DATA DETIL
Kriminalisasi Masyarakat Adat Punan Setarap dalam Memperjuangkan Haknya

 KALIMANTAN UTARA, KAB. MALINAU

Nomor Kejadian :  053_AMAN-FWI_Himas
Waktu Kejadian :  02-10-2011
Konflik :  Perkebunan Kelapa Sawit
Status Konflik :  Dalam ProsesHukum
Sektor :  Perkebunan
Sektor Lain  :  
Luas  :  0,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • PT Bina Sawit Alam Makmur (BSAM) dan CV Luhur Perkasa (LP)
  • Masyarakat Adat Punan Setarap

KONTEN

Potensi konflik di wilayah adat Punan Setarap sudah terjadi sejak tahun 1970-an dengan PT. General Wood, PT. Terang Jaya Nugraha, dan PT. Bakti Barito Agrotama Persada. Hasil hutan non kayu seperti rotan, akar buah, dan sejenisnya dimusnahkan oleh perusahan. Saat itu, masyarakat tidak melakukan perlawanan karena hutan kelola mereka adalah hutan negara dan masyarakat adat tak berhak apapun atas hutan dan kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan. Pada tahun 2000-an, masyarakat adat Punan Setarap mengambil sikap atas penebangan hutan adat oleh CV Luhur Perkasa. Pada tanggal 2 & & Oktober 2011, masyarakat adat Punan Setarap menyita alat berat yang digunakan perusahaan beroperasi untuk penebangan hutan adat Punan Setarap. Sayangnya secara hukum yang berlaku di Indonesia, sikap masyarakat adat Punan Setarap sebagai bentuk perlawanan untuk memperjuangkan wilayah adatnya dinilai sebagai tindakan pidana berupa pasal 368 KUHP yang memenjarakan 11 orang masyarakat adat Punan Setarap. Tindakan anarkis perusahaan telah menimbulkan kerusakan alam yang parah dan kerugian hutan yang cukup besar. Tanpa ada perlawanan dari masyarakat Punan Setarap, perusahaan akan terus menggilas hutan tersebut dan mengeruk keuntungan yang berlipat dari jumlah tersebut sedangkan masyarakat Punan sebagai penjaga yang melindungi hutan sejak nenek moyang hanya membatu melihat hutan adatnya dihancurkan karena keterbatasan untuk memperjuangkan hak wilayah adatnya.

Indikasi kuat terjadi pelanggaran oleh CV Luhur Perkasa, yaitu 1) Ketentuan SK . 503/K.25/2010 terkait pembebasan tanah; 2) UU Perkebunan No 18 Tahun 2004 Pasal 9 yang di dalamnya terdapat 2 pasal terkait penyelenggaraan perkebunan perlu adanya kesepakatan dengan masyarakat hukum adat; 3)Penyalagunaan IPK untuk perkebunan karena tidak ditemukan lokasi pembibitan dan jumlah bibitnya yang mengacu ketentuan Permenhut No. P-58/Menhut-II/2009; 4) Ketentuan Kepmenhutbun No.376 Tahun 1998 terkait dengan kriteria penyediaan hutan untuk areal perkebunan.


http://jopi1903.blogspot.com/2012/01/konflik-masyarakat-adat-versus.html

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--