Konflik Lahan di Perbatasan Taman Nasional Kelimutu, Ende, Pulau Flores
NUSA TENGGARA TIMUR, KAB. ENDE
Nomor Kejadian
:
07-04-2020
Waktu Kejadian
:
01-12-2018
Konflik
:
Taman Nasional
Status Konflik
:
Selesai
Sektor
:
Hutan Konservasi
Sektor Lain
:
pariwisata
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
100,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
165 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Pemerintah Daerah
- Balai Taman Nasional Kelimutu
- Masyarakat Adat Desa Saga
- Masyarakat Adat Desa Niowula
KONTEN
Penetapan kawasan Taman Nasional Kelimutu (TNK) tidak sepenuhnya berdasarkan hasil sosialisasi kepada masyarakat sekitar. Pada 1984, ketika TNK ditetapkan melalui SK Menhut seluas kurang lebih 5.300 ha, 100 ha di antaranya merupakan lahan-lahan pertanian yang dikuasai oleh masyarakat secara turun temurun di mana mereka menanam tanaman pangan dan sayuran, dan juga tanaman kopi, kakao, atau vanili. Tidak adanya sosialisasi dibuktikan oleh ketua adat (Mosalaku) sebagai penguasa tanah ulayat yang tidak pernah sekalipun diberitahu bahwa tanah kekuasaannya masuk ke dalam kawasan TNK.
Pada 2007, Balai TNK melalui tangan Polisi Hutan beberapa kali menyingkirkan masyarakat yang dianggap telah merusak kawasan TNK dengan menggarapnya. Tidak jarang konflik fisik antara masyarakat dan Polhut seringkali terjadi. Masyarakat tentu saja menolak dan menyampaikan protesnya. Ketika Polhut tidak dapat mengatasi konflik horizontal, tidak jarang aparat TNI Koramil ikut turun tangan menertibkan ratusan warga Desa Saga dan Niowula agar tidak lagi melakukan aktivitas pertanian atau perkebunan.
Pada akhirnya di tahun 2015, pemerintah dan Balai TNK melakukan mediasi kepada masyarakat untuk menyelesaikan persoalan tapal batas kawasan TNK. Masyarakat diajak berkompromi untuk tetap diizinkan menggarap lahan dengan berbagai persyaratan yang di antaranya adalah hanya 21 ha untuk 55 KK warga Desa Saga dan 19,6 ha untuk 37 KK yang diakui sebagai penggarap di dalam kawasan TNK, dan masyarakat diharuskan mengikuti pelaksanaan rencana pariwisata Kelimutu dengan menjadi pemukiman dan sejumlah titik wilayah desa sebagai objek wisata. Sebaliknya TNK akan memfasilitasi warga dalam pembangunan rumah-rumah adat dengan cara memberikan sejumlah uang kepada masyarakat melalui ketua adat/mosalaki. Lahan-lahan pertanian warga yang berada di dalam kawasan TNK juga diwajibkan hanya menanam tanaman keras, tidak diizinkan untuk menanam tanaman holtikultura.
Agrarian Resources Center
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
NUSA TENGGARA TIMUR, KAB. ENDE
Nomor Kejadian | : | 07-04-2020 |
Waktu Kejadian | : | 01-12-2018 |
Konflik | : | Taman Nasional |
Status Konflik | : | Selesai |
Sektor | : | Hutan Konservasi |
Sektor Lain | : | pariwisata |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 100,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 165 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Pemerintah Daerah
- Balai Taman Nasional Kelimutu
- Masyarakat Adat Desa Saga
- Masyarakat Adat Desa Niowula
KONTEN
Penetapan kawasan Taman Nasional Kelimutu (TNK) tidak sepenuhnya berdasarkan hasil sosialisasi kepada masyarakat sekitar. Pada 1984, ketika TNK ditetapkan melalui SK Menhut seluas kurang lebih 5.300 ha, 100 ha di antaranya merupakan lahan-lahan pertanian yang dikuasai oleh masyarakat secara turun temurun di mana mereka menanam tanaman pangan dan sayuran, dan juga tanaman kopi, kakao, atau vanili. Tidak adanya sosialisasi dibuktikan oleh ketua adat (Mosalaku) sebagai penguasa tanah ulayat yang tidak pernah sekalipun diberitahu bahwa tanah kekuasaannya masuk ke dalam kawasan TNK.
Pada 2007, Balai TNK melalui tangan Polisi Hutan beberapa kali menyingkirkan masyarakat yang dianggap telah merusak kawasan TNK dengan menggarapnya. Tidak jarang konflik fisik antara masyarakat dan Polhut seringkali terjadi. Masyarakat tentu saja menolak dan menyampaikan protesnya. Ketika Polhut tidak dapat mengatasi konflik horizontal, tidak jarang aparat TNI Koramil ikut turun tangan menertibkan ratusan warga Desa Saga dan Niowula agar tidak lagi melakukan aktivitas pertanian atau perkebunan.
Pada akhirnya di tahun 2015, pemerintah dan Balai TNK melakukan mediasi kepada masyarakat untuk menyelesaikan persoalan tapal batas kawasan TNK. Masyarakat diajak berkompromi untuk tetap diizinkan menggarap lahan dengan berbagai persyaratan yang di antaranya adalah hanya 21 ha untuk 55 KK warga Desa Saga dan 19,6 ha untuk 37 KK yang diakui sebagai penggarap di dalam kawasan TNK, dan masyarakat diharuskan mengikuti pelaksanaan rencana pariwisata Kelimutu dengan menjadi pemukiman dan sejumlah titik wilayah desa sebagai objek wisata. Sebaliknya TNK akan memfasilitasi warga dalam pembangunan rumah-rumah adat dengan cara memberikan sejumlah uang kepada masyarakat melalui ketua adat/mosalaki. Lahan-lahan pertanian warga yang berada di dalam kawasan TNK juga diwajibkan hanya menanam tanaman keras, tidak diizinkan untuk menanam tanaman holtikultura.
Agrarian Resources Center
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |