Konflik Masyarakat Sei Ahas dengan PT. Rezeki Alam Semesta Raya
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
222
2008
Perambahan Hutan Larangan Adat Suku Ampang Delapan Talang Mamak Oleh PT. Selantai Agro Lestari
Konflik dipicu oleh perambahan hutan untuk perkebunan sawit di rimba pusaka Penyabungan dan Pangunaan pada 2004 terjadi hingga ke Sungai Tunu yang mengancam peninggalan leluhur Talang Mamak. PT SAL yang belum memiliki HGU sudah beroperasi seenaknya dan menggusur hutan adat yang menjadi tempat bergantung hidup masyarakat.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
223
2014
dianiaya di tanah leluhur
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang No.12 Tahun 2008,
tentang Penyelenggaraan Usaha Perkebunan, pada bagian ketentuan
umum poin 10 disebutkan adanya kemitraan Perkebunan adalah
hubungan kerja yang saling menguntungkan, menghargai, bertanggung
jawab, memperkuat dan saling ketergantungan antara perusahaan
perkebunan dengan pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar
perkebunan. Sekiranya ketentuan tersebut diterapkan, maka Masyarakat
Adat Desa Semunying Jaya mungkin akan menerimanya, tetapi praktik
perampasan lahan, penggusuran kampung, kebun, dan lahan pertanian
masyarakat atas nama pembangunan serta terjadinya kriminalisasi
tokoh masyarakat, rusaknya ekosistem, situs sejarah dan struktur sosial
budaya masyarakat adat Semunying Jaya menyebabkan sering terjadi
konflik vertikal dan horizontal yang tidak pernah diselesaikan dengan
proporsional. Itulah sebabnya kasus Semunying Jaya menjadi fokus
pembahasan utama di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional.
Pertanyaan kritis muncul, mengapa berbagai regulasi yang dikeluarkan
begitu mudah dibelokan untuk keuntungan pihak pengembang usaha
perkebunan (dalam hal ini PT Ledo Lestari). Sepertinya pihak pengelola
perkebunan telah menjadi buta mata dan hatinya sehingga tidak mau
tahu jeritan dan penderitaan masyarakat adat sebagai petani
perladangan. Hal ini terungkap dari hasil wawancara pada tanggal 28
Agustus 2014, seperti dikemukakan oleh Pak Abulipah sebagai berikut:
“PT Ledo Lestari di Semunying Jaya telah melakukan perampasan
hak-hak atas tanah kami, dikatakan merampas karena lahan yang
mereka rampas dan kerjakan merupakan lahan milik kesayangan warga
kami Semunying Jaya. Lahan tersebut terus kami jaga dan bila lengah
sehari saja ditinggalkan maka lahan tersebut sudah digusur
perusahaan. pihak sawit menawarkan kompensasi paksa untuk lahan
tersebut, bila menolak kompensasi, maka lahan tersebut diambil begitu
saja. Sesungguhnya, kami tidak pernah rela menyerahkan lahan kami
kepada perusahaan walaupun pada kenyataannya lahan tersebut telah
ditumbuhi pohon sawit. Jangan dikira kami mau menjual tanah-tanah
kami tersebut.” Tegas Abulipah dengan penuh keyakinan. Abulipah
berkeyakinan bahwa akan ada masanya kejahatan itu akan dipatahkan
oleh kebenaran.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
224
2005
Konflik Masyrakat Kemawen denga PT. Berjaya Agro Kalimantan
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
225
2014
Jalan Panjang Perjuangan Suku Anak Dalam (SAD) 113 Melawan Perusahaan Perkebunan Sawit PT. Asiatic Persada
Konflik perebutan lahan antara PT Asiatic Persada dengan masyarakat
SAD merupakan konflik lahan yang berkepanjangan. Resolusi sulit
mencampai titik pangkal. Setiap konsesus berakhir dengan
penghianatan ataupun kecurangan dari pihak perusahaan sehingga
menimbulkan reaksi yang semakin keras dari masyarakat SAD Batin
Sembilan.
Perusahaan perkebunan sawit PT Asiatic Persada (semula bernama PT
Bangun Desa Utama/BDU) mendapatkan izin konsesi sejak tahun 1986
melalui SK No. 46/SHSU DA/1986 berupa Hak Guna Usaha (HGU). Izin
HGU PT AP tersebut dikeluarkan satu tahun setelah diterbitkannya
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi No. 188.4/599
Tahun 1985 tentang pencadangan tanah seluas 40 ribu ha untuk PT BDU
untuk penggunaan Proyek Perkebunan Sawit. Surat Keterangan tersebut
diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).
Namun, setahun setelah diterbitkannya izin HGU PT Asiatic Persada
seluas 20 ribu ha, pada tahun 1987 Balai Inventarisasi Tata Guna Hutan
mengeluarkan SK yang menyatakan bahwa dari 40 ribu ha lahan yang
dicadangkan untuk perkebunan PT Asiatic Persada, hanya sebesar
27.150 ha yang bisa dilepaskan untuk kepentingan perkebunan sawit
perusahaan. Sementara itu, izin HGU yang sudah dikeluarkan satu tahun
sebelumnya itu (1986), luasnya mencapai 20.000 ha.
Saat status kawasan hutan dilepaskan untuk kepentingan perkebunan
sawit tersebut, seluas 1.485 ha merupakan areal kerja HPH PT Tanjung
Asa, sebesar 10.550 merupakan areal kerja HPH PT Rimba Makmur, dan
sebesar 15.115 ha merupakan areal kerja HPH PT Asialog.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
226
2014
PT. Kalimantan Citra Lestari VS Warga Mantangai Hulu
Penolakan terhadap perusahaan perkebunan sawit karena berada dalam wilayah kelola warga. Penyerobotan lahan kelola warga dan kelompok 3 tani.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
227
2016
Penyerobotan Lahan Masyarakat Desa Ramang oleh Perusahaan
PT. AGL Menggusur kebun dan ladang masyarakat seluas sekitar 800 Ha. Perusahaan tidak pernah melakukan sosialisasi, apalagi membeli tanah ke warga. Warga menolak PT.AGL, menuntut ganti rugi tanam tumbuh, dan menuntut pengembalian tanah.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
228
1982
Konflik Perkebunan PTPN XXVIII/PTPN XIV di Desa Uraso, Sulawesi Selatan
PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tanggal 14 Pebruari 1995 dan Akta Notaris Harun Kamil, SH Nomor 47 tanggal 11 Maret 1996.
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
229
2004
Konflik Desa Biru Maju dengan PT. Buana Arta Sejahtera
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan
230
2017
Pemukiman dan areal berkebun masyarakat masuk dalam eks lahan HGU UD Maju
Pemukiman dan areal berkebun masyarakat masuk dalam eks lahan HGU UD Maju sejak tahun 1980. Lokasi ini juga merupakan Eks lahan HGU UD Maju Tahun 1989