DATA DETIL
Konflik Agraria Warga Desa Sambirejo dengan PTPN IX

 JAWA TENGAH, KAB. SRAGEN

Nomor Kejadian :  IM_30
Waktu Kejadian :  04-04-2013
Konflik :  PTPN
Status Konflik :  Dalam ProsesMediasi
Sektor :  Perkebunan
Sektor Lain  :  
Luas  :  446,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  2.451 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • PTPN 9
  • Masyarakat desa Musuk,Jetis,Sukorejo,Jambeyan,Sambi,Dawung.Sambirejo,Kadipiro
  • Sunarji
  • Sarjimin
  • Suparno

KONTEN

Konflik yang melibatkan warga Sambirejo Kabupten Sragen Jawa Tengah dengan PTPN IX diawali dengan upaya perluasan areal lahan perkebunan PTPN IX. Konflik ada di delapan titik Sambi yaitu Desa Sukorejo, Jambeyan, Sambi,Dawung, Sambirejo, Kadipiro, Musuk dan Jetis. Sengketa lahan seluas 425ha ini sudah terjadi sejak 1965. Hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat berdasarkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Inspeksi Agraria Daerah Jawa Tengah (KINAD) No.2971X1172/DC/64 dan 3891z/173/72/DC164 pada 4 Januari 1964. Saat itu juga PTPN IX berkeinginan untuk memperluas areal perkebunannya dengan cara menyewa pada masyarakat, namun upaya perluasan itu mendapatkan penolakan dari masyarakat. Satu tahun kemudian pada tahun 1965 setelah peristiwa GESTOK (Gerakan Satu Oktober) terjadi pengusiran terhadap masyarakat petani penggarap lahan beserta tempat tinggal serta penangkapan dengan munculnya isu PKI, selanjutnya PTPN IX secara sepihak (tanpa persetujuan masyrakat) mengambil alih hak atas tanah tersebut.

Saat memasuki era reformasi pada tahun 1998, Masyarakat mulai melakukan perjuangan untuk mendapatkan kembali hak atas tanahnya. Perjuangan dilakukan oleh warga delapan desa antara lain: Desa Sukorejo; Jambeyan; Sambi, Dawung; Sambirejo; Kadipiro; Musuk dan Jetis. Setelah mengetahui HGU PTPN IX akan habis masa berlakunya pada 31 Desember 2006, perjuangan yang dilakukan semakin massif dan mulai timbul keyakinan di masyarakat petani penggarap keyakinan akan mendapatkan hak atas tanahnya kembali.
Berbagai cara diupayakan oleh petani untuk mendapatkan haknya kembali, diantaanya adalah mendatangi DPR RI, Komnas HAM, Ombudsman, Kementerian Keuangan, Kementrian BUMN, Kementerian Pertanian dan Kementerian Dalam Negeri. Perjuangan ini mulai mendapat titik terang pada saat DPR RI membentuk Pansus Pertanahan, 15 Januari 2005. Walau pansus ini bertujuanuntuk menyelesaikan masalah kasus tanah yang ada di Sambirejo, ternyata keberadaan pansus tidak juga dapat mengembalikan hak atas tanah petani.
Setelah berhasil menguasi secara fisik tanah HGU PTPN IX yang masa berlakunya HGU PTPN IX habis, petani yang berjuang untuk mendapatkan hak atas tanahnya kembali yang tergabung dalam, Forum Peduli Kebenaran dan Keadilan Sambirejo (FPKKS),.mendesak BPN RI segera merelisaikan tuntutan warga untuk mengembalikan hak atas tanah mereka yang telah diambil alih oleh PTPN IX.
Pada 4 September2014 dilakukan pemetaan wilayah konflik antara warga, Kanwil BPN Jawa Tengah dan Kantor Pertanahan Kabupaten Sragen, Pemda Sragen, Dinas Perkebunan (provinsi dan kota), Dinas Kehutanan (provinsi dan kota), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).
Perjuangan yang dilakukan oleh petani penggarap yang tergabung dalam FPKKS berujung pada tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak perkebunan dan aparat keamanan. Pasca setelah dilakukanya pemetaan provokasi dilakukan oleh pihak perkebunan dan kepolisian, salah satunya dengan menyerang petani dengan menurunkan 5000 buruh perkebunan. Tindakan penyerangan ini akhirnya dibalas oleh petani dengan merusak tanaman perkebunan. Dan tindakan yang dilakukan petani berakhir pada tindak kriminalisasi kepada tiga petani yaitu Sunarji, Sarjimin, dan Suparno dengan vonis hukuman 1,5 tahun karena dituduh dengan pasal 170 KUHP serta pasal 351 dan 406 jo pasal 55, namun proses penangkapannya tidak diawali dengan proses penyelidikan kepolisian


KPA

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--