Konflik Penyerobotan Tanah Warga Oleh Perusahaan Sawit Swasta PT Sintang Raya
KALIMANTAN BARAT, KAB. KUBU RAYA
Nomor Kejadian
:
01_BRG_DPG
Waktu Kejadian
:
01-12-2007
Konflik
:
Perkebunan Kelapa Sawit
Status Konflik
:
Dalam ProsesHukum
Sektor
:
Perkebunan
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
11.129,9 Ha
Dampak Masyarakat
:
0 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Pemerintah Kabupaten Kubu Raya
- Badan Pertanahan Nasioanal RI
- Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Pontianak
- Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta
- Mahkamah Agung RI
- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
- PT Sintang Raya
- PT Cipta Tumbuh Berkembang
- Desa Olak Olak Kubu, Pelita Jaya, Dabong, Seruat II, Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung
KONTEN
Masuknya ekpansi perusahaan sawit swasta PT Sintang Raya (PT SR) yang beroperasi semenjak tahun 2007 di Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat menjadi dasar munculnya konflik pertanahan yang melibatkan warga di 8 desa seperti Desa Olak Olak Kubu, Pelita Jaya, Dabong, Seruat II, Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung (Kecamatan Kubu). Konflik pertanahan yang timbul salah satunya adalah penyerobotan tanah warga. konflik penyerobotan tanah itu terjadi di desa Olak - Olak Kubu, konflik diawali dengan penyerobotan lahan 5 Ha milik warga yang tidak termaksud dalam SK HGU (Hak Guna Usaha) PT SR sedangkan wilayah Desa Olak-Olak Kubu tidak termuat di dalam dokumen AMDAL PT SR, tetapi lahan tersebut digarap untuk dijadikan Kebun Inti Perusahaan. Selain itu ada penyerobotan lahan plasma seluas 151 Ha milik petani plasma PT . Cipta Tumbuh Berkembang ( PT CTB) akibat dari adanya peralihan lahan 801 Ha dri PT CBT kepata PT SR yang dilakukan tanpa sepengetahun petani plasma. Kedua di Desa Pelita Jaya, lahan milik warga seluas 54 Ha yang dikerjasamakan dengan PT CBT diserobot oleh PT SR padahal wilayah desa Pelita Jaya tidak termaksud di wilayah HGU PT SR. Ketiga di desa Dabong terjadi penyerobotan lahan warga seluas 2.675 Ha oleh PT SR, lahan tersebut merupakan lahan SP 2 ( lahan cadangan untuk pemukiman transmigrasi) yang yang dibuktikan dengan adanya SK penunjukan dari Gubernur No. 476 tahun 2009 dan untuk menunjang program transmigrasi yang ada di desa Dabong pemerintah membangun saluran irigasi jembatan dan saluran air namun saluran irigasi di lahan pencadangan transmigrasi yang telah dibangun saat ini ditimbun dan ditanami sawit oleh PT SR. Ke-empat, penyebotan tanah warga berikutnya oleh PT SR terjadi di desa Seruat II seluas 900 Ha yang merupakan lahan cadangan pengembangan masyarakat, selain penyerotan konflik juga diakibatkan oleh ketidakjelasan lahan plasma masyrakat di wilayah HGU PT SR yang ada di desa Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung
PT. SR adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit skala besar yang berdiri pada tahun 2002 dengan akta pendirian Nomor 26 tanggal 22 Maret 2002 dan diperbaharui pada tahun 2007 dengan Nomor 12 tanggal 5 Desember 2007. Berdasarkan akta pendirian tersebut, PT SR mendapatkan pengesahan dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (MENKUMHAM) Republik Indonesia tanggal 26 Maret 2008 dengan Nomor AHU-14600.AH.01.01 Tahun 2008 dan telah didaftarkan ke Kantor Perusahaan Kota Pontianak tanggal 13 September 2007 dengan Nomor TDP 14.03.1.51.02380. PT SR mendapatkan izin prinsip daerah No. 503/0587/I-Bappeda, tanggal 24 April 2003 seluas 22.000 hektar dan mendapatkan surat izin lokasi dengan Nomor 400/02-IL/2004, tanggal 24 Maret 2004 seluas 20.000 hektar. Pada tahun yang sama perusahaan ini kembali mendapatkan Surat Izin Usaha Perkebunan (IUP) dengan Nomor 503/0457/IIBappeda, tanggal 01 April 2004 seluas 20.000 hektar dari Pemerintah Kabupaten Pontianak. Izin Usaha Perkebunan (IUP) adalah dasar hukum bagi PT SR untuk mendapatkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional dengan Nomor HGU 04/2009 tanggal 05 juni 2009 seluas 11.129,9 ha yang berlokasi di Desa Seruat II, Seruat III, Mengkalang Jambu, Mengkalang Guntung, Sui Selamat, Sui Ambawang, dan Desa Dabong.
Upaya hukum dilakukan masyarakat untuk memperjuangan hak dan akses atas tanahnya dengan cara mengugat HGU PT SR ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak, dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak Nomor: 36/6/2011/PTUN PTK, menyatakan batal Sertifikat Hak Guna Usaha No. 04/2009 tanggal 05 Juni 2009 dengan surat ukur tanggal 02 Juni 2009 No 182/2009, luas 11.129,9 ha tercatat atas nama PT Sintang Raya pada tanggal 09 Agustus 2012, kemudian dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tertinggi Tata Usaha Negara Nomor 22/B/2013/PT TUN JKT pada tanggal 31 Juli 2013, serta Kasasi dari Mahkamah Agung Nomor 550 K/TUN/2013 pada tanggal 27 Febuari 2014. Dasar pembatalan sertifikat HGU PT.SR tersebut adalah: (a) Bahwa tanpa pengkajian terlebih dahulu, mengabaikan asas-asas umum kepemerintahan yang baik terutama asas kepastian hukum dan asas tertib penyelenggaran negara, dimana pada tanggal 22 januari 2007 wakil Bupati Pontianak memperanjang Surat Izin Lokasi PT Sintang Raya dengan Surat Keputusan Nomor: 25 Tahun 2007. (b) PT Sintang Raya juga sejak memegang surat izin lokasi yang pertama Nomor: 400/02-IU2004, tanggal 24 Maret 2004 sama sekali tidak memperoleh tanah dari izin lokasi tersebut, dengan demikian seharusnya izin lokasi untuk perkebunan PT Sintang Raya tidak diperpanjang lagi oleh bupati. (c) Selama kurun waktu 3 tahun PT Sintang Raya tidak berhasil mencapai perolehan tanah lebih dari 50% dari izin lokasi, perolehan lahan yang dilakukan oleh PT Sintang Raya di lima desa tanpa melibatkan masyarakat dan tanpa ada proses ganti rugi. (d) Sebagaian konsesi PT Sintang Raya merupakan areal pemukimam penduduk, lahan usaha pertanian, perkebunan yang produktif.
Setelah HGU PT SR dibatalkan oleh PTUN Pontianak dan PTUN Jakarta serta dikuatkan oleh putusan Kasasi Mahkamah Agung dan adanya rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) tahun 2016, namun tidak ada tindakan dari pemerintah. Berlarut -larutnya kasus tersebut tanpa kejelasan eksekusi akhirnya warga melakukan protes menuntut agar PT SR mengembalikan lahan milik masyarakat (yang ada di wilayah HGU PT SR). tetapi hal ini justru berujung pada kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh PT SR, antara lain penangkapan 21 orang petani Olak-Olak Kubu dengan tuduhan melakukan pencurian dan juga kriminalisasi kepada Bambang Sudaryanto mantan Kepala Desa Olak Olak Kubu dengan tuduhan pencurian blanko desa, penggunaan surat dan pemalsuan dokumen dalam pembuatan KTP. Bambang Sudaryanto adalah salah satu penggugat sehingga dibatalkannya HGU PT. Sintang Raya. Â Selama beropersinya Perusahaan PT SR, telah menyebabkan konflik soisal baik horizontal maupun vertikal. Terdapat 86 kasus tindakan kriminalisasi, intimidasi mulai dari Penculikan, pemenjaraan dan intimidasi disertai teror yang di alami oleh masyarakat di beberapa Desa sekitar konsesi PT SR.
Profil Desa Peduli Gambut, Badan Restorasi Gambut (BRG)
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
KALIMANTAN BARAT, KAB. KUBU RAYA
Nomor Kejadian | : | 01_BRG_DPG |
Waktu Kejadian | : | 01-12-2007 |
Konflik | : | Perkebunan Kelapa Sawit |
Status Konflik | : | Dalam ProsesHukum |
Sektor | : | Perkebunan |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 11.129,9 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 0 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Pemerintah Kabupaten Kubu Raya
- Badan Pertanahan Nasioanal RI
- Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Pontianak
- Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta
- Mahkamah Agung RI
- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
- PT Sintang Raya
- PT Cipta Tumbuh Berkembang
- Desa Olak Olak Kubu, Pelita Jaya, Dabong, Seruat II, Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung
KONTEN
Masuknya ekpansi perusahaan sawit swasta PT Sintang Raya (PT SR) yang beroperasi semenjak tahun 2007 di Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat menjadi dasar munculnya konflik pertanahan yang melibatkan warga di 8 desa seperti Desa Olak Olak Kubu, Pelita Jaya, Dabong, Seruat II, Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung (Kecamatan Kubu). Konflik pertanahan yang timbul salah satunya adalah penyerobotan tanah warga. konflik penyerobotan tanah itu terjadi di desa Olak - Olak Kubu, konflik diawali dengan penyerobotan lahan 5 Ha milik warga yang tidak termaksud dalam SK HGU (Hak Guna Usaha) PT SR sedangkan wilayah Desa Olak-Olak Kubu tidak termuat di dalam dokumen AMDAL PT SR, tetapi lahan tersebut digarap untuk dijadikan Kebun Inti Perusahaan. Selain itu ada penyerobotan lahan plasma seluas 151 Ha milik petani plasma PT . Cipta Tumbuh Berkembang ( PT CTB) akibat dari adanya peralihan lahan 801 Ha dri PT CBT kepata PT SR yang dilakukan tanpa sepengetahun petani plasma. Kedua di Desa Pelita Jaya, lahan milik warga seluas 54 Ha yang dikerjasamakan dengan PT CBT diserobot oleh PT SR padahal wilayah desa Pelita Jaya tidak termaksud di wilayah HGU PT SR. Ketiga di desa Dabong terjadi penyerobotan lahan warga seluas 2.675 Ha oleh PT SR, lahan tersebut merupakan lahan SP 2 ( lahan cadangan untuk pemukiman transmigrasi) yang yang dibuktikan dengan adanya SK penunjukan dari Gubernur No. 476 tahun 2009 dan untuk menunjang program transmigrasi yang ada di desa Dabong pemerintah membangun saluran irigasi jembatan dan saluran air namun saluran irigasi di lahan pencadangan transmigrasi yang telah dibangun saat ini ditimbun dan ditanami sawit oleh PT SR. Ke-empat, penyebotan tanah warga berikutnya oleh PT SR terjadi di desa Seruat II seluas 900 Ha yang merupakan lahan cadangan pengembangan masyarakat, selain penyerotan konflik juga diakibatkan oleh ketidakjelasan lahan plasma masyrakat di wilayah HGU PT SR yang ada di desa Sungai Selamat, Ambawang, Mengkalang Jambu dan Mengkalang Guntung
PT. SR adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit skala besar yang berdiri pada tahun 2002 dengan akta pendirian Nomor 26 tanggal 22 Maret 2002 dan diperbaharui pada tahun 2007 dengan Nomor 12 tanggal 5 Desember 2007. Berdasarkan akta pendirian tersebut, PT SR mendapatkan pengesahan dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (MENKUMHAM) Republik Indonesia tanggal 26 Maret 2008 dengan Nomor AHU-14600.AH.01.01 Tahun 2008 dan telah didaftarkan ke Kantor Perusahaan Kota Pontianak tanggal 13 September 2007 dengan Nomor TDP 14.03.1.51.02380. PT SR mendapatkan izin prinsip daerah No. 503/0587/I-Bappeda, tanggal 24 April 2003 seluas 22.000 hektar dan mendapatkan surat izin lokasi dengan Nomor 400/02-IL/2004, tanggal 24 Maret 2004 seluas 20.000 hektar. Pada tahun yang sama perusahaan ini kembali mendapatkan Surat Izin Usaha Perkebunan (IUP) dengan Nomor 503/0457/IIBappeda, tanggal 01 April 2004 seluas 20.000 hektar dari Pemerintah Kabupaten Pontianak. Izin Usaha Perkebunan (IUP) adalah dasar hukum bagi PT SR untuk mendapatkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional dengan Nomor HGU 04/2009 tanggal 05 juni 2009 seluas 11.129,9 ha yang berlokasi di Desa Seruat II, Seruat III, Mengkalang Jambu, Mengkalang Guntung, Sui Selamat, Sui Ambawang, dan Desa Dabong.
Upaya hukum dilakukan masyarakat untuk memperjuangan hak dan akses atas tanahnya dengan cara mengugat HGU PT SR ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak, dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak Nomor: 36/6/2011/PTUN PTK, menyatakan batal Sertifikat Hak Guna Usaha No. 04/2009 tanggal 05 Juni 2009 dengan surat ukur tanggal 02 Juni 2009 No 182/2009, luas 11.129,9 ha tercatat atas nama PT Sintang Raya pada tanggal 09 Agustus 2012, kemudian dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tertinggi Tata Usaha Negara Nomor 22/B/2013/PT TUN JKT pada tanggal 31 Juli 2013, serta Kasasi dari Mahkamah Agung Nomor 550 K/TUN/2013 pada tanggal 27 Febuari 2014. Dasar pembatalan sertifikat HGU PT.SR tersebut adalah: (a) Bahwa tanpa pengkajian terlebih dahulu, mengabaikan asas-asas umum kepemerintahan yang baik terutama asas kepastian hukum dan asas tertib penyelenggaran negara, dimana pada tanggal 22 januari 2007 wakil Bupati Pontianak memperanjang Surat Izin Lokasi PT Sintang Raya dengan Surat Keputusan Nomor: 25 Tahun 2007. (b) PT Sintang Raya juga sejak memegang surat izin lokasi yang pertama Nomor: 400/02-IU2004, tanggal 24 Maret 2004 sama sekali tidak memperoleh tanah dari izin lokasi tersebut, dengan demikian seharusnya izin lokasi untuk perkebunan PT Sintang Raya tidak diperpanjang lagi oleh bupati. (c) Selama kurun waktu 3 tahun PT Sintang Raya tidak berhasil mencapai perolehan tanah lebih dari 50% dari izin lokasi, perolehan lahan yang dilakukan oleh PT Sintang Raya di lima desa tanpa melibatkan masyarakat dan tanpa ada proses ganti rugi. (d) Sebagaian konsesi PT Sintang Raya merupakan areal pemukimam penduduk, lahan usaha pertanian, perkebunan yang produktif.
Setelah HGU PT SR dibatalkan oleh PTUN Pontianak dan PTUN Jakarta serta dikuatkan oleh putusan Kasasi Mahkamah Agung dan adanya rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) tahun 2016, namun tidak ada tindakan dari pemerintah. Berlarut -larutnya kasus tersebut tanpa kejelasan eksekusi akhirnya warga melakukan protes menuntut agar PT SR mengembalikan lahan milik masyarakat (yang ada di wilayah HGU PT SR). tetapi hal ini justru berujung pada kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh PT SR, antara lain penangkapan 21 orang petani Olak-Olak Kubu dengan tuduhan melakukan pencurian dan juga kriminalisasi kepada Bambang Sudaryanto mantan Kepala Desa Olak Olak Kubu dengan tuduhan pencurian blanko desa, penggunaan surat dan pemalsuan dokumen dalam pembuatan KTP. Bambang Sudaryanto adalah salah satu penggugat sehingga dibatalkannya HGU PT. Sintang Raya. Â Selama beropersinya Perusahaan PT SR, telah menyebabkan konflik soisal baik horizontal maupun vertikal. Terdapat 86 kasus tindakan kriminalisasi, intimidasi mulai dari Penculikan, pemenjaraan dan intimidasi disertai teror yang di alami oleh masyarakat di beberapa Desa sekitar konsesi PT SR.
Profil Desa Peduli Gambut, Badan Restorasi Gambut (BRG)
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |