DATA DETIL
Klaim Sepihak Wilayah Masyarakat Adat Keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak oleh PT Toba Pulp Lestari

 SUMATERA UTARA, KAB. TAPANULI UTARA

Nomor Kejadian :  29_IM
Waktu Kejadian :  01-06-1987
Konflik :  HPH
Status Konflik :  Belum Ditangani
Sektor :  Hutan Produksi
Sektor Lain  :  
Luas  :  2.608,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

KONTEN

Masyarakat Adat Keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak yang wilayah adatnya Hutan Aeknapa dengan luas 2608 hektar. Pada masa penjajahan Belanda Huta Aeknapa masuk dalam nagari Sabungan Ni Huta. Setelah Merdeka, Nagari Sabungan Ni Huta dibagi dalam lima desa, yakni Desa Sabungan Ni Huta, Desa Siparendean, Desa Dolok Nagodang, Desa Sigala-gala dan Desa Huta Mamungka. Wilayah adat yang saat ini diklaim pihak PT TPL berada di Desa Sigala-Gala, atau yang akrab disebut dengan Desa Sabungan Ni Huta IV, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara.

Masyarakat Adat Keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur berjuang atas klaim sepihak atas penguasaan wilayah adatnya oleh PT TPL. Peristiwa perampasan wilayah adat ini diawali pada tahun 1987 saat PT. Indorayon (sekarang PT. TPL) masuk menguasai Aek Napa.

Keberadaan keturunan Op. Bolus dan Op. Ronggur di Huta Aeknapa terancam karena klaim pihak ketiga atas wilayah adat mereka. PT Inti Indorayon Utama mengklaim, bahwa wilayah Huta Aek Napa dan sekitarnya merupakan areal konsesi mereka. Klaim itu berangkap dari izin yang diberikan oleh kementerian kehutanan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No 493/Kpts-II/1992 tentang Pemberian Hak pengusahaan HTI kepada PT Inti Indorayon Utama Tbk seluas 269.090 hektar yang kemudian direvisi dengan SK 58/ Menhut-II/2011 tentang Luasan Konsesi IUPHHK-HT PT Toba Pulp Lestari, Tbk, seluas 188.055 hektar.

Namun, Masyarakat adat keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak membantah klaim siapapun atas wilayah adatnya. Karena mereka yakin sejarah yang diwariskan para leluhur mereka dan identitas mereka melekat di Huta Aeknapa tersebut dan harus dipertahankan.

Konsensi PT TPL berdampak pada eksintensi masyarakat adat. Tanah adalah identitas bagi masyarakat Batak, demikian halnya dengan masyarakat Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak. Di Huta Aeknapa, Op. Bolus dan Op. Ronggur sudah membuat tapak keberadaaannya dan generasinya di masa mendatang. Makam tua Op. Bolus juga masih terdapat di sana. Setiap keturunan Op. Bolus Simanjunta dan Op. Ronggur meyakini bahwa tanah Huta Aeknapa adalah identitas mereka. Kehilangan tanah berarti kehilangan identitas.

Selain akan berdampak pada hilangnya identitas adat, keberadaan PT TPL telah menghilangkan sumber mata pencarian masyarakat. Sebelum kedatangan PT TPL di penghujung tahun 1980-an, masyarakat hidup dari hasil hutan, seperti kemenyan, rotan, (bayon) pandan, dan lain-lain. Para suami mengambil hasil panen raya kemenyan setiap dua kali setahun. Penghasilan mingguan mereka dari kerajinan membuat tampi dari rotan. Dan para ibu membuat tikar dari pandan. Namun, sejak PT TPL membabat hutan mereka, kemenyanpun terancam punah, rotan dan “bayon” tidak lagi ada di sana. Sumber mata pencaharian pun beralih menjadi petani kopi dan tanaman muda yang hasilnya sangat jauh lebih rendah dari tanaman kemenyan dan rotan. Saat ini, bahkan pengrajin tampi hanya tinggal satu orang, yakni Op, Tiopan Simanjutan yang berusia 94 tahun. Mereka mengatakan tidak melanjutkan kerajinan ini karena langkanya bahan baku.

Selain itu PT TPL juga kerap melakukan upaya intimidasi dan kriminalsiasi terhadap masyarakat adat keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak. Mereka dituduh melakukan pencurian eukaliptus dan pembakaran lahan. Bberapa kali juga terjadi pembakaran sopo atau pondok masyarakat adat di huta aek napa. Sampai dengan saat ini, keturunan Op. Bolus Simanjuntak dan Op. Ronggur Simanjuntak sudah mencapai delapan generasi. Artinya keberadaan mereka di desa tersebut sudah ada jauh sebelum republik ini ada. Sehingga sampai saat ini mereka tetap sepakat bersama-sama melawan perusahaan dengan tetap menanami dan mengusahai tanah adat mereka tersebut.


BRWA

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--