Warga UPT Trans Bayang belum memperoleh legalitas atas tanah yang mereka tempati.
SULAWESI TENGAH, KAB. DONGGALA
Nomor Kejadian
:
109
Waktu Kejadian
:
09-05-2017
Konflik
:
hutan
Status Konflik
:
Belum Ditangani
Sektor
:
Hutan Produksi
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
550,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
36 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Pemda
KONTEN
Lokasi Trans dihuni bulan November 2004, dengan luas lahan 800 Ha. Jumlah transmigrasi 300 KK, di mana 100 KK dari Pulau Jawa, serta 200 KK dari lokal Sulteng. Sampai tahun 2016, warga trans belum memperoleh legalitas atas tanah yang mereka tempati, karena alasan bahwa BPN ketika itu belum mau melakukan sertfikasi aset transmigrasi karena merupakan kawasan hutan.
Kini yang memilih menetap di lokasi tersebut 36 KK, selebihnya menyebar ke berbagai tempat di Sulteng, serta kembali ke Jawa. Alasan mereka berpindah ke tempat lainkarena ketidak jelasan status tanah transmigrasi yang mereka tempati, serta infrtastruktur layanan dasar seperti akses jalan, sarana pendidikan dan kesehatan. Ketika para transmigran tiba di loaksi UPT, yang dijumpai adalah persoalan baru dimana lokasi tersebut tumpang tindih dengan kawasan hutan. Artinya status lahan ialah kawan hutan yang belum mendapatkan izin pelepasan dari Menteri Kehutanan. Pada tahun 2005, Gubernur Sulawesi Tengah pernah bersurat kepada Menteri Kehutanan dengan surat bernomor 522/174/Dishut-G.S/2005 tertanggal 26 Mei 2005. Maksud surat Gubernur adalah memohonkan pelepasan status kawasan hutan untuk areal yang ditempati oleh warga transmigrasi seluas 400 hektar menjadi area penggunaan lain. Namun, sampai hari ini belum diketahui pasti seperti apa sikap KLHK. Lokasi yang terletak jauh dari akses transportasi serta komunikasi. Bahkan untuk menuju pusat perkampungan di Desa Rerang pun mesti melalui jarak tempuh 7 km. Jalan Kecil menuju lokasi tersebut hanya dapat dilalui kendaraan ketika musim panas, itupun hanya terlayani oleh angkutan ojek motor dengan harga Rp. 50.000,- sekali jalan. Lokasi UPT tersebut diapit oleh kawasan hutan lindung, dan sebahagiannya hutan produksi terbatas (HPT). Dimana dalam konteks pengelolaan kawasan di sekitar UPT tersebut berada di bawah kewenangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dampelas Tinombo sejak tahun 2009, berdasarkan SK Menhut 792/Menhut-II/2009, 7 Desember 2009, seluas 103.802 Ha.
YMP
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
SULAWESI TENGAH, KAB. DONGGALA
Nomor Kejadian | : | 109 |
Waktu Kejadian | : | 09-05-2017 |
Konflik | : | hutan |
Status Konflik | : | Belum Ditangani |
Sektor | : | Hutan Produksi |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 550,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 36 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Pemda
KONTEN
Lokasi Trans dihuni bulan November 2004, dengan luas lahan 800 Ha. Jumlah transmigrasi 300 KK, di mana 100 KK dari Pulau Jawa, serta 200 KK dari lokal Sulteng. Sampai tahun 2016, warga trans belum memperoleh legalitas atas tanah yang mereka tempati, karena alasan bahwa BPN ketika itu belum mau melakukan sertfikasi aset transmigrasi karena merupakan kawasan hutan.
Kini yang memilih menetap di lokasi tersebut 36 KK, selebihnya menyebar ke berbagai tempat di Sulteng, serta kembali ke Jawa. Alasan mereka berpindah ke tempat lainkarena ketidak jelasan status tanah transmigrasi yang mereka tempati, serta infrtastruktur layanan dasar seperti akses jalan, sarana pendidikan dan kesehatan. Ketika para transmigran tiba di loaksi UPT, yang dijumpai adalah persoalan baru dimana lokasi tersebut tumpang tindih dengan kawasan hutan. Artinya status lahan ialah kawan hutan yang belum mendapatkan izin pelepasan dari Menteri Kehutanan. Pada tahun 2005, Gubernur Sulawesi Tengah pernah bersurat kepada Menteri Kehutanan dengan surat bernomor 522/174/Dishut-G.S/2005 tertanggal 26 Mei 2005. Maksud surat Gubernur adalah memohonkan pelepasan status kawasan hutan untuk areal yang ditempati oleh warga transmigrasi seluas 400 hektar menjadi area penggunaan lain. Namun, sampai hari ini belum diketahui pasti seperti apa sikap KLHK. Lokasi yang terletak jauh dari akses transportasi serta komunikasi. Bahkan untuk menuju pusat perkampungan di Desa Rerang pun mesti melalui jarak tempuh 7 km. Jalan Kecil menuju lokasi tersebut hanya dapat dilalui kendaraan ketika musim panas, itupun hanya terlayani oleh angkutan ojek motor dengan harga Rp. 50.000,- sekali jalan. Lokasi UPT tersebut diapit oleh kawasan hutan lindung, dan sebahagiannya hutan produksi terbatas (HPT). Dimana dalam konteks pengelolaan kawasan di sekitar UPT tersebut berada di bawah kewenangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dampelas Tinombo sejak tahun 2009, berdasarkan SK Menhut 792/Menhut-II/2009, 7 Desember 2009, seluas 103.802 Ha.
YMP
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |