Konflik Nelayan Desa Boddia dengan Pertambangan Pasir Laut PT. Boskalis dan PT. Jan De Nul
SULAWESI SELATAN, KAB. TAKALAR
Nomor Kejadian
:
14-08-2019
Waktu Kejadian
:
01-06-2017
Konflik
:
Pasir Laut
Status Konflik
:
Belum Ditangani
Sektor
:
Pertambangan
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
146.201,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
0 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Prov. Sulawesi Selatan
- Kab. Takalar
- PT. Boskalis
- PT. Jan De Nul
- Dusun Manjalling
- Dusun Boddia
KONTEN
Pertambangan pasir laut yang dilakukan oleh PT. Boskalis dan PT. Jan De Null menjadi dasar dari munculnya konflik yang ada di Desa Boddia, Khususnya di Dusun Boddia dan Manjalling. Pertambangan pasir laut ini merupakan bagian dari proyek reklamasi yang telah disepakati oleh Gubernur dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan di dalam Ranperda RZWP3K Sulsel. Kebutuhan reklamasi ini menciptakan beberapa daerah yang dialokasikan menjadi zona tambang pasir laut. Zona ini terbagi menjadi 3 blok yaitu blok spermonde, blok flores, dan blok palopo. Blok spermonde berada pada lokasi ruang tangkap dari banyak nelayan Galesong Raya. Dampak yang paling besar dirasakan oleh nelayan Desa Boddia, khususnya nelayan rawe (pancing), karena hanya nelayan rawe yang sering melakukan penangkapan ikan di sekitar daerah zona tambang pasir laut tersebut.
Dampak fisik yang dapat dilihat adalah ombak yang semakin besar yang mengakibatkan munculnya abrasi. Sudah sejak lama wilayah pesisir Boddia mengalami abrasi. Menurut keterangan masyarakat sekitar, pantai di Desa Boddia dulunya landai tidak seperti sekarang yang mempunyai bibir pantai yang semakin curam. Masalah ini memunculkan ancaman bagi nelayan karena pantai merupakan tempat mereka memarkir perahunya. Pergeseran pantai juga berarti ancaman bagi rumah yang ada di pesisir pantai. Sampai saat ini masyarakat belum menemukan solusi yang tepat untuk menghentikan abrasi yang terjadi, satu-satunya solusi yang ada hanya dengan memindahkan rumah-rumah yang sedang terancam karena adanya abrasi. Dampak lainnya adalah keruhnya air laut yang membuat proses fotosintesis menjadi terganggu. Hal ini kemudian menyebabkan biota yang ada menjadi berkurang drastis terutama udang, kepiting, dan cumi-cumi.
Menurunnya jumlah biota laut yang ada berdampak bagi perekonomian nelayan Boddia. Hasil yang didapat sangat berbeda jika dibandingkan dengan saat sebelum adanya penambangan pasir laut. Penambangan pasir laut juga mengganggu akses nelayan ketika kapal tambang pasir laut melakukan penambangan. Ketika penambangan dikakukan, nelayan memilih untuk berpindah tempat untuk melakukan penangkapan ikan, akan tetapi hasil yang didapat berkurang karena modal yang ada bertambah dan juga wilayah tankap yang berkurang. Selain berpindah lokasi, adapula nelayan yang berpindah profesi menjadi kuli bangunan, terutama nelayan rakkang, yang memang wilayah tangkapnya sangat dekat bahkan berada pada daerah operasi penambangan.
WALHI Sulawesi Selatan
LAMPIRAN
SULAWESI SELATAN, KAB. TAKALAR
Nomor Kejadian | : | 14-08-2019 |
Waktu Kejadian | : | 01-06-2017 |
Konflik | : | Pasir Laut |
Status Konflik | : | Belum Ditangani |
Sektor | : | Pertambangan |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 146.201,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 0 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Prov. Sulawesi Selatan
- Kab. Takalar
- PT. Boskalis
- PT. Jan De Nul
- Dusun Manjalling
- Dusun Boddia
KONTEN
Pertambangan pasir laut yang dilakukan oleh PT. Boskalis dan PT. Jan De Null menjadi dasar dari munculnya konflik yang ada di Desa Boddia, Khususnya di Dusun Boddia dan Manjalling. Pertambangan pasir laut ini merupakan bagian dari proyek reklamasi yang telah disepakati oleh Gubernur dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan di dalam Ranperda RZWP3K Sulsel. Kebutuhan reklamasi ini menciptakan beberapa daerah yang dialokasikan menjadi zona tambang pasir laut. Zona ini terbagi menjadi 3 blok yaitu blok spermonde, blok flores, dan blok palopo. Blok spermonde berada pada lokasi ruang tangkap dari banyak nelayan Galesong Raya. Dampak yang paling besar dirasakan oleh nelayan Desa Boddia, khususnya nelayan rawe (pancing), karena hanya nelayan rawe yang sering melakukan penangkapan ikan di sekitar daerah zona tambang pasir laut tersebut.
Dampak fisik yang dapat dilihat adalah ombak yang semakin besar yang mengakibatkan munculnya abrasi. Sudah sejak lama wilayah pesisir Boddia mengalami abrasi. Menurut keterangan masyarakat sekitar, pantai di Desa Boddia dulunya landai tidak seperti sekarang yang mempunyai bibir pantai yang semakin curam. Masalah ini memunculkan ancaman bagi nelayan karena pantai merupakan tempat mereka memarkir perahunya. Pergeseran pantai juga berarti ancaman bagi rumah yang ada di pesisir pantai. Sampai saat ini masyarakat belum menemukan solusi yang tepat untuk menghentikan abrasi yang terjadi, satu-satunya solusi yang ada hanya dengan memindahkan rumah-rumah yang sedang terancam karena adanya abrasi. Dampak lainnya adalah keruhnya air laut yang membuat proses fotosintesis menjadi terganggu. Hal ini kemudian menyebabkan biota yang ada menjadi berkurang drastis terutama udang, kepiting, dan cumi-cumi.
Menurunnya jumlah biota laut yang ada berdampak bagi perekonomian nelayan Boddia. Hasil yang didapat sangat berbeda jika dibandingkan dengan saat sebelum adanya penambangan pasir laut. Penambangan pasir laut juga mengganggu akses nelayan ketika kapal tambang pasir laut melakukan penambangan. Ketika penambangan dikakukan, nelayan memilih untuk berpindah tempat untuk melakukan penangkapan ikan, akan tetapi hasil yang didapat berkurang karena modal yang ada bertambah dan juga wilayah tankap yang berkurang. Selain berpindah lokasi, adapula nelayan yang berpindah profesi menjadi kuli bangunan, terutama nelayan rakkang, yang memang wilayah tangkapnya sangat dekat bahkan berada pada daerah operasi penambangan.
WALHI Sulawesi Selatan