DATA DETIL
Konflik Komunitas Masyarakat Adat Dayak Benuaq Kampung Muara Tae VS PT. Munte Waniq Jaya Perkasa

 KALIMANTAN TIMUR, KAB. KUTAI BARAT

Nomor Kejadian :  59
Waktu Kejadian :  24-09-2014
Konflik :  Perkebunan Kelapa Sawit
Status Konflik :  Dalam Proses
Sektor :  Perkebunan
Sektor Lain  :  
Luas  :  0,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Menteri Kehutanan (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
  • Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur
  • Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Timur
  • Bupati Kutai Barat
  • Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat
  • Kepala Kepolisian Resor Kutai Barat
  • PT. Munte Waniq Jaya Perkasa
  • Masyarakat Adat Dayak Benuaq

KONTEN

Kampung Muara Tae adalah sebuah kampung yang berlokasi di Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Warga Kampung Muara Tae sangat beragam, terdiri dari warga asli (Dayak Benuaq ada sekitar 30%) dan warga pendatang (Toraja, Batak dan Jawa sekitar 70%). Kampung Muara Tae menjadi Kampung Definitif pada tahun 2004 setelah di mekarkan dari Kampung Mancong. Kampung Muara Tae terdiri dari 4 empat) Rukun Tetangga (RT), jumlah penduduk 2.260 jiwa. Penduduk asli Kampung Muara Tae adalah suku Dayak Benuaq. Mata pencaharian asli penduduk kampung Muara Tae adalah berladang, memungut rotan, berburu, dan menyadap karet. Pada tahun 2011 PT Munte Waniq Jaya Perkasa (MWJP) terlibat masalah sengketa lahan dengan warga suku dayak Benuaq yang tinggal dari Muara Tae. Perusahaan itu membuldoser paksa lahan warga untuk pembukaan lahan kelapa sawit. PT Munte Waniq Jaya Perkasa (MWJP) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha kelapa sawit. Perusahaan ini memulai kegiatan bisnisnya sejak tahun 2008. Perusahaan ini mendapatkan ijin lokasi kelapa sawit di Kabupaten Kutai Barat di Kalimantan timur dengan luas mencapai 11500 hektar. Secara detail, konsesi kelapa sawitnya terletak di Kecamatan Siluq Ngurai, Kampung Ponak, Rikong, Kiyaq dan Kenyanyan. Proses mengambil kembali hutan adat oleh Masyarakat Muara Tae telah berlangsung sebelum perusahaan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa (PT MWJP) beroperasi dengan sawitnya yaitu masa ekspansi PT. London Sumatra yang membuldozer tanah yang kepemilikan masih berstatus sengketa. Ketiadaan persetujuan masyarakat adat Muara Tae sebagai penjaga yang melindungi hutan terhadap perusahaan yang beroperasi, maka dilakukan pendudukan dan pembakaran aset milik perusahaan. Pihak perusahaan merespons dengan mendatangkan polisi khusus yang menggunakan tindakan kekerasan berupa pemukulan terhadap sebagian warga serta sisanya menyelamatkan diri ke hutan. Pengalaman buruk ini menjadikan alasan masyarakat Muara Tae membenci konsesi perkebunan sawit.Masyarakat kerap mengalami intimidasi dan dikriminalisasi di saat mempertahankan tanahnya dari perampasan oleh pihak perusahaan. Masyarakat juga diadu domba untuk melancarkan langkah perusahaan menundukkan masyarakat Muara Tae. Bahkan dampak lingkungan, limbah dan kerusakan akibat kehadiran perusahaan perusahaan tersebut sangat keras dan tidak berbalik dalam perbaikan ekonomi, bahkan memunculkan pengangguran. Kondisi ini semakin beragam dengan ketidaksepahaman antara orang Muara Tae dengan Muara Ponak terkait hak kepemilikan tanah yang bisa menjadi momok empuk untuk perusahaan intervensi. Petrus Asuy, salah satu tokoh masyarakat di Muara Tae mengatakan, “Hutan dan kebun kami habis, hubungan keluarga, kesepakatan dan persatuan pun terpecah-belah. Kini warga Dayak telah bersitegang dan diadu-domba satu sama lain."


Inkuiri Komnas HAM, http://www.mongabay.co.id/2017/02/08/muara-tae-yang-tidak-pernah-henti-diusik-masalah/ https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/12/151210_indonesia_komunitasadat http://www.mongabay.co.id/2015/02/06/soal-penanganan-konflik-warga-muara-tae-surati-rspo-ada-apa/ http://www.mongabay.co.id/2015/12/18/muara-tae-bara-konflik-itu-masih-tetap-menyala-bagian-1/ https://www.telapak.org/id/pemerintah-harus-menghentikan-kegiatan-pt-munte-waniq-jaya-perkasa/

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--