DATA DETIL
Konflik pembebasan lahan warga Patimban dengan Megaproyek Pelabuhan Internasional Patimban, Subang.

 JAWA BARAT, KAB. SUBANG

Nomor Kejadian :  30-04-2020
Waktu Kejadian :  01-12-2019
Konflik :  Pelabuhan
Status Konflik :  Dalam ProsesMediasi
Sektor :  Infrastruktur
Sektor Lain  :  
Luas  :  356,23 Ha
Dampak Masyarakat  :  38.951 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Kementerian Perhubungan
  • Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
  • Dirjen Perhubungan Laut (pemilik proyek)
  • Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN)
  • PSP3 IPB
  • Komisi V DPR RI
  • Badan Pertanahan Nasional (BPN)
  • Bupati Subang
  • Gubernur Jawa Barat
  • Kedutaan Besar Jepang
  • Ombudsman RI
  • PT. Wijaya Karya
  • PT. PP
  • Shimizu Corporation
  • JICA
  • Penggarap lahan tambak eks PT Laksana Dinamika
  • Paguyuban Tani Berkah Jaya (PTJB)
  • Masyarakat Desa Patimban
  • Masyarakat Desa Gempol
  • Masyarakat Desa Kaletambo
  • Masyarakat Desa Pusaka Ratu
  • Masyarakat Desa Kota Sari
  • Masyarakat Desa Pusaka Jaya

KONTEN

Melalui Perpres Nomor 47 Tahun 2016, Pemerintah Jokowi menetapkan pembangunan Pelabuhan Internasional Patimban sebagai Proyek Strategis Nasional. Inisiasi pembangunan dimulai pada 2018 dengan bantuan dana dari JICA. Meski begitu, sampai bulan Desember 2019, masih ada warga yang belum menerima ganti rugi atas hak miliknya.

Pada akhir 2019 kemarin, dua kelompok warga melakukan aksi demo di depan Kecamatan Pusakanagara. Mereka tidak terima atas jumlah ganti rugi yang ditawarkan pemerintah atas sawah dan lahan tambak mereka. Dua kelompok warga ini berasal dari Desa Patimban, yang merupakan kelompok penggarap lahan tambak, dan petani yang tergabung dalam Paguyuban Tani Berkah Jaya (PTBJ). Mereka menolak menerima ganti rugi yang diberikan pemerintah sebesar Rp 129.000 untuk tambak, dan Rp 330.000 untuk tanah sawah. Menurut mereka besaran nilai ganti rugi yang diberikan pemerintah seharusnya mengikuti hasil penelitian dari Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor (PSP3 IPB) tentang Pola Nafkah masyarakat Patimban, bahwa untuk memenuhi penghidupan yang layak, setidaknya tanah harus bernilai Rp 750.000 per meternya.

Tuntutan nilai ganti rugi tersebut sudah mereka sampaikan sejak 2018. Bahkan mereka pun telah melakukan aksi demo ke Ombudsman RI, DPR RI, Kementerian Perhubungan, dan juga Kedutaan Besar Jepang selaku pemberi pinjaman pada pembangunan Pelabuhan Internasional Patimban.

Pembangunan Pelabuhan Patimban merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 58 Tahun 2017 yang merupakan perubahan dari Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Perpres Nomor 47 Tahun 2016 tentang Penetapan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang, Jawa Barat sebagai Proyek Strategis Nasional. Klaim pemerintah, pembagunan ini dilakukan untuk mengurangi kelebihan kapasitas di Pelabuhan Tanjung Priok.
Nilai investasi proyek ini adalah kurang lebih sebesar Rp 43,2 trilyun, dengan skema pendanaan APBN dengan pinjaman luar negeri, APBD, dan juga swasta. Sumber pendanaan terbesar berasal dari Japan international Cooperation Agency (JICA), tepatnya melalui skema Official Development Assistance (ODA Loan).

Luas proyek ini adalah 673,02 hektar, yang terdiri dari back up area 356,23 hektar, jalan akses 15,79 hektar, dan area pelabuhan (area laut) seluas 301 hektar. Secara spesifik, pembangunan Pelabuhan Patimban terletak di Patimban, Kabupaten Subang, di bagian utara Jawa Barat pada 107° 54'15.48 "E dan pada 6° 14'37,73" S.

Penanggung jawab proyek ini adalah Kementerian Perhubungan, khususnya yaitu Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Namun, pada proyek ini pembangunan tiap area dibagikan ke berbagai pihak, diantaranya PT Wijaya Karya dan PT PP membangun jembatan penghubung Pelabuan Patimban; dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam membangun jalan akses.

Pembangunan pelabuhan dibagi kedalam empat fase, yaitu: 1) Fase I: pembangunan terminal kendaraan dan peti kemas yang sudah mencapai 58,37% per akhir Januari 2020; 2) Fase II: pembangunan breakwater, seawall, dan revetment, yang pembangunannya mencapai 25%; 3) Fase III: pembangunan jembatan penghubung sepanjang 1 kilometer yang menjadi akses utama penghubung badan pelabuhan dengan jalan akses dan back up area; 4) Fase IV: pembangunan jalan akses yang saat ini progressnya mencapai 65%.
Wilayah yang masih berkonflik adalah pada back up area, yang secara eksisting merupakan wilayah pemukiman, pertanian, rekreasi (Pantai Kebun Kelapa), dan tambak di Desa Patimban. Mayoritas warga Desa Patimban merupakan petani padi, sisanya adalah petambak dan nelayan. Warga juga mengusahakan berbagai komoditas di kebunnya, yaitu mangga, papaya, pisang, dan kelapa. Rata-rata luas lahan yang mereka garap adalah 0,75 hektar. Beberapa warga juga berusaha ternak domba dan ayam. Di sana juga terdapat usaha pengeringan ikan, yang satu tahunnya dapat menghasilkan kurang lebih 240.000 kg ikan asin.
Melihat dari penggunaan lahan oleh warga, perkiraan penggunaan lahan darat yang terkena dampak Pelabuhan Patimban menurut penelitian Somadi (2019), diantaranya: 1) lahan pertanian sawah seluas 117,5 hektar (47%), lahan perikanan tambak seluas 100 hektar (40%), lahan perkebunan seluas 12,5 hektar (5%), lahan perdagangan seluas 12,5 hektar (5%), lahan peternakan seluas 5 hektar (2%), dan lahan pengerikan ikan seluas 2,5 hektar (1%).

Hitungan ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah menurut UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah hanya diberikan kepada mereka yang memiliki hak atas tanah. Padahal yang juga mengalami kerugian akan adanya pembangunan pelabuhan ini adalah nelayan. Somadi (2019) mencatat bahwa setidaknya dalam waktu satu tahun, telah terjadi penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp. 337.500.000. Pembangunan Pelabuhan Patimban di area laut dibangun dengan cara reklamasi yang menyebabkan terjadi pendangkalan di area sekitarnya. Akibatnya tangkapan nelayan mengalami penurunan. Sebelum ada pembangunan pelabuhan, biasanya tangkapan udang dalam 1 hari mampu mencapai 10 kg, sedangkan saat ini hanya berkisar 3 kg saja. Begitu juga dengan ikan. Mereka hanya mendapat tangkapan sebesar 100 kg setelah sebelumnya bisa mendapatkan ikan sebanyak 250 kg dalam sekali melaut.


Media, Jurnal, dan Dokumen Pendukung

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--