DATA DETIL
Kisah Perjuangan Warga, merebut kembali lahan yang dikuasai PT. Rapala di Aceh Tamiang

 ACEH, KAB. ACEH TAMIANG

Nomor Kejadian :  04
Waktu Kejadian :  26-01-2016
Konflik :  Perkebunan Kelapa Sawit
Status Konflik :  Dalam ProsesHukum
Sektor :  Perkebunan
Sektor Lain  :  
Luas  :  144,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Pemkab Aceh Timur
  • Muspika
  • PT. Rapala
  • masyarakat empat desa, yaitu Desa Paya Rakat, Tengku Tinggi, Tanjong Lipat I, dan Desa Tanjong Lipat II

KONTEN

Masyarakat empat desa, yaitu Desa Paya Rakat, Tengku Tinggi, Tanjong Lipat I, dan Desa Tanjong Lipat II telah lama berkonflik dengan perusahaan PT. Rapala, sejak tahun 1974. lahan yang disengketakan seluas 144 Hektar. Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Aceh menilai tim Pemerintah Aceh tidak serius dalam menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan PT Rapala terkait sengketa lahan. Sampai detik ini tidak ada penyelesaian dari Pemerintah Aceh dan pemerintah tidak serius. dilokasi lahan sengketa itu sekarang banyak bekas rumah dan sumur bahkan ada kuburan yang bertanda dahulu itu juga pemukiman dahulunya. Warga dari Kecamatan Bendahara dan Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang, yang selama ini berkonflik dengan perusahaan perkebunan PT Rapala, menolak usulan perusahaan tersebut yang ingin memberikan bantuan tali asih sebesar Rp 350 juta. Penolakan tersebut dilakukan dalam rapat mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang di ruang rapat Bupati Aceh Tamiang, Senin (10/11/2014). Pertemuan itu dihadiri oleh Tim Investigasi dan Penyelesaian Sengketa Lahan Aceh Tamiang, perwakilan warga yang tergabung dalam Aliansi GRANAT, LBH Banda Aceh sebagai kuasa hukum warga dan juga perwakilan PT Rapala. Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tertindas (GRANAT), OK Sanusi mengatakan, tuntutan warga adalah tanah seluas 144 hektare, bukan uang. “Uang bisa habis, tapi tanah bisa untuk anak cucu kami. Yang kami tuntut adalah tanah kami dikembalikan, tidak lebih dan tidak kurang,” kata Sanusi. Kuasa hukum warga dari LBH Banda Aceh, Aulia, juga mengatakan menolak tegas usulan PT Rapala dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang tersebut. "Sebelum datang ke ruangan ini, kami sudah berembuk dengan warga bahwa kami menolak tegas pemberian uang tali asih itu,” kata Aulia. Pertemuan itu sempat berlangsung panas ketika warga mempertanyaakan kinerja Tim Investigasi dan Penyelesaian Sengketa Lahan Kabpaten Aceh Tamiang yang tidak pernah turun ke lokasi konflik untuk melihat langsung. Akhirnya, setelah menyatakan menolak usulan PT Rapala dan pemerintah kabupaten, warga keluar dari ruang rapat.
Perjuangan warga untuk bertahankan Lahannya berakhir di jeruji besi. "Selasa (26/1/2016), 12 warga terpaksa menjalani proses hukum dan disidangkan di Pengadilan Negeri Kualasimpang terkait aksi mereka dalam memperjuangkan lahan 144 hektare agar dikeluarkan dari HGU perusahaan perkebunan PT Rapala (eks PT Parasawita).


GRANAT, PAKAR, LBH Banda Aceh, dan Media.

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--