DATA DETIL
Konflik Agraria Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) dengan PT. SSL dan PT. SRL

 SUMATERA UTARA, KAB. PADANG LAWAS

Nomor Kejadian :  1
Waktu Kejadian :  01-07-2022
Konflik :  Hutan Produksi
Status Konflik :  Dalam ProsesHukum
Sektor :  Hutan Produksi
Sektor Lain  :  
Luas  :  289,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • DPRD Sumatera Utara
  • PT Sumatera Riang Lestari
  • PT Sumatera Sylva Lestari
  • Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM)

KONTEN

Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri saat ini berkonflik dengan PT Sumatera Sylva Lestari (SSL) terkait lahan di Palas. Di mana akibat konflik tersebut anggota kelompok tani torang jaya mandiri (KTTJM) dilaporkan oleh PT SSL ke Polda Sumut atas tuduhan perambahan hutan.

Puluhan warga dari Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) Kabupaten Padang Lawas (Palas) berunjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut. Mereka datang ke Medan untuk menyampaikan tuntutan tentang persoalan konflik tanah yang terjadi di kampung mereka.berharap ada rekomendasi untuk memakai opsi-opsi yang sudah diatur dalam perundang-undangan, salah satunya dalam PP No. 43 tahun 2021.

Awalnya lahan 1.024 hektare itu dimiliki 400 KK yang membeli tanah tersebut. Tetapi sekarang perusahaan sudah menguasai sebagian maka terisa 735 hektar dan itu dimiliki 150 KK

sejarah konflik bisa dirunut mulai dari sejarah kepemilikan tanah seluas ±1500 Ha, di Kecamatan Aek Nabara Barumun oleh masyarakat yang berawal pada pertengahan tahun 2004 tepatnya pada bulan Juni. Pada saat itu seorang warga yang bekerja sebagai petani sedang membutuhkan lahan untuk pertanian dan perkebunan kemudian menjumpai Kepala Desa salah satu desa di Kecamatan Aek Nabara Barumun, yaitu Desa Sipagabu dan Desa Tobing Tinggi. Dalam pertemuan tersebut Kepala Desa kedua desa tersebut mengatakan bahwa ada lahan kosong yang bisa dijual. Setelah melakukan beberapa kali pertemuan antara petani dan dari pihak penjual tanah, dan memastikan bahwa tanah tersebut adalah benar milik masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun dan tidak sedang dalam permasalahan atau sengketa, maka disetujui lah perjanjian jual beli antara petani tersebut dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun

Pada saat itu oleh Kepala Desa Tobing Tinggi yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Aek Nabara Barumun tersebut menegaskan bahwa tanah yang dijual tersebut seluas 1500 Ha. merupakan milik masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun dan tidak dalam persoalan sengketa. Keterangan Kepala Desa ini disaksikan oleh perwakilan Camat Barumun Tengah (pada saat itu Aek Nabara Barumun masih satu Kecamatan dengan Kecamatan Barumun Tengah), perwakilan dari Dinas Kehutanan Tapanuli Selatan (pada saat itu Kabupaten Padang Lawas belum terbentuk dan masih bersatu dengan Kabupaten Tapanuli Selatan). Petani membeli tanah tersebut seharga Rp. 850.000,00,- per hektar. Pada awalnya hanya sebanyak 35 kepala keluarga saja yang berminat membeli tanah tersebut, tetapi pada perkembangannya bertambah menjadi 522 kepala keluarga. Para petani membeli tanah tersebut dengan tanda bukti berupa kwitansi dan akta PPAT (pejabat pembuat akta tanah) dari Camat dan surat tanda ganti rugi tanah. Pada transaksi pertama ini petani membeli tanah seluas 250 Ha. Namun karena banyaknya petani yang berminat bertambah menjadi ±1025 Ha. Dan seluruh transaksi jual-beli ini mempunyai tanda bukti yang sah dan tidak dilakukan secara ilegal karena dilakukan oleh pejabat yang berwenang yaitu camat. Petani pendatang yang membeli tanah tersebut juga disambut baik oleh masyarakat adat setempat
Permasalahan mulai muncul setelah PT. Sumatera Riang Lestari dan PT. Sumatera Sylva Lestari melakukan pengrusakan lahan pertanian milik petani tersebut dengan alasan atau dalih bahwa para petani atau masyarakat memiliki tanah tersebut secara ilegal dan tidak sah. Pihak PT juga mengklaim bahwa pihak mereka merupakan pihak yang ditunjuk pemerintah melalui Kementerian Kehutanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No.208/MENHUT-II/2007 tanggal 25 Mei 2007 tentang pemberian IUPHHK HT atas areal hutan seluas ±67.230 Ha. yang terletak di Sumatera Utara , PT SRL diberi hak untuk mengelola Hutan Tanaman Industri tersebut. Sementara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No.82/Kpts II/2001 tanggal 15 Mei 2001 tentang pemberian IUPHHK-HTI seluas ±33..390 Ha. yang terletak di Sumatera Utara, PT SSL diberikan hak untuk menjadi pengelola Hutan Tanaman Industri tersebut.

Tumpang tindih perundang-undangan inilah yang kemudian menjadi penyebab utama terjadinya konflik sengketa lahan antara pihak PT dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun. Masyarakat disatu sisi menganggap tanah tersebut telah mereka beli dengan prosedur dan cara yang sah, sementara di pihak lain, pihak PT merasa bahwa mereka berhak atas pengelolaan tanah tersebut karena memiliki mandat dari Kementerian Kehutanan


https://www.tvonenews.com/daerah/sumatera/68589-tolak-kriminalisasi-petani-bertopi-bambu-demo-di-dprd-sumut?page=all , https://www.detik.com/sumut/berita/d-6191324/puluhan-warga-palas-demo-di-dprd-sumut-soal-konflik-tanah , https://www.detik.com/sumut/berita/d-6192131/dprd-sumut-skors-rdp-petani-palas-terkait-konflik-lahan-dengan-ssl , https://medan.tribunnews.com/2022/07/21/dilaporkan-ke-polda-sumut-kelompok-tani-torang-jaya-mandiri-gelar-aksi-di-dprd-sumut , https://www.suaratani.com/2022/09/tuntut-selesaikan-konflik-lahan-massa.html , http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1485596&val=11313&title=Peran DPRD dalam Penyelesaian Sengketa Lahan di Padang Lawas

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--