Konflik Pertambangan Antara Komunitas Adat Rampi Dengan PT Citra Palu dan PT Lalu Bamba
SULAWESI SELATAN, KAB. LUWU UTARA
Nomor Kejadian
:
24_AMAN_FWI_HIMAS
Waktu Kejadian
:
18-12-2011
Konflik
:
Pertambangan Logam Dasar
Status Konflik
:
Belum Ditangani
Sektor
:
Pertambangan
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
0,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
0 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Pemerintahan Propinsi Sulawesi Selatan
- Pemerintahan Kabupaten Luwu Utara
- Kementerian ESDM
- PT Citra Palu
- PT Lalu Bamba
- Komunitas Adat Rampi
KONTEN
Komunitas Adat Rampi berada di Kabupaten Luwu Utara Propinsi Sulawesi Selatan merupakan satu kecamatan yang berada di daerah pegunungan. Untuk menjangkau daerah ini dapat ditempuh lewat udara (pesawat) kendaraan roda dua atau jalan kaki selama 3-4 hari dengan jarak 84 KM dari Kota Masamba, secara sosiologis Masyarakat Rampi masih dapat digolongankan dalam kehidupan yang homogen. Ikatan kekerabatan antar desa tetangga masih sangat kental, hal ini terlihat pada hubungan komunikasi antar sesama masyarakat Rampi. Secara ekonomi mata pencaharian masyarakat Rampi dominan bertani. Peran Lembaga Adat yang dipimpin oleh Tokei Tongko Rampi masih dipegang teguh oleh masyarakat Rampi dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Mereka memberlakukan aturan adat berkaitan dengan pranata sosial
Pada 27 oktober 2013, melalui Tokoh Adat Rampi, masyarakat adat rampi dengan tegas menolak secara keseluruhan kegiatan pertambangan yang ada dirampi, sikap penolakan tersebut disertai tanda tangan penolakan warga. Ada beberapa hal yang kemudian menjadi alasan dalam penolakan yang dilakukan masyarakat rampi, sebagai berikut:
Pertama; masyarakat rampi selama ini hidup dan menyekolahkan anak-anaknya dengan berternak hewan, jika perusahaan tambang masuk maka masyarakat rampi tidak akan bisa lagi berternak hewan dengan baik karena lingkungan akan rusak bahkan bisa jadi hewan-hewan yang selama ini dijadikan ternak akan punah.
Kedua; masyarakat rampi meyakini bahwa dengan adanya tambang maka rampi kedepan akan tenggelam, bahkan daerah hilir yang berbatasan dengan rampi seperti mamuju, palu pun akan ikut tenggelam,
ketiga; wilayah rampi tidak layak huni lagi jika ditambang karena sedikit demi sedikit akan menyempit sementara kita tidak sedang berbicara tentang hari ini esok dan lusa melainkan kita sedang berbicara untuk anak cucu kita, untuk dua puluh tahun mendatang. Jadi penolakan masyarakat adat rampi tidak semata-mata berbicara soal kelestarian lingkungan diwilayah rampi tapi juga berbicara soal wilayah tetangga yang beririsan langsung dengan rampi sehingga ini kemudian menjadi alasan kemanusiaan yang patut dipertimbangkan oleh pemerintah Luwu Utara.
AMAN, Perkumpulan Wallacea
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
SULAWESI SELATAN, KAB. LUWU UTARA
Nomor Kejadian | : | 24_AMAN_FWI_HIMAS |
Waktu Kejadian | : | 18-12-2011 |
Konflik | : | Pertambangan Logam Dasar |
Status Konflik | : | Belum Ditangani |
Sektor | : | Pertambangan |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 0,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 0 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Pemerintahan Propinsi Sulawesi Selatan
- Pemerintahan Kabupaten Luwu Utara
- Kementerian ESDM
- PT Citra Palu
- PT Lalu Bamba
- Komunitas Adat Rampi
KONTEN
Komunitas Adat Rampi berada di Kabupaten Luwu Utara Propinsi Sulawesi Selatan merupakan satu kecamatan yang berada di daerah pegunungan. Untuk menjangkau daerah ini dapat ditempuh lewat udara (pesawat) kendaraan roda dua atau jalan kaki selama 3-4 hari dengan jarak 84 KM dari Kota Masamba, secara sosiologis Masyarakat Rampi masih dapat digolongankan dalam kehidupan yang homogen. Ikatan kekerabatan antar desa tetangga masih sangat kental, hal ini terlihat pada hubungan komunikasi antar sesama masyarakat Rampi. Secara ekonomi mata pencaharian masyarakat Rampi dominan bertani. Peran Lembaga Adat yang dipimpin oleh Tokei Tongko Rampi masih dipegang teguh oleh masyarakat Rampi dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Mereka memberlakukan aturan adat berkaitan dengan pranata sosial
Pada 27 oktober 2013, melalui Tokoh Adat Rampi, masyarakat adat rampi dengan tegas menolak secara keseluruhan kegiatan pertambangan yang ada dirampi, sikap penolakan tersebut disertai tanda tangan penolakan warga. Ada beberapa hal yang kemudian menjadi alasan dalam penolakan yang dilakukan masyarakat rampi, sebagai berikut:
Pertama; masyarakat rampi selama ini hidup dan menyekolahkan anak-anaknya dengan berternak hewan, jika perusahaan tambang masuk maka masyarakat rampi tidak akan bisa lagi berternak hewan dengan baik karena lingkungan akan rusak bahkan bisa jadi hewan-hewan yang selama ini dijadikan ternak akan punah.
Kedua; masyarakat rampi meyakini bahwa dengan adanya tambang maka rampi kedepan akan tenggelam, bahkan daerah hilir yang berbatasan dengan rampi seperti mamuju, palu pun akan ikut tenggelam,
ketiga; wilayah rampi tidak layak huni lagi jika ditambang karena sedikit demi sedikit akan menyempit sementara kita tidak sedang berbicara tentang hari ini esok dan lusa melainkan kita sedang berbicara untuk anak cucu kita, untuk dua puluh tahun mendatang. Jadi penolakan masyarakat adat rampi tidak semata-mata berbicara soal kelestarian lingkungan diwilayah rampi tapi juga berbicara soal wilayah tetangga yang beririsan langsung dengan rampi sehingga ini kemudian menjadi alasan kemanusiaan yang patut dipertimbangkan oleh pemerintah Luwu Utara.
AMAN, Perkumpulan Wallacea
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |