golat Barat dan Golat Jongong merupakan bagian dari Bius Si Tolu Hae Horbo (Simbolon, Naibaho dan Sitanggang). Berada di wilayah administrasi Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kabupaten Samosir Sumatera Utara. Namun, sebagian wilayah adat tersebut telah diklaim secara sepihak oleh pemerintahan Kabupaten Simorir dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai kawasan Hutan Lindung.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
8 2000 Konflik Wilayah Desa Dabung Dengan Kawasan Hutan Pada Tahun 2000, pemerintah melakukan penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di wilayah Propinsi Kalimantan Barat, seluas 9.178.760 Ha, melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor 259/KPTS-II/2000, penujukan tersebut berakibat pada sebagian wilayah pemukiman dan tambak yang diusahakan warga desa Dabong menjadi bagian dari Kawasan Hutan Lindung Mangrove yang luasannya mecapai 3.941,42 Ha. Dan penujukan tersebut yang akhirnya menjadi dasar sengketa yang melibatkan warga desa dengan pemerintah khususnya KLHK. Selain berimplikasi atas hilangnya hak dan akses warga Dabong atas wilayah yang dirujuk sebagai Hutan Lindung Mangrove, warga Dabong juga harus berhadapan dengan konsekuensi hukum. Sekitar 50 an warga desa yang telah dan masih mengusahakan/memanfaatkan serta tinggal di wilayah yang ditunjuk sebagai Hutan Lindung mangrove dikriminalisasi dengan dijadikan tersangka serta berstatus tahanan luar oleh kepolisian karena dianggap melakukan pendudukan dan pemanfaatan secara tidak sah (ilegal) di kawasan hutan lindung mangrove.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
9 2012 Penetapan wilayah Adat Tapong menjadi kawasan hutan Lindung Penetapan wilayah Adat Tapong menjadi kawasan hutan Lindung dan kemudian rencana Pekebunan Kelapa sawit skala besar oleh PT. ASTRA Agro Lestari di kawasan hutan lindung tersebut
Hutan Lindung
Hutan Lindung
10 2009 Teror Penangkapan Masyarakat Adat Barambang Katute Nasib masyarakat adat Barambang Katute, di Desa Bonto Katute, Kecamatan Sinjai Borong, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan (Sulsel), makin tak menentu. Setelah didera teror penangkapan dengan tuduhan perusakan hutan lindung, kini mereka terancam tergusur akibat rencana tambang emas di kawasan hutan tempat mereka tinggal. Pemerintah mengusir masyarakat dari hutan karena alasan berada di hutan lindung sedang pengusaha malah diberi izin masuk. Pengusiran pertama pada 1994, ketika pemerintah menetapkan kawasan itu sebagai hutan lindung, dan tertutup akses masyarakat
Hutan Lindung
Hutan Lindung
Displaying : 1 - 10 of 33 entries, Rows/page: