Konflik PTPN XIV dengan warga Desa Batu Mila
SULAWESI SELATAN, KAB. ENREKANG
Nomor Kejadian
:
1
Waktu Kejadian
:
01-01-2022
Konflik
:
PTPN
Status Konflik
:
Dalam ProsesHukum
Sektor
:
Perkebunan
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
3.267,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
0 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Bupati Enrekang
- DPRD Sulawesi Selatan
- PTPN
- Masyarakat Batu Mila
KONTEN
PTPN XIV berdiri pada 14 Februari 1994, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19. Ini hasil peleburan dari usaha perkebunan XXVII, XXXII, eks proyek perkebunan XXIII, dan PT Bina Mulia Ternak.
Dari PT Bina Mulia Ternak inilah, PTPN Maroangin berdiri. Di laman resmi PTPN, unit ini mengelola enam usaha peternakan sejak 1973 dengan luas 36.931 hektar. Masing-masing di Maroangin Enrekang, Sidrap, Wajo, dan Nusa Tenggara Timur. Aset PTPN XIV bermula dari PT Bina Mulia Ternak (BMT) Persero HGU pada 1973 dengan masa berlaku sampai 2003. Pengembangan ternak ini kurang berhasil, melalui PP No 19/1996 ada merger antara BMT, PTPN 28, PTPN 23, PTPN 23, jadi PTPN XIV Persero.
Saat penggabungan ini, PTPN XIV mengembangkan ubi dan membangun pabrik tapioca, juga tak berhasil. Akhirnya, lahan tidur. Sebelum HGU berakhir pada 2003, PTPN mengajukan perpanjangan dan rekomendasi kepada Bupati Enrekang pada 2001.
Bupati Enrekang hanya menginginkan rekomendasi itu kalau luasan sekitar 3.000 hektar. Sisa HGU 2.320 hektar akan digunakan pemerintah daerah untuk penataan, dan pengelolaan. Dari sinilah yang antara lain jadi Kebun Raya Enrekang, Kawasan Industri Maiwa Enrekang, sampai prasarana PDAM. Juga, sekolah dan beberapa fasilitas umum lain.
HGU PTPN XIV Maroangin–eks PT Bina Mulia Ternak–berakhir tahun 2003. Ketika masa izin berakhir, beberapa warga mulai memasuki lahan yang tak dikelola. Mereka menanam tanaman jangka pendek, seperti jagung dan padi. Ironis, perusahaan tak mengizinkan bahkan mengerahkan bantuan kepolisian mengusir warga.
Saparuddin, warga Maiwa, tak tinggal diam. Di lahan yang diklaim milik sang kakek, dilepaskan beberapa sapi. Dia mendirikan rumah kebun. Perusahaan makin marah. Ancaman mulai datang. Kriminalisasi mulai gencar.
2 Februari 2018, ratusan orang memasuki lokasi perusahaan. Mereka berunjuk rasa dan meminta perusahaan menghentikan segala kegiatan. Permintaan itu tak pernah terpenuhi. Pada 19 Maret 2018, saya menyaksikan penanaman sawit oleh perusahaan.
Sebelum unjuk rasa, Pemerintah Kabupaten Enrekang, telah mengirimkan surat peringatan untuk Direksi PTP Nusantara XIV. Surat ditandatangani Bupati Enrekang, Muslimin Bando menyatakan, jika HGU perusahaan berakhir sejak 2003 dan tak diperpanjang. DPRD Enrekang juga membentuk panitia khusus untuk penyelesaian konflik ini.
HGU PTPN 1973-2003. Sesuai Permen Agraria/Kepala BPN No 9/1999, katanya, dua tahun sebelum masa berlaku berakhir harus ajukan perpanjangan. Beberapa warga mulai masuk, menggarap tanah tak terurus. Bermodal sekop dan cangkul, dia mulai menggarap tanah tidur itu. PTPN XIV melirik sawit pada 2016. Pada tahun sama, mulai pembibitan di kebun Maroangin, Enrekang.
Pada Juni 2016, Pemerintah Enrekang mengeluarkan surat peringatan kepada direksi PTPN XIV kalau sejak HGU berakhir pada 2003, perusahaan tak lagi berhak beraktivitas. Selain karena alas hak sudah tidak ada, PTPN XIV selama menguasai lahan sekitar 40 tahun, sama sekali tidak memberikan manfaat dan kontribusi baik kepada masyarakat maupun pemerintah daerah
Jelang 2017 awal, perusahaan mulai bergeliat dan pembibitan sawit. Surat rekomendasi perpanjangan HGU itu keluar pada 15 September 2020. Isinya, respon dari permintaan PTPN XIV pada 3 Juli 2020 untuk rekomendasi pembaharuan HGU seluas 3.267 hektar. Pada 4 Januari 2022, perusahaan mengeluarkan surat pemberitahuan untuk pembersihan lahan.
https://www.mongabay.co.id/2018/04/08/konflik-dengan-warga-tanpa-hgu-ptpn-xiv-di-enrekang-mulai-tanam-sawit/ , https://www.mongabay.co.id/2022/03/14/berhadapan-dengan-ptpn-warga-enrekang-tak-ada-kepastian-lahan/
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
SULAWESI SELATAN, KAB. ENREKANG
Nomor Kejadian | : | 1 |
Waktu Kejadian | : | 01-01-2022 |
Konflik | : | PTPN |
Status Konflik | : | Dalam ProsesHukum |
Sektor | : | Perkebunan |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 3.267,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 0 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Bupati Enrekang
- DPRD Sulawesi Selatan
- PTPN
- Masyarakat Batu Mila
KONTEN
PTPN XIV berdiri pada 14 Februari 1994, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19. Ini hasil peleburan dari usaha perkebunan XXVII, XXXII, eks proyek perkebunan XXIII, dan PT Bina Mulia Ternak.
Dari PT Bina Mulia Ternak inilah, PTPN Maroangin berdiri. Di laman resmi PTPN, unit ini mengelola enam usaha peternakan sejak 1973 dengan luas 36.931 hektar. Masing-masing di Maroangin Enrekang, Sidrap, Wajo, dan Nusa Tenggara Timur. Aset PTPN XIV bermula dari PT Bina Mulia Ternak (BMT) Persero HGU pada 1973 dengan masa berlaku sampai 2003. Pengembangan ternak ini kurang berhasil, melalui PP No 19/1996 ada merger antara BMT, PTPN 28, PTPN 23, PTPN 23, jadi PTPN XIV Persero.
Saat penggabungan ini, PTPN XIV mengembangkan ubi dan membangun pabrik tapioca, juga tak berhasil. Akhirnya, lahan tidur. Sebelum HGU berakhir pada 2003, PTPN mengajukan perpanjangan dan rekomendasi kepada Bupati Enrekang pada 2001.
Bupati Enrekang hanya menginginkan rekomendasi itu kalau luasan sekitar 3.000 hektar. Sisa HGU 2.320 hektar akan digunakan pemerintah daerah untuk penataan, dan pengelolaan. Dari sinilah yang antara lain jadi Kebun Raya Enrekang, Kawasan Industri Maiwa Enrekang, sampai prasarana PDAM. Juga, sekolah dan beberapa fasilitas umum lain.
HGU PTPN XIV Maroangin–eks PT Bina Mulia Ternak–berakhir tahun 2003. Ketika masa izin berakhir, beberapa warga mulai memasuki lahan yang tak dikelola. Mereka menanam tanaman jangka pendek, seperti jagung dan padi. Ironis, perusahaan tak mengizinkan bahkan mengerahkan bantuan kepolisian mengusir warga.
Saparuddin, warga Maiwa, tak tinggal diam. Di lahan yang diklaim milik sang kakek, dilepaskan beberapa sapi. Dia mendirikan rumah kebun. Perusahaan makin marah. Ancaman mulai datang. Kriminalisasi mulai gencar.
2 Februari 2018, ratusan orang memasuki lokasi perusahaan. Mereka berunjuk rasa dan meminta perusahaan menghentikan segala kegiatan. Permintaan itu tak pernah terpenuhi. Pada 19 Maret 2018, saya menyaksikan penanaman sawit oleh perusahaan.
Sebelum unjuk rasa, Pemerintah Kabupaten Enrekang, telah mengirimkan surat peringatan untuk Direksi PTP Nusantara XIV. Surat ditandatangani Bupati Enrekang, Muslimin Bando menyatakan, jika HGU perusahaan berakhir sejak 2003 dan tak diperpanjang. DPRD Enrekang juga membentuk panitia khusus untuk penyelesaian konflik ini.
HGU PTPN 1973-2003. Sesuai Permen Agraria/Kepala BPN No 9/1999, katanya, dua tahun sebelum masa berlaku berakhir harus ajukan perpanjangan. Beberapa warga mulai masuk, menggarap tanah tak terurus. Bermodal sekop dan cangkul, dia mulai menggarap tanah tidur itu. PTPN XIV melirik sawit pada 2016. Pada tahun sama, mulai pembibitan di kebun Maroangin, Enrekang.
Pada Juni 2016, Pemerintah Enrekang mengeluarkan surat peringatan kepada direksi PTPN XIV kalau sejak HGU berakhir pada 2003, perusahaan tak lagi berhak beraktivitas. Selain karena alas hak sudah tidak ada, PTPN XIV selama menguasai lahan sekitar 40 tahun, sama sekali tidak memberikan manfaat dan kontribusi baik kepada masyarakat maupun pemerintah daerah
Jelang 2017 awal, perusahaan mulai bergeliat dan pembibitan sawit. Surat rekomendasi perpanjangan HGU itu keluar pada 15 September 2020. Isinya, respon dari permintaan PTPN XIV pada 3 Juli 2020 untuk rekomendasi pembaharuan HGU seluas 3.267 hektar. Pada 4 Januari 2022, perusahaan mengeluarkan surat pemberitahuan untuk pembersihan lahan.
https://www.mongabay.co.id/2018/04/08/konflik-dengan-warga-tanpa-hgu-ptpn-xiv-di-enrekang-mulai-tanam-sawit/ , https://www.mongabay.co.id/2022/03/14/berhadapan-dengan-ptpn-warga-enrekang-tak-ada-kepastian-lahan/
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |