DATA DETIL
Tambang Emas di Pulau Romang

 MALUKU, KAB. MALUKU BARAT DAYA

Nomor Kejadian :  00
Waktu Kejadian :  22-02-2008
Konflik :  Emas
Status Konflik :  Belum Ditangani
Sektor :  Pertambangan
Sektor Lain  :  
Luas  :  25.000,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  1 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Menteri Kehutanan (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)/Gubernur Maluku
  • Gubernur Maluku
  • Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Maluku
  • Kepala Kepolisian Resor Maluku Tenggara Barat
  • Kepala Kepolisian Sektor Pulau-Pulau Teselatan Kisar
  • Bupati Maluku Barat Daya
  • Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Kabupaten Maluku Barat Daya
  • Direktur PT. Gemala Borneo Utama.
  • Masyarakat Adat Pulau Romang

KONTEN

Pulau Romang atau bagi warga setempat dikenal dengan sebutan “Roma” memiliki luas wilayah 175 km2. Pulau Roma memilii tiga desa (atau warga menyebutnya sebagai “negeri), yaitu Desa Jerusu, Desa Hila, dan Desa Solath.
Pada tahun 1988 – 1992, PT MuswellBrook Mining bekerja sama dengan PT. Ashton Mining pernah melakukan kegiatan eksplorasi di Pulau Romang, namun tidak ada kelanjutannya sehingga tidak diketahui seberapa besar kandungan deposit logam mulia maupun perak yang ada di sana. Selain itu, perusahaan Biliton PLC (sekarang BHP Biliton) juga telah melakukan eksplorasi geologi, geokimia, dan geofisika di Pulau Romang bagian Selatan pada tahun 1998- 1999, tetapi hasilnya sama dengan tidak ada hasil yang menggemberikan.
PT Robust Recources. Ltd, merupakan perusahaan yang berasal dari Darwin Australia yang memiliki anak perusahaan bernama PT Gemala Borneo Utama. Berdasarkan perjanjian kontrak kerja (MoU) pada tanggal 22 Februari 2008, disepakati bahwa lokasi atau areal yang akan dieksplorasi seluas 25.000 Ha dari keseluruhan Pulau Romang1. PT Robust Recources memiliki kantor cabang di Kupang dan telah beroperasi sejak tahun 2006. Pada tahun 2006, pihak perusahaan mulai melaksanakan penelitian umum pada kawasan-kawasan yang ada di Pulau Romang khususnya di daerah Lakuwahi serta melanjutkan penelitian pada wilayah desa-desa.
Perusahaan mulai melakukan eksplorasi pasca Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat mengeluarkan Surat Rekomendasi no 540/052.a/rek/2008 yang ditandatangani oleh Bupati Maluku Tenggara Barat, Bitzael S. Temmar, tanggal 10 Juli 2008. Pada tahun 2009, perusahaan juga mendapat surat rekomendasi no 542/207/209 yang ditandatangani oleh Penjabat Bupati Maluku Barat Daya, Drs Jacob Patty, tanggal 20 Maret 2009 untuk melakukan kegiatan eksplorasi di Pulau Romang. Namun, sejak PT GBU beroperasi perusahaan tidak melakukan penjelasan secara terbuka dan komprehensif kepada masyarakat. Alhasil, ada sejumlah penolakan-penolakan terjadi kepada perusahaan sampai saat ini. (KontraS)
Temuan (Inkuiri Nasional KomnasHAM)
1. Dalam kasus Masyarakat Adat Pulau Romang, belum ada pengukuhan masyarakat adat dan batas wilayahnya;
2. Masyarakat Adat Pulau Romang adalah masyarakat hukum adat yang diakui oleh berbagai pihak. Namun keberadaan dan hak-haknya belum dihormati dan dilindungi, bahkan terindikasi dilanggar;
3. Dalam pengelolaan hutan ada persoalan mendasar yang belum selesai, yaitu walaupun kawasan hutan sudah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan namun didalamnya masih ada pihak ketiga (masyarakat adat, dll). Oleh karena itu, PP 44/2004 tentang Perencanan Kehutanan direvisi;
4. Secara umum UU 27 tahun 2007 tidak di perhatikan dalam perizinan, sehingga mengancam kelestarian pulau-pulau kecil. Semua pegelolaan sumber daya alam di pulau-pulau kecil harus berlandaskan pada zonasi pulau-pulau kecil tersebut;
5. Semua landasan pulau-pulau kecil harus berlandaskan pada zonasi pulau-pulau kecil;
6. Kehadiran PT. Gemala Borneo Utama menyebabkan lepasnya kekerabatan sosial yang selama ini dijalin;
7. Terindikasi terjadi pelanggaharan hak-hak perempuan, yaitu: hak atas rasa aman, hak atas stigma yang menyatakan mereka sebagai pengacau, hak atas informasi, pelanggaran hak atas ekonomi yang berdampak pada kebun masyarakat, hak atas pendidikan atas anak-anak dan hak atas lingkungan yang sehat;
8. Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya masih bersikap sektoral dalam menjalankan fungsi pelayanan publik.

Rekomendasi (Inkuiri Nasional KomnasHAM)
1. Diserukan agar Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya tidak menunggu didatangi oleh masyarakat adat, melainkan menilai prosesnya, dengan misalnya mengundang perwakilan masyarakat yang bersangkutan untuk datang ke pemerintah kabupaten dan/atau dengan melakukan blusukan ke lokasi Masyarakat Adat Pulau Romang;
2. Menjamin adanya program yang berkaitan dengan hak perempuan adat;
3. Konsultasi harus dilakukan dengan keseluruhan pihak masyarakat hukum adat bukan perwakilan;
4. Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya agar melakukan pemulihan kepada Masyarakat Adat Pulau Romang;
5. Kepolisian Republik Indonesia agar bersikap netral berdasarkan prinsip-prinsip HAM dan harus mencari kebenaran materil;
6. Kebijakan perizinan untuk usaha pertambangan di wilayah-wilayah adat harus dilakukan secara terpadu dan merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, (bukan hanya UU Minerba Mo. 4/2009);
7. Perlu ada terobosan untuk mengisi keterbatasan penasehat hukum di wilayah-wilayah terpencil (Kemenkum HAM);
8. Pemerintah daerah seharusnya me-review kembali soal penetapan harga tanah masyarakat yang digunakan oleh perusahaan.


Inkuiri KomnasHAM, http://www.mongabay.co.id/

LAMPIRAN