DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

61 1968 Konflik Masyrakat Adat Lahung, Manggu Ringkit, Sungai Gumbili VS PT Kodeco Timber
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan Karet
Perkebunan
62 1968 Konflik Masyarakat Adat Sambilan Satu, Imil, Tuyan, Lima Lapan, Kapayang VS PT Kodeco Tember
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan Karet
Perkebunan
63 2013 Konflik Komunitas Adat Tamunih Dengan Perusahaan Sawit PT Agro Bukit
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
64 2015 Konflik Komunitas Adat Tamunih dengan Perkebunan Sawit PT Singalins Asetama
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
65 1998 Penyerobotan Tanah Warga oleh PT Silva Inhutani Lampung Kabupaten Mesuji adalah Daerah Otonomi Baru (DOB), dan konflik pertanahan di kabupaten Mesuji terjadi antara pemerintahan daerah dengan warga masyarakat yang menduduki kawasan hutan Register 45, dan antara PT. Siva Inhutani Lampung (SIL) dengan warga masyarakat. Konflik Register 45 Mesuji Lampung terjadi sejak tahun 1998, yang sampai saat ini belum berakhir, dan wilayah Moro-Moro Register 45 kini bagai daerah tak bertuan. Kekerasan, kriminalitas menjadi pandangan biasa dihampir setiap harinya karena perebutan pengelolaan lahan oleh pihak-pihak tertentu. Wilayah Moro - Moro register 45 berada dalam kabupaten Mesuji, yang melingkupi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Way Serdang, Simpang Pemantang dan tanjung Raya.
Perkebunan Karet
Perkebunan
66 2007 Konflik Penyerobotan Tanah Warga Oleh Perusahaan Sawit Swasta PT Sintang Raya Masuknya ekpansi perusahaan sawit swasta PT Sintang Raya (PT SR) yang beroperasi semenjak tahun 2007 di Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat menjadi dasar munculnya konflik pertanahan yang melibatkan warga di 8 desa seperti Desa Olak Olak Kubu, Pelita Jaya, Dabong, Seruat II, Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung (Kecamatan Kubu). Konflik pertanahan yang timbul salah satunya adalah penyerobotan tanah warga. konflik penyerobotan tanah itu terjadi di desa Olak - Olak Kubu, konflik diawali dengan penyerobotan lahan 5 Ha milik warga yang tidak termaksud dalam SK HGU (Hak Guna Usaha) PT SR sedangkan wilayah Desa Olak-Olak Kubu tidak termuat di dalam dokumen AMDAL PT SR, tetapi lahan tersebut digarap untuk dijadikan Kebun Inti Perusahaan. Selain itu ada penyerobotan lahan plasma seluas 151 Ha milik petani plasma PT . Cipta Tumbuh Berkembang ( PT CTB) akibat dari adanya peralihan lahan 801 Ha dri PT CBT kepata PT SR yang dilakukan tanpa sepengetahun petani plasma. Kedua di Desa Pelita Jaya, lahan milik warga seluas 54 Ha yang dikerjasamakan dengan PT CBT diserobot oleh PT SR padahal wilayah desa Pelita Jaya tidak termaksud di wilayah HGU PT SR. Ketiga di desa Dabong terjadi penyerobotan lahan warga seluas 2.675 Ha oleh PT SR, lahan tersebut merupakan lahan SP 2 ( lahan cadangan untuk pemukiman transmigrasi) yang yang dibuktikan dengan adanya SK penunjukan dari Gubernur No. 476 tahun 2009 dan untuk menunjang program transmigrasi yang ada di desa Dabong pemerintah membangun saluran irigasi jembatan dan saluran air namun saluran irigasi di lahan pencadangan transmigrasi yang telah dibangun saat ini ditimbun dan ditanami sawit oleh PT SR. Ke-empat, penyebotan tanah warga berikutnya oleh PT SR terjadi di desa Seruat II seluas 900 Ha yang merupakan lahan cadangan pengembangan masyarakat, selain penyerotan konflik juga diakibatkan oleh ketidakjelasan lahan plasma masyrakat di wilayah HGU PT SR yang ada di desa Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
67 2015 PT. TMP didesak kembalikan lahan Pemkab Aceh Jaya Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya meminta PT. TMP yang menguasai lahan di kawasan Sampoiniet, Kab. Aceh Jaya untuk mengembalikan lahan tersebut kepada pemerintah setempat.
Eks-Perkebunan
Perkebunan
68 2007 Penyerobotan Tanah Warga oleh PT Simpang Raya Pemerintah dan Warga ingin agar lahan terlantar milik PT. Cemerlang Abadi dicabut perpanjangan ijin HGU.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
69 2004 PTPN XIV Tidak Menepati Kesepakatan Mengembalikan Lahan Warga Wajo PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV dituntut segera mengembalikan lahan warga Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel), sesuai kesepakatan bersama di Kantor Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel, Makassar, 30 April 2013. Selama ini, lahan warga yang diklaim milik PTPN, ditanami sawit. Dalam kesepakatan itu, proses pengembalian lahan melalui mediasi Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo. Turut hadir pada pertemuan 30 April 2013 itu antara lain, perwakilan PTPN XIV, Polda Sulsel, Kejaksaan Tinggi Sulsel, BPN Sulsel, BPN Wajo, DPRD Wajo, Kodam VII Wirabuana, dan Pemerintah Sulsel, Asisten I Pemda Wajo, Polres Wajo, serta Kodim Wajo. Kesepakatan menjadikan lahan 2.000 hektar bisa dikelola warga hingga proses pengembalian tuntas. PTPN XIV juga menghentikan seluruh aktivitas perluasan dan penanaman di wilayah yang menjadi tuntutan warga.Pertemuan itu juga mengabulkan permintaan warga agar Polri dan TNI, netral dan tidak melakukan tindakan refresif kepada warga. Setelah lima bulan pertemuan terjadi belum ada realisasi dari PTPN.
PTPN
Perkebunan
70 2007 Konflik antara PTPN XIV Dengan Serikat Tani Polongbangkeng Di Kecamatan Polongbangkeg Utara Kabupaten Takalar Konflik antara warga dengan PTPN XIV muncul tahun 2007. Saat sekitar 723 keluarga petani di sembilan desa di Kecamatan Polongbangkeng Takalar, menuntut perusahaan mengembalikan tanah petani yang dikuasai pemerintah sejak 1982, sekitar 4.500 hektar. Tuntutan petani cukup beralasan, karena penguasaan lahan PTPN berdasar pada hak guna usaha (HGU) selama 25 tahun berakhir 2004. Kenyataan, lahan ini tak juga diberikan kepada warga, pemilik lahan sejak awal. Warga mengaku tidak ingin memperpanjang kontrak karena nilai sangat rendah. Warga yang hidup di sembilan Desa Kecamatan Polongbangkeng, mayoritas dari pertanian dengan rata-rata kepemilikan lahan di bawah satu hektar. Tak jarang mereka harus merantau dan menjadi buruh karena tak memiliki lagi lahan di kampung halaman. Warga yang hidup di sembilan Desa Kecamatan Polongbangkeng, mayoritas dari pertanian dengan rata-rata kepemilikan lahan di bawah satu hektar. Tak jarang mereka harus merantau dan menjadi buruh karena tak memiliki lagi lahan di kampung halaman.
PTPN
Perkebunan
Displaying : 61 - 70 of 248 entries, Rows/page: