Tempat Tinggal Masyarakat Adat Margo Bathin Bahar (Suku Anak Dalam) Berubah Menjadi Perkebunan Sawit
JAMBI, KAB. TANJUNG JABUNG TIMUR
Nomor Kejadian
:
03/08/2017
Waktu Kejadian
:
01-07-1987
Konflik
:
Perkebunan Kelapa Sawit
Status Konflik
:
Dalam ProsesMediasi
Sektor
:
Perkebunan
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
3.550,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
6 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Mentri Kehutanan
- Mentri Dalam Negeri
- Gubernur jambi
- PT Asiatic Persada
- HPH PT Rimba Makmur
- HPH PT Asialog
- PT Jamartulen
- PT MPS
- Masyarakat Adat Margo Bathin Bahar (Suku Anak Dalam)
KONTEN
Konflik ini berawal dari pencadangan tanah seluas 40 ribu hektar untuk perkebunan sawit. Pihak perusahaan menggusur Dusun Tanah Menang, Pinang Tinggi dan Padang Salak. Kondisi semakin parah karena di tahun 2014 terjadi tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI dan petugas keamanan PT. Asiatic Persada
terhadap warga Suku Anak Dalam dan petani Mentilingan di Desa Bungku, Kecamatan
1. Masyarakat Adat Margo Bathin Bahar (dan masyarakat margo bathin lainnya) adalah masyarakat hukum adat;
2. Wilayah adat masyarakat Margo Bathin Bahar cukup jelas dan sudah diidentifikasi oleh Badan INTAG pada tahun 1987;
3. Areal HGU PT. Asiatic Persada yang didasarkan Keputusan Menteri Daam Negeri Nomor SK46/HGU/DA/1986;
4. Kasus ini secara nasional harus memperhatikan soal pencadangan tanah, dan penyesaian atas pihak lain didalam konsesi. Kasus ini memunculkan conflict of interest. Jika persoalan itu dibiarkan akan banyak menimbulkan masalah, maka perlu diperhatikan;
5. Ada indikasi pelanggran hak informasi, partisipasi, hak atas budaya, hak untuk bertempat tinggal, hak atas air bersih dan juga hak sipil yang mencakup: hak hidup, mempertahankan hidup, hak atas rasa aman dan tentram;
6. Ada indikasi bahwa penyelesaian yang dirumuskan dan ditetapkan oleh Bupati Batanghari melalui Keputusan Bupati Batanghari Nomor 180/2014 tidak didasarkan pada prinsip-prinsip hak konstitusional dan hak asasi masyarakat adat;
7. Sangatlah wajar apabila ada korban yang belum menerima/menyetujui tawaran penyelesaian konflik dari pemerintah kabupaten;
8. Kelompok perempuan paling terkena dampak dan paling rentan. Perubahan tata kelola hutan telah mengakibatkan indikasi kuat pelanggaran hak perempuan adat untuk mempertahankan hidup, hak atas penghidupan yang layak, hak atas kesehatan, hak rasa aman, serta hak atas pendidikan
INKUIRI NASIONAL KOMNAS HAM 2015
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
JAMBI, KAB. TANJUNG JABUNG TIMUR
Nomor Kejadian | : | 03/08/2017 |
Waktu Kejadian | : | 01-07-1987 |
Konflik | : | Perkebunan Kelapa Sawit |
Status Konflik | : | Dalam ProsesMediasi |
Sektor | : | Perkebunan |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 3.550,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 6 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Mentri Kehutanan
- Mentri Dalam Negeri
- Gubernur jambi
- PT Asiatic Persada
- HPH PT Rimba Makmur
- HPH PT Asialog
- PT Jamartulen
- PT MPS
- Masyarakat Adat Margo Bathin Bahar (Suku Anak Dalam)
KONTEN
Konflik ini berawal dari pencadangan tanah seluas 40 ribu hektar untuk perkebunan sawit. Pihak perusahaan menggusur Dusun Tanah Menang, Pinang Tinggi dan Padang Salak. Kondisi semakin parah karena di tahun 2014 terjadi tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI dan petugas keamanan PT. Asiatic Persada
terhadap warga Suku Anak Dalam dan petani Mentilingan di Desa Bungku, Kecamatan
1. Masyarakat Adat Margo Bathin Bahar (dan masyarakat margo bathin lainnya) adalah masyarakat hukum adat;
2. Wilayah adat masyarakat Margo Bathin Bahar cukup jelas dan sudah diidentifikasi oleh Badan INTAG pada tahun 1987;
3. Areal HGU PT. Asiatic Persada yang didasarkan Keputusan Menteri Daam Negeri Nomor SK46/HGU/DA/1986;
4. Kasus ini secara nasional harus memperhatikan soal pencadangan tanah, dan penyesaian atas pihak lain didalam konsesi. Kasus ini memunculkan conflict of interest. Jika persoalan itu dibiarkan akan banyak menimbulkan masalah, maka perlu diperhatikan;
5. Ada indikasi pelanggran hak informasi, partisipasi, hak atas budaya, hak untuk bertempat tinggal, hak atas air bersih dan juga hak sipil yang mencakup: hak hidup, mempertahankan hidup, hak atas rasa aman dan tentram;
6. Ada indikasi bahwa penyelesaian yang dirumuskan dan ditetapkan oleh Bupati Batanghari melalui Keputusan Bupati Batanghari Nomor 180/2014 tidak didasarkan pada prinsip-prinsip hak konstitusional dan hak asasi masyarakat adat;
7. Sangatlah wajar apabila ada korban yang belum menerima/menyetujui tawaran penyelesaian konflik dari pemerintah kabupaten;
8. Kelompok perempuan paling terkena dampak dan paling rentan. Perubahan tata kelola hutan telah mengakibatkan indikasi kuat pelanggaran hak perempuan adat untuk mempertahankan hidup, hak atas penghidupan yang layak, hak atas kesehatan, hak rasa aman, serta hak atas pendidikan
INKUIRI NASIONAL KOMNAS HAM 2015
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |