DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

1 2019 Konflik Masyarakat Tandam Hilir Satu dengan PTPN 2 lambatnya proses penyelesaian (distribusi) lahan menyebabkan banyaknya konflik lahan yang terjadi di Sumatera Utara, salah satunya adalah konflik yang terjadi di Eks HGU PTPN II. Dalam Konflik dilokasi ini semakin kompleks karena melibatkan begitu banyak aktor.tak sekedar antara masyarakat petani vs perkebunan, namun juga melibatkan konflik sesama petani, penggarap, preman serta pengusaha. Selain bentrokan yang berujung pada jatuhnya korban, praktek-praktek kriminalisasi juga tumbuh subur di areal eks HGU PTPN II. Cara-cara kriminalisasi sering kali digunakan untuk mengusir petani yang sedang menguasai lahan. Lemahnya pemahaman masyarakat petani tentang hukum bercampur baur dengan ketidakprofesionalan aparat penegak hukum dalam menyikapi persoalan dilahan Eks HGU PTPN II.
PTPN
Perkebunan
2 2019 Konflik Masyarakat Adat Kedatukan besitang dengan TNGL Berdasarkan catatan, sejak tahun 1999 para pengungsi dari Aceh mulai berdatangan ke kawasan TNGL. Mereka eksodus ke Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Awalnya hanya ada enam kepala keluarga. Kini jumlahnya sudah mencapai hampir seribu kepala keluarga—jumlah yang cukup untuk mengubah kawasan hutan menjadi areal perkebunan. Tak ayal, konflik horizontal dengan masyarakat sekitar tidak dapat dihindarkan. Parahnya, kondisi ini dijadikan tameng oleh para perambah untuk melakukan aktivitas ilegal di kawasan taman nasional. Dari sinilah cerita konflik lahan di Besitang dimulai. Konflik lahan juga terjadi antara Taman Nasional Gunung Leuser dengan dua perusahaan perkebunan sawit, yakni Perkebunan PIR … dan PT ….¹ Sebagian areal konsesi kedua perusahaan ini disinyalir masuk dalam kawasan taman nasional. Akhir tahun 2006 Balai TNGL melakukan rapat dengan Kapolda Sumatera Utara dan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Pada kesempatan itu Kakanwil BPN mengatakan bahwa jika sebagian dari tanaman kelapa sawit kedua perusahaan tersebut terbukti masuk kawasan maka BPN akan membatalkan sertifikat dan hak guna usaha (HGU). Senada dengan konflik sebelumnya, hal ini juga dijadikan alasan oleh para perambah untuk melakukan aktivitasnya. Ahtu Trihangga, penyuluh sekaligus staf Seksi Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan Balai TNGL, menjelaskan hal ini secara rinci. “Adanya perusahaan itu seolah-olah jadi pembenaran buat mereka, sampai mereka bilang jika perusahaan boleh beraktivitas di kawasan taman nasional kenapa kami tidak?” tuturnya penuh semangat. Luas hutan yang rusak akibat perambahan diperkirakan mencapai lebih dari 600 hektare.
Taman Nasional
Hutan Konservasi
3 2019 Konflik Masyarakat Talun Sinuhil dengan PT. SPR keturunan / keluarga komunitas Marga Sirait,membuat peta sebagai alat untuk membuktikan kepemilikan lahan / tanah yang berada didalam wilayah HGU perusahaan PT. Bakrie Sumatra Plantation ( BSP ) dan HGU Perusahaan PT. Sari Persada Raya ( PT. SPR ), dalam hal ini perusahaan telah melakukan klaim sepihak dan atau melakukan peyerobotan pada lahan yang dimiiki oleh komunitas marga Sirait. Pada Lahan yang sedang berkonflik tersebut, terdapat batas alam yang menjadi titik orientasi dalam menentukan kawasan atau lahan yang menjadi wilayah kelolanya dan batas alam tersebut telah i diketahui dan disepakat bersama oleh Komunitas marga yang lahannya berbatsan dengan marga Sirait. Dan hal tersebut sudah terjadi dan disepakati sejak jaman Belanda. Batas Alam yang menjadi titik ikat / orientasi pada lahan / tanah yang menjadi wilayah kelola Marga Sirait Adalah: 1. Sungai ( Sisi Utara: Aek Roka, Sisi Selatan : Aek Natio ) 2. Perkampungan Lama ( Sisi Timur : Talun Joring, Sisi Barat : Huta Gereja, Sapilpil Bolon ) 3. Makam Leluhur, berada ditengah lahan yang berkonflik
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
4 2017 Klaim Sepihak Wilayah Adat Masyarakat Adat Golat Simbolon dengan Pemerintahan Kabupaten Simosir Serta KLHK Wilayah Adat Golat Simbolon yang terdiri dari Golat Barat dan Golat Jongong merupakan bagian dari Bius Si Tolu Hae Horbo (Simbolon, Naibaho dan Sitanggang). Berada di wilayah administrasi Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kabupaten Samosir. Namun, Wilayah adat mereka diklaim secara sepihak oleh pemerintahan Kabupaten Simosir dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Kawasan Hutan Lindung. Kasus klaim secara sepeihak ini diawali ketika adanya program Kehutanan menanam serai di Desa Sijambur pada April 2017. Kegiatan ini kemudian mendapatkan penolakan oleh Bupati Samosir bekerjasama dengan Polres Samosir. Dari kejadian ini masyarakat baru mengetahui bahwa status wilayah adat yang diclaim sepihak oleh Negara sebagai Hutan Lindung. Dan di bualn yang sama Bupati Samosir melakukan sosialisasi mengenai kebakaran hutan, dalam hal ini masyarakat keberatan mengenai status wilayah adat yang diclaim sepihak oleh Negara. Dan berikutnya pada 2-4 Juni 2017, UPT kehutanan melakukan pengukuran, masyarakat tidak mengetahui tujuan kegiatan ini dan pengukuran ini tidak melibatkan masyarakat umum di Sijambur
Hutan Lindung
Hutan Lindung
5 2005 Konflik Masyarakat Adat Kampung Nagahulambu dengan PT Toba Pulp Lestari Wilayah Adat Kampung Nagahulambu adalah bagian dari desa administrasi Desa Nagori Pondok Bulu, Kecamatan Dolok Pangaribuan, Kabupaten Simalungun. Meskipun berada di Kabupaten Simalungun, Nagahulambu masih merupakan bagian dari sub etnis Batak Toba. Dan untuk mempertahankan wilayah adatnya, masyarakat harus berjuang melawan perampasan tanah yang dilakukan oleh PT Toba Pulp Lestari (PT TPL). Konflik perampasan tanah oleh PT TPL atas wilayah adat Nagahulambu mulai mencuat pada tahun 2005 saat PT TPL melakukan penebangan atas berbagai tanaman milik warga. Pada waktu itu, warga sangat ketakutan karena PT TPL selalu didampingi aparat (Brimob) dengan senjata lengkap. Bahkan Kepala Desa waktu itu membuat pengumuman di kampung agar warga tidak ke ladang. Namun ternyata tujuannya hanya untuk mengelabui warga agar PT TPL bebas melakukan penebangan terhadap tanam-tanaman warga. Tanaman-tanaman seperti pohon-pohon alam yang berumur ratusan tahun, jengkol, petai, durian dan kopi, di bulldozer oleh PT TPL. Masyarakat berkali-kali memohon bahkan menyembah-nyembah pihak TPL agar tanaman-tanaman tersebut jangan dibuldozer, Namun diabaikan oleh pihak perusahaan
HPH
Hutan Produksi
6 1972 Konflik Masyarakat Adat Bius Hutaginjang dengan KLHK Wilayah Adat Bius Hutaginjang. Dalam perjalananya wilayah adat Bius Huta Ginjang bergabung dengan wilayah adat Bius Tapian Nauli menjadi Desa Hutaginjang dimana Wilayah Bius Huta Ginjang masuk dalam Dusun II dan Dusun III di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Namun, saat ini wilayah adatnya diklaim secara sepihak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK mengklaim secara sepihak menjadi Kawasan Hutan Lindung.
Hutan Lindung
Hutan Lindung
7 1987 Klaim Sepihak Wilayah Masyarakat Adat Keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak oleh PT Toba Pulp Lestari Masyarakat Adat Keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak yang wilayah adatnya Hutan Aeknapa dengan luas 2608 hektar. Pada masa penjajahan Belanda Huta Aeknapa masuk dalam nagari Sabungan Ni Huta. Setelah Merdeka, Nagari Sabungan Ni Huta dibagi dalam lima desa, yakni Desa Sabungan Ni Huta, Desa Siparendean, Desa Dolok Nagodang, Desa Sigala-gala dan Desa Huta Mamungka. Wilayah adat yang saat ini diklaim pihak PT TPL berada di Desa Sigala-Gala, atau yang akrab disebut dengan Desa Sabungan Ni Huta IV, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara.
HPH
Hutan Produksi
8 1996 Konflik Masyarakat Adat Keturunan Ama Raja Medang Simamora VS PT Toba Pulp Lestari Masyarakat Adat Keturunan Ama Raja Medang Simamora yang mempunyai wilayah adat yang bernama Sitakkubak (Parpulosan, Hite Tano, Pias/Rabi, Parlogologan) yang luasanya 153 Ha. Wilayah adat tersebut berupa perladangan dan hutan adat, yang berada dalam wilayah administrasi beberapa desa seperti Lumban Purba, Batu Najagar, Sosor Tolong dan Aek Lung Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Namun, masyarakat Adat Keturunan Ama Raja Medang Simamora harus berjuang melawan tindakan perampasan atas wilayah adatnya yang dilakukan oleh PT TPL
HPH
Hutan Produksi
9 2018 Klaim Sepihak Wilayah Adat Masyarakat adat Sigapiton oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Masyarakat adat Bius Raja Naopat Sigapition dengan wilayah adat Singapotin yang luasanya 920 Ha dan jumlah penduduk 446 jiwa (124 KK). Mereka berada di wilayah adminstratif Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata Kabupaten Samosir Sumatera Utara dan Wilayah adat tersebut diklaim secara sepihak oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan ditetapkan menjadi Hutan Lindung
Hutan Lindung
Hutan Lindung
10 2012 Konflik Masyarakat Adat Tombak Haminjon VS PT TPL (Toba Pulp Lestari) Wilayah Adat Tombak Haminjon memiliki luas 1.085,089 Ha dengan 82 KK yang ada di Desa Pohan Jae Dusun Nagasaribu, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Sebelumnya wilayah adat Tombak Haminjon berada di Desa Onan Harbangan, dan saat terjadi penggabungan pada tahun 1994, sekarang berganti nama menjadi desa Pohan Jae Dusun Nagasaribu. Namun wilayah adat Tombak Haminjon kini dikuasai oleh PT TPL.
HPH
Hutan Produksi
Displaying : 1 - 10 of 16 entries, Rows/page: