DATA DETIL
Konflik Masyarakat Adat Lunang dengan PT Tripabara

 SUMATERA BARAT, KAB. PESISIR SELATAN

Nomor Kejadian :  10_IM_Huma
Waktu Kejadian :  01-05-2007
Konflik :  Batu Bara
Status Konflik :  Belum Ditangani
Sektor :  Pertambangan
Sektor Lain  :  
Luas  :  2.000,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  1.757 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Menteri Kehutanan (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
  • Kementerian ESDM
  • Pemerintahan Kabupaten Pesisir Selatan
  • PT Tripabara
  • Masyarakat Adat Lunang

KONTEN

Nagari Lunang Utara merupakan salah satu kenagarian yang terdapat di Kecamatan Lunang Silaut, Jumlah Penduduk Lunang Utara 1.757 jiwa, Laki-laki sebanyak 869 Jiwa dan Perempuan sebanyak 888 Jiwa (sumber data kecamatan tahun 2016). Secara umum masyarakat Lunang bekerja sebagai petani sawah dan perladangan.
Areal konflik berada di areal merupakan hutan ulayat Nagari yang belum dikuasi dan dibagi-bagi kepada suku dan kaum di Lunang. Areal hutan Nagari tersebut dikelola dan diatur dengan hukum adat. Ketentuan adat Minangkabau yang mengikatnya diwakili oleh Niniak Mamak (Kepala Adat) nan Salapan untuk mengawasinya dan mengaturnya. Namun Pada hari Kamis tanggal 05 Mei 2007 adanya perjanjian kerjasama PT.Triba Bara dengan Niniak Penghulu Nan Salapan, mengenai penyerahan tanah ulayat seluas 2000 Ha yang disahkan oleh Notaris Indra Jaya S.H, dengan Nomor 2.409/SBTB/V/2007 dengan fee atas tambang batu bara Rp.65.00/Ton. Sampai saat ini fee yang dimaksud belum diterima niniak mamak, dikarenakan belum jalannya kegitan produksi pertambangan. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Lokasi tersebut berada di Hutan Produksi Terbatas (HPT). Secara ekologis lokasi penambangan batu bara berada di aliran Sungai Kumbung Gadang atau Sub DAS Batang Lunang yang bermuara di Samudera Hindia.

Pada tanggal 28 April 2010 PT. Tripabara akhirnya mengajukan Izin Tempat Usaha dan pada 3 Mei 2010 mendapatkan persetujuan Perubahan Format Izin Usaha Pertambangan Eksploitasi menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP), dengan surat nomor 540/351/Kpts/BPT-PS/2010. Beberapa bulan kemudian yaitu 26 Juli 2010, PT Tripabara mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan dengan No. 570/417/KPPM-PM/VII/2010. Selang 1 (satu) tahun kemudian, tepatnya pada 14 Mei 2011, PT Tripabara mengajukan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) kepada Kementerian Kehutanan. Hal ini dikarenakan, wilayah izin usaha pertambangan ini termasuk dalam kawasan hutan yakni Hutan Produksi Terbatas (HPT). Pada 27 Desember 2011, Bupati Pesisir Selatan memperpanjang izin usaha operasi produksi (IUPOP) PT Tripabara dengan No. 540/24/Kpts/BPT-PS/2011 berdasarkan permohonan PT Tripabara yang tertanggal 20 Desember 2011. Dalam keputusan ini, PT Tripabara juga diperbolehkan untuk mengajukan permohonan pengusahaan mineral lain yang bukan merupakan asosiasi mineral utama (batubara) jika menemukannya dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Luas wilayah konsesi yang diajukan oleh PT. Tripabara sebanyak 199 Ha, yang kawasannya berada dalam kawasan HPT. Jika merujuk pada Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, usaha pertambangan ini tidak masuk dalam kriteria wajib AMDAL karena < 200 ha dan tidak berada dalam kawasan hutan lindung112. Berdasarkan Undang- undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 34 ayat 1, setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL, wajib memiliki UKL-UPL. Oleh karena itu, PT Tripabara mempunyai kewajiban untuk mempunyai upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang selanjutnya disebut sebagai UKL-UPL. PT. Tripabara pada tanggal 19 September 2012 memiliki Izin Lingkungan Rencana Penambangan Batubara yang terdiri Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) seluas 199 Ha dengan Nomor 660/336/KPTS-PS/2012. Kemudian juga mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia (RI) mengenai penggunaan kawasan hutan kegiatan Produksi Tambang Batubara untuk PT. Tripabara melalui SK.823/Menhut-II/2013 seluas 187,31 Ha, pada Tanggal 28 Februari 2013. Setelah mendapatkan semua perizinan, Tahun 2013 PT. Tripabara melakukan aktivitas pembuatan jalan produksi ( 12 Km dan lebar 6 m dan pembuatan jalan tambang 12-2- m), dan pembukaan lahan (land clearing). Kawasan hutan menjadi tempat konsesi perusahaan tersebut merupakan hulu mata air dari Sungai Batang Kumbung di Kecamatan Lunang. Aktivitas pembukaan lahan dengan penebangan kayu hutan sudah menghasilkan 800 Kubik Kayu yang sudah ditebang di areal hutan dan pembersihan areal lokasi. Lokasi usaha tersebut berada di hutan ulayat nagari Lunang. Pembuatan jalan produksi dan land clearing tersebut dilakukan dengan penebangan kayu di hutan ulayat tersebut. Dari aktifitas tersebut di Hulu Sungai Batang Kumbung yang airnya mengaliri pertanian di Nagari Lunang Utara, Lunang Tengah, dan Pondok Parian Lunang tidak dapat teraliri dengan optimal. Penurunan debit air Sungai Kumbung menyebabkan lahan pertanian di Nagari Lunang Utara menjadi kekeringan. Ketika hujan turun maka air berwarna keruh dan berisi material tanah berwarna kuning menutupi lahan masyarakat, sehingga produksi sawah terganggu dan berdampak pada hasil produksinya PT.Tripabara memang belum melakukan penggalian lubang untuk aktivitas tambang batubara, saat ini sedang melakukan land clearing dengan penebangan kayu hutan yang memiliki tegakan yang besar. Pada saat melakukan land clearing diatas izin seluas 199 Ha tersebut telah menghilangkan daya tangkap hutan dan daya resap hutan terhadap air sehingga pada saat musim panas atau kemarau sawah masyarakat menjadi kering, dan pada saat musim penghujan menyebabkan banjir sehingga membawa material pasir dari atas hutan menuju sawah warga dan sawah tersebut tertimbun dan tidak bisa dilakukan lagi aktifitas pertanian.


Data Humawin

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--