DATA DETIL
Konflik Nelayan Desa Kaluku Bodo dengan Pertambangan Pasir Laut PT. Boskalis dan PT. Jan De Nul

 SULAWESI SELATAN, KAB. TAKALAR

Nomor Kejadian :  16-08-2019
Waktu Kejadian :  01-06-2017
Konflik :  Pasir Laut
Status Konflik :  Belum Ditangani
Sektor :  Pertambangan
Sektor Lain  :  
Luas  :  8.300,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Prov. Sulawesi Selatan
  • Kab. Takalar
  • PT. Boskalis
  • PT. Jan De Nul
  • Desa Kaluku Bodo

KONTEN

Rusaknya pesisir dan laut di Desa Kaluku Bodo dahulu disebabkan oleh aktivitas pemboman ikan dan juga pembiusan ikan. Saat ini aktivitas tersebut sudah mulai hilang seiring adanya larangan pemboman ikan di dalam UU No.45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Aktivitas tersebut juga tidak terlalu berdampak pada ekonomi masyarakat tetapi berdampak kepada ekosistem laut seperti terumbu karang dan perkembang biakan ekosistem laut. Rusaknya pesisir dan laut yang sekarang disebabkan oleh aktivitas tambang pasir laut. Pertambangan pasir laut yang dilakukan oleh PT. Boskalis dan PT. Jan De Nul mengganggu masyarakat Desa Kaluku Bodo yang umumnya bekerja sebagai nelayan. Aktivitas pertambangan dilakukan untuk kegiatan reklamasi yang membutuhkan pasir laut sehingga tercipta beberapa zona yang dijadikan sebagai tambang pasir laut. Zona tersebut berada dan dekat dengan daerah tangkap nelayan Desa Kaluku Bodo. Dampak yang paling besar dirasakan oleh masyarakat yang ada di pesisir karena bukan hanya dari segi perekonomian yang terganggu, pemukiman yang ada di pesisir pun juga terganggu karena ombak besar dan abrasi yang tejadi.

Ancaman kerusakan lingkungan yang ada yang pertama adalah abrasi. Sejak dulu pesisir Desa Kaluku Bodo sudah mengalami abrasi karena hal tersebut sudah menjadi hal yang alami akan tetapi pasca penambangan pasir laut yang dilakukan oleh PT. Boskalis dan PT. Jan De Nul, abrasi yang ada menjadi ancaman yang besar bagi masyarakat. Abrasi yang besar menyebabkan rusaknya pemukiman warga sehingga sudah banyak warga yang memindahkan bahkan meninggalkan rumahnya akibat abrasi dan terjangan ombak yang semakin besar. Selanjutnya adalah rusaknya terumbu karang dimana menyebabkan rusaknya ekosistem laut sehingga biota laut yang umumnya adalah tangkapan nelayan menjadi berkurang. Air laut pun menjadi keruh dan mengakibatkan sulitnya nelayan dalam memperoleh tangkapannya dikarenakan laut sudah tidak sehat. Saat ini dampak kerusakan akibat tambang pasir laut sudah dirasakan oleh masyarakat sehingga menimbulkan kekhawatiran. Terlebih lagi setelah disahkannya Ranperda RZWP3K pada Februari 2019 yang mengakomodir aktivitas tambang pasir laut dan tantangan yang akan dirasakan oleh masyarakat semakin berat karena telah dibuatkan payung hukum untuk aktivitas pertambangan tersebut.

Sejak aktifitas tambang pasir laut di perairan Galesong Raya yang dilakukan oleh kapal Boskalis dan Jan De Nul sekitar bulan Juni 2017, telah menimbulkan kerusakan ekosistem laut dan pesisir. Upaya yang dilakukan masyarkat untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah terutama di wilayah tangkap dan pesisir dengan cara mendesak pemerintah Kabupaten dan Provinsi serta pihak penambang untuk mengehentikan aktifitas yang mengancam keberlanjutan lingkungan.


WALHI Sulawesi Selatan

LAMPIRAN