Masyarakat Adat Kasepuhan Citorek VS Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS
BANTEN, KAB. LEBAK
Nomor Kejadian
:
51
Waktu Kejadian
:
24-11-2014
Konflik
:
Taman Nasional
Status Konflik
:
Belum Ditangani
Sektor
:
Hutan Konservasi
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
1.576,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
3.500 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Menteri Kehutanan (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
- Kepala Balai Penetapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura
- Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
- Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS)
- Bupati Lebak
- Bupti Sukabumi
- Bupati Bogor
- Tim Terpadu Pengkajian Lapangan terkait Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
KONTEN
Kawasan hutan di dalam ekosistem Gunung Halimun - Salak yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi mengalami beberapa perubahan fungsi dan luasannya. Fungsi kawasan hutan di gunung Halimun Salak mengalami perubahan mulai dari status hutan rimba pada zaman kolonial sampai menjadi hutan konservasi (cagar alam) dan hutan lindung. Status hutan lindung selanjutnya berubah menjadi hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani Unit III Jawa Barat pada tahun 1978 sedangkan status cagar alam beralih status menjadi Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) pada tahun 1992 melalui SK Menhut No. 282/Kpts-II/1992 seluas 40.000 ha. Kemudian ada perluasan taman nasional menjadi 113.367 ha dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) melalui SK Menhut No.175/Kpts-II/2003. Dengan luasan TNGHS 113.367 ha, maka terdapat 42.925,15 ha yang masuk wilayah Lebak. Jumlah tersebut meningkat dari kawasan TNGH sebelumnya, yang hanya seluas 16.380 ha. Perluasan tersebut berakibat pula pada masuknya 44 desa yang tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Lebak ke dalam TNGHS. Secara geografis luas wilayah Kabupaten Lebak 304.472 ha yang terbagi menjadi 28 kecamatan dengan 340 desa dan 5 kelurahan. Sebagai wilayah yang memiliki hutan terluas di Provinsi Banten, tercatat Kabupaten Lebak memiliki hampir 32% sebagai hutan dengan fungsi lindung.
Kawasan TNGHS tersebut tumpang tindih dengan wewengkon Kasepuhan di antaranya Kasepuhan Citorek, Cirompang dan Karang. Tumpang tindih kawasan tersebut disertai dengan klaim penguasaan terhadap hutan sehingga berpotensi memunculkan konflik sosial sewaktu waktu. Tumpang tindih wewengkong kasepuhan dengan TNGHS sebagai berikut:
Wewengkon atau wilayah Kasepuhan Citorek secara administratif berada di kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Propinsi Banten. Di Wilayah Kesepuhan Citorek terdapat lima desa dinas yaitu Citorek Timur, Citorek Sabrang, Citorek Tengah, Citorek Barat dan Citorek Kidul. Sampai saat ini Desa Citorek Sabrang merupakan desa pemekaran yang terakhir dari Desa Citorek Timur. Di Desa Citorek Timur terdapat Rumah Gede sebagai tempat tinggal dari Olot Kesepuhan Citorek
Berdasarkan bentang alam dan keadaan lingkungan fisik di Kawasan Ekosistem Halimun, bentuk-bentuk pengelolaan sumber daya alam di desa-desa di kawasan ini umumnya terdiri atas sawah (merupakan usaha tani yang utama); ladang/huma; kebun campuran (kebun talun/
dudukuhan); perkebunan besar teh, kelapa, karet (dikelola oleh BUMN dan perusahaan swasta); hutan tanaman (dikelola oleh Perum Perhutani); hutan konservasi (dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak), dan hutan masyarakat (dikelola secara komunal/kelompok); dan penambangan emas, batu cadas, bentonit (dikelola oleh BUMN, perusahaan swasta dan rakyat secara berkelompok).
Berdasarkan data registrasi BRWA, Kesepuhan Citorek ke BRWA, memiliki luas wilayah (wewengkon) adat 7.416 ha berdasarkan pemetaan partisipatif tahun 2005. Kawasan tersebut terdiri atas tanah yang dikelola oleh komunal adat dan tanah yang dikelola oleh individu. Berdasarkan tata guna, lahan di wewengkon Kesepuhan Citorek dipergunakan sebagai pemukiman (lembur) 34,084 ha, Sawah 1.712,041 ha, Reuma, Huma dan Kebon (Kebun) 2.081,500 ha, dan Hutan (Leuweng) 3.588,375 ha. Dari hasil pemetaan partisipatif, tanah yang dikelola oleh individu dan memiliki SPPT sekitar 2.760 ha. Selain tanah individu yang telah memiliki SPPT, masih terdapat tanah individu yang belum mempunyai SPPT.
Dari wewengkon Kasepuhan Citorek seluas + 7.416 ha, diperkirakan 5.000 ha tumpang tindih dengan kawasan TNGHS. Wewengkon yang tumpang tindih dengan TNGHS tersebut merupakan sebagian blok yang mengandung bahan mineral emas. Blok-blok tersebut antara lain di Ciawitali, Gangpanjang, Cikatumiri, Ciburuluk, Hulu Cimadur, Cipanggeleseran, Cipulus, Cimari dan Cirotan. Sejak ditetapkan menjadi kawasan konservasi, warga dilarang untuk masuk hutan, mengambil hasil hutan dan menggarap hutan sebagai huma.
Inkuiri Komnas HAM
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
BANTEN, KAB. LEBAK
Nomor Kejadian | : | 51 |
Waktu Kejadian | : | 24-11-2014 |
Konflik | : | Taman Nasional |
Status Konflik | : | Belum Ditangani |
Sektor | : | Hutan Konservasi |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 1.576,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 3.500 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Menteri Kehutanan (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
- Kepala Balai Penetapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura
- Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
- Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS)
- Bupati Lebak
- Bupti Sukabumi
- Bupati Bogor
- Tim Terpadu Pengkajian Lapangan terkait Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
KONTEN
Kawasan hutan di dalam ekosistem Gunung Halimun - Salak yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi mengalami beberapa perubahan fungsi dan luasannya. Fungsi kawasan hutan di gunung Halimun Salak mengalami perubahan mulai dari status hutan rimba pada zaman kolonial sampai menjadi hutan konservasi (cagar alam) dan hutan lindung. Status hutan lindung selanjutnya berubah menjadi hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani Unit III Jawa Barat pada tahun 1978 sedangkan status cagar alam beralih status menjadi Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) pada tahun 1992 melalui SK Menhut No. 282/Kpts-II/1992 seluas 40.000 ha. Kemudian ada perluasan taman nasional menjadi 113.367 ha dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) melalui SK Menhut No.175/Kpts-II/2003. Dengan luasan TNGHS 113.367 ha, maka terdapat 42.925,15 ha yang masuk wilayah Lebak. Jumlah tersebut meningkat dari kawasan TNGH sebelumnya, yang hanya seluas 16.380 ha. Perluasan tersebut berakibat pula pada masuknya 44 desa yang tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Lebak ke dalam TNGHS. Secara geografis luas wilayah Kabupaten Lebak 304.472 ha yang terbagi menjadi 28 kecamatan dengan 340 desa dan 5 kelurahan. Sebagai wilayah yang memiliki hutan terluas di Provinsi Banten, tercatat Kabupaten Lebak memiliki hampir 32% sebagai hutan dengan fungsi lindung.
Kawasan TNGHS tersebut tumpang tindih dengan wewengkon Kasepuhan di antaranya Kasepuhan Citorek, Cirompang dan Karang. Tumpang tindih kawasan tersebut disertai dengan klaim penguasaan terhadap hutan sehingga berpotensi memunculkan konflik sosial sewaktu waktu. Tumpang tindih wewengkong kasepuhan dengan TNGHS sebagai berikut:
Wewengkon atau wilayah Kasepuhan Citorek secara administratif berada di kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Propinsi Banten. Di Wilayah Kesepuhan Citorek terdapat lima desa dinas yaitu Citorek Timur, Citorek Sabrang, Citorek Tengah, Citorek Barat dan Citorek Kidul. Sampai saat ini Desa Citorek Sabrang merupakan desa pemekaran yang terakhir dari Desa Citorek Timur. Di Desa Citorek Timur terdapat Rumah Gede sebagai tempat tinggal dari Olot Kesepuhan Citorek
Berdasarkan bentang alam dan keadaan lingkungan fisik di Kawasan Ekosistem Halimun, bentuk-bentuk pengelolaan sumber daya alam di desa-desa di kawasan ini umumnya terdiri atas sawah (merupakan usaha tani yang utama); ladang/huma; kebun campuran (kebun talun/
dudukuhan); perkebunan besar teh, kelapa, karet (dikelola oleh BUMN dan perusahaan swasta); hutan tanaman (dikelola oleh Perum Perhutani); hutan konservasi (dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak), dan hutan masyarakat (dikelola secara komunal/kelompok); dan penambangan emas, batu cadas, bentonit (dikelola oleh BUMN, perusahaan swasta dan rakyat secara berkelompok).
Berdasarkan data registrasi BRWA, Kesepuhan Citorek ke BRWA, memiliki luas wilayah (wewengkon) adat 7.416 ha berdasarkan pemetaan partisipatif tahun 2005. Kawasan tersebut terdiri atas tanah yang dikelola oleh komunal adat dan tanah yang dikelola oleh individu. Berdasarkan tata guna, lahan di wewengkon Kesepuhan Citorek dipergunakan sebagai pemukiman (lembur) 34,084 ha, Sawah 1.712,041 ha, Reuma, Huma dan Kebon (Kebun) 2.081,500 ha, dan Hutan (Leuweng) 3.588,375 ha. Dari hasil pemetaan partisipatif, tanah yang dikelola oleh individu dan memiliki SPPT sekitar 2.760 ha. Selain tanah individu yang telah memiliki SPPT, masih terdapat tanah individu yang belum mempunyai SPPT.
Dari wewengkon Kasepuhan Citorek seluas + 7.416 ha, diperkirakan 5.000 ha tumpang tindih dengan kawasan TNGHS. Wewengkon yang tumpang tindih dengan TNGHS tersebut merupakan sebagian blok yang mengandung bahan mineral emas. Blok-blok tersebut antara lain di Ciawitali, Gangpanjang, Cikatumiri, Ciburuluk, Hulu Cimadur, Cipanggeleseran, Cipulus, Cimari dan Cirotan. Sejak ditetapkan menjadi kawasan konservasi, warga dilarang untuk masuk hutan, mengambil hasil hutan dan menggarap hutan sebagai huma.
Inkuiri Komnas HAM
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |