DATA KONFLIK

No

Tahun

Judul

Klip

Konflik

Sektor

 

41 2011 Konflik Komunitas Masyarakat Adat Dayak Setarap Malinau Dengan PT Bina Sawit Alam Makmur Komunitas Masyarakat Adat Dayak Setarap Malinau mulai tinggal sejak tahun 1755 dan menggantungkan kehidupan dari sumber daya alam itu kini khawatir dengan kelangsungan hidup mereka dan generasi penerus karena hutan sudah dirusak. ”Kalau beras kami habis dan hutan ikut habis, susah kami akan hidup,” ujar Ketua Adat Setarap . Warga Desa Setarap terdiri dari suku Dayak Lundayeh, Dayak Kenyah, dan Dayak Punan. Hutan adat Setarap seluas 4.200 hektar di Kecamatan Malinau Selatan ini ditebang sejak akhir September 2010. Pemerintah Kabupaten Malinau membiarkan penebangan itu berlangsung meski Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Malinau merekomendasikan agar penebangan dihentikan hingga perusahaan dapat menunjukkan dokumen amdal.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
42 1984 Masyarakat Kampung Surabaya, Sendang Ayu, dan Padangratu, Kecamatan Padangratu menuntut HGU PT Sahang Bandar Lampung Permasalahan sengketa tanah berawal dari masyarakat Kampung Surabaya, Sendang Ayu, dan Padangratu, Kecamatan Padangratu menuntut HGU PT Sahang Bandar Lampung No.U.I/LT tahun 1984 seluas 238.063 ha yang berakhir pada 31 Desember 2008. Masyarakat ketiga kampung tersebut, merasa tidak pernah menjual tanah kepada PT Sahang Bandar Lampung. Namun, pihak perusahaan menyewakannya kepada orang Jepang melalui APK selama 25 tahun, yakni dari 1970 hingga 1995. Masyarakat juga tidak mengetahui dan tidak dilibatkan dalam proses terbitnya HGU PT Sahang No.U.I/LT tahun 1984 seluas 238.063 ha yang berkhir pada 31 Desember 1984. Namun diawal Desember 2008, PT Sahang telah mengajukan permohonan perpanjangan HGU kepada BPN RI melalui Kakanwil BPN Provinsi Lampung. Namun dari pihak BPN belum memberi keputusan atas perpanjangan HGU tersebut.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
43 2003 Konflik PT MSS dengan masyarakat Desa Lubuk Lagan PT MSS mengubar janji kepada masyarakat bahwa mereka mengatakan bahwa masyarakat yang memberikan lahan mendapatkan 25% dari tanah yang diberikan dan plasma yang diberikan dari luasan sebelumnya namun sudah 2 tahun PT MSS menghasilkan buah namun plasma belum juga diberikan kepada masyarakat.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
44 1983 Konflik PTPN VII Dengan Warga Desa Pagar Dewa dan Sumber Mulya Warga menyatakan lahan seluas sekitar 1414 hektar (ha) yang ada di afdelling V milik masyarakat desa yang diambil PTPN VII dari sejak tahun 1983 dengan cara menipu dan membohongi masyarakat desa. Disamping itu massa juga menuntut pihak PTPN VII Unit Usaha Beringin, untuk segera merealisasikan program kebun pola kemitraan yang pernah disepakati perusahaan plat merah tersebut.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
45 1985 Konflik Masyarakat Adat Seko dengan PT. Seko Fajar Plantation Pada tahun 1985 PT. Seko Fajar Plantation melakukan pengkaplingan di wilayah adat Orang Seko. Perusahaan kemudian baru mulai melakukan studi kelayakan untuk pengembangan perkebunan teh di wilayah adat Seko pada 1989. Pada tahun 1996, PT. Seko Fajar Plantation mendapat Sertifikat HGU No. 1/1996 tertanggal 10 Agustus 1996 dan Sertifikat HGU No. 2 tertanggal 16 Agustus 1996, dengan luas keseluruhan areal 23.718 hektar (data dari masyarakat saat FGD seko padang). Dalam perkembangannya, PT. Seko Fajar Plantation tidak melakukan aktifitas sesuai dengan fungsi dan peruntukannya sebagaimana termaksud dalam Sertifikat HGU. Tahun 2012, Kepala BPN RI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 5/PTT-HGU/BPN RI/2012, tanggal 18 Januari 2012 tentang Penetapan Tanah Terlantar atas tanah Hak Guna Usaha Nomor 1 atas nama PT Seko Fajar Plantation dan Surat Keputusan Nomor 6/PTT-HGU/BPN RI/2012, tanggal 18 Januari 2012 tentang Penetapan Tanah Terlantar atas Tanah Hak Guna Usaha Nomor 2 atas nama PT Seko Fajar Plantation. Tanggal 28 Pebruari 2012, PT. Seko Fajar Plantation mengajukan gugatan atas Surat Keputusan tersebut, dan putusan terhadap gugatan tersebut memenangkan pihak perusahaan (PT. Seko Fajar Plantation). Karena itu, sampai saat ini tanah-tanah masyarakat secara administrasi masih dikuasai oleh PT. Seko Fajar Plantation, meski fakta di lapangan menunjukkan bahwa PT. Seko Fajar Plantation tidak beroperasi sebagaimana mestinya.
Perkebunan Teh
Perkebunan
46 2012 Konflik PT Russelindo Putra Prima (RPP) dengan masyarakat Transmigrasi di desa Gajah Mati Desa Gajah Mati, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan wilayah S1 sampai SP9 tadinya untuk program transmigrasi. Sampai 2007, program tersebut hanya terlaksana di SP1 sampai SP6. Lalu lahan tersebut akan ditanami sawit oleh PT Russelindo Putra Prima (RPP). Sedangkan SP8 dan SP9 sudah ditanami sawit. lahan yang dikerjakan PT RPP hanya berkisar 15 meter hingga 20 meter dari pinggiran Sungai Mesuji. Sehingga aktifitas tersebut bisa dikatakan meyalahi aturan Amdal dan Dampak Aliran Sungai (DAS).
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
47 2000 Konflik Masyarakat Adat Nagari Kapa dengan PT. Permata Hijau Pasaman (PHP) persoalan konflik sawit yang terjadi antara masyarakat Nagari Kapa dengan PT. PHP Pasaman. Konflik berawal pada 1997, ketika pucuk adat dan ninik mamak di Nagari Kapa menyerahkan tanah ulayat kepada Bupati Pasaman untuk dijadikan tanah negara dan selanjutnya diserahkan lahan tersebut kepada perusahaan untuk kegiatan perkebunan sawit dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) sebagai alas hak pengusahaannya. Penyerahan itu ternyata tidak dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan masyarakat Nagari Kapa sehingga banyak diantara masyarakat Nagari tidak mengetahui proses penyerahan, luasan, lokasi dan sebagainya. Akhirnya banyak kalangan anak nagari (masyarakat kampung) dirugikan karena merasa kehilangan tanah, termasuk dari kalangan bundo kanduang yang notabene sebagai pemilik ulayat. Bahkan mereka mengangap penyerahan lahan yang dilakukan oleh pucuk adat dan ninik mamak pada saat itu kepada perusahan hanya mewakili kepentingan mereka sendiri, bukan kepentingan masyarakat Nagari Kapa. Pada tahun 1999-2000, pecah konflik di Nagari Kapa, dimana sekitar 150 KK menggarap sisa lahan sekitar 200 hektar yang lokasinya berdampingan dengan perkebunan perusahaan. Aparat kepolisian kemudian datang dan mengusir masyarakat pengarap. Kejadian itu memantik kemarahan masyarakat dan menyerang kantor perusahaan. Akibatnya beberapa orang laki-laki yang diduga melakukan pengrusakan, ditahan, disidangkan dan dipenjara Konflik juga terjadi akibat persoalan plasma. Sekitar tahun 2000, masyarakat Nagari Kapa berunjuk rasa menuntut untuk menyerahkan kebun plasma yang menjadi kewajiban perusahaan, dengan menghalangi kegiatan perusahaan untuk memanen tandan buah segar lahan perkebunannya. Hingga pada tahun 2004, perusahaan menyerahkan lahan plasma seluas 353 hektar dan pada tahun 2009 seluas 344 hektar kepada masyarakat Nagari Kapa.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
48 2007 Konflik Perkebunan PT PHP (Permata Hijau Pasaman) atau GMT di Pasaman Barat Konflik Perkebunan sawit PT. PHP atau GMT dengan Masyarakat di Kabupaten Pasaman Barat berawal dari penandatanganan perjanjian yg menyepakati kedua pihak untuk tidak memanen/beraktivitas di Vase IV "titik nol" yg ternyata dilanggar oleh pihak PT. PHP, serta tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan hak plasma.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
49 2012 Konflik Akibat Pencemaran Perusahaan Sawit PT. Incasi Raya Sodetan POM di Nagari Inderapura Barat Konflik masyarakat Tanjuang Batang Kapas Kenagarian Inderapuro barat berawal pada buruknya pengelolaan aktifitas perusahaan kelapa sawit yang dikelola oleh PT. Incasi Raya Sodetan POM (Lahan perkebunan dengan izin No. 660/332/Kpts/BPT-PS/2010). Perusahaan diduga telah melakukan pembuangan limbah di aliran sungai. Akibatnya perekonomian masyarakat terganggu dengan banyak ditemukannya lokan-lokan mati dan kualitas air sungai yang semakin memburuk. Sungai berwarna hitam kecoklat-coklatan, berbau busuk dan gatal-gatal saat digunakan untuk mandi. Memanfaatkan sungai dan berprofesi sebagai penyelam lokan (pencari lokan) dahulunya mampu menopang kebutuhan ekonomi masyarakat Inderapura
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
50 1998 Konflik Perkebunan PTPN VIII VS Desa Jatisari, Garut Masyarakat penggarap yang berada di Desa Jatisari Kecamatan Cisompet Kabupaten Garut yang menggarap diatas lahan Eks. HGU PTPN VIII Bunisari Lendra sejak tahun 1998 yang tergabung kedalam organisasi Serikat Petani Pasundan sangat khawatir dan takut karena PTPN VIII Bunisari Lendra melakukan pembabatan tanaman milik penggarap tersebut. Kronologis kejadian pembabatan yang dilakukan PTPN VIII Bunisari Lendra adalah sebagai berikut: Waktu Kejadian 14-15 April 2014 Pihak PTPN VIII Bunisari Lendra melakukan pembabatan terhadap tanaman pisang dan tanaman keras milik masyarakat yang berada diatas lahan Eks. HGU PTPN VIII Bunisari Lendra, lahan yang dibabat tanamannya tersebut milik 6 Orang masyarakat penggarap dengan luas lahan yang sudah di babat tanamannya seluas 3 Hektare hingga merusak 40 pohon, dan sekitar 1000 pohon pisang, menurut salah satu saksi yang bernama DD (Inisal) 35 Thn, pembabatan tersebut dilakukan oleh karyawan perkebunan PTPN VIII Bunisari Lendra dengan kawalan preman bayaran dan oknum aparat Brimob.
Eks-Perkebunan
Perkebunan
Displaying : 41 - 50 of 248 entries, Rows/page: