Perampasan Lahan Masyarakat Adat Marga Bulang Tengah Semangus
SUMATERA SELATAN, KAB. MUSI RAWAS
Nomor Kejadian
:
57
Waktu Kejadian
:
15-11-2016
Konflik
:
hutan
Status Konflik
:
Dalam ProsesMediasi
Sektor
:
Hutan Produksi
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
7.000,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
1.200 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Pemkab Musi Rawas
- Polres Musi Rawas
- PT Musi Hutan Persada
KONTEN
Lebih kurang 5.000 hektar lahan APL diduga digusur PT MHP di Kabupaten Musirawas Sumsel, beberapa waktu lalu. Tokoh masyarakat Marga Bulang Tengah Semangus, Kecamatan Muara Kelingi, Eduar menyampaikan kepada wartawan, Rabu (09/11/2016) bahwa pihaknya akan mempertahankan lahan tersebut karena merupakan hak ulayat Marga BT Semangus. Pada 1992-1996, sebuah perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yakni PT. Barito Pacific—kini menjadi PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP)—mendapatkan izin konsensi lahan seluas 100 ribu hektar di wilayah Kabupaten Musi Rawas. Aksi saling klaim ini terjadi sejak 1996 saat perusahaan tersebut mendapatkan hak guna usaha seluas 70.000 hektare. Namun menurut masyarakat perusahaan terus memperluas perkebunan dan menyerobot tanah adat seluas 5.000 hektare. Warga dari sembilan desa itu berkumpul di lahan yang telah digusur oleh PT MHP di perbatasan antara lahan berstatus HGU untuk PT MHP dan wilayah adat Semangus. HGU untuk PT MHP pun tidak jelas berapa luasnya. Ketua AMAS ikut memasang patok batas dan papan peringatan bertuliskan "Ini Wilayah Adat Semangus". Menurut dia, warga menanam singkong di lahan itu untuk menunjukkan kepemilikan masyarakat atas lahan yang telah digusur oleh perusahaan perkebunan akasia. Ia mengklaim bahwa lahan 5.000 hektar itu berada di wilayah adat Semangus. Lahan itu nantinya akan menjadi lahan kelola bagi warga sembilan desa. Desa-desa itu meliputi Semangus Baru, Semangus Lama, Muara Rengas, SP 5 Tri Anggun Jaya, SP 6 Bumi Makmur, SP 7 Mukti Karya, SP 9 Harapan Makmur, SP 10 Pian Raya, dan SP 11 Sindang Laya. Ia juga telah melayangkan surat kepada Presiden RI Joko Widodo melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyelesaikan konflik ini. Dalam surat tersebut, warga mendesak agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan meninjau ulang dan atau mencabut izin PT MHP di Kabupaten Musi Rawas. Mereka juga meminta pemerintah mengembalikan hutan wilayah adat seluas 5.000 hektar kepada masyarakat. Warga juga menuntut PT MHP untuk mengembalikan dan atau mengganti rugi tanam tumbuh dan tanaman budidaya yang telah digusur oleh PT MHP. Selain itu, terjadi juga aksi kekerasan. Dijelaskan saksi mata, peristiwa berawal ketika tim KLHK beserta aktivis Walhi Sumsel mendatangi lokasi, yang memang berkonflik dengan PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP). Saat itu, tengah terjadi penggusuran lahan karet milik warga. Tim meminta aksi dihentikan dan digelar dialog. Tapi, dari pihak perusahaan dan aparat malah meneriaki provokator. Mereka kemudian menangkap anggota tim KLHK serta memukuli empat aktivis Walhi. Selain karyawan perusahaan, di lokasi juga ada aparat kepolisian, polisi hutan, dan militer. Saat ditangkap, anggota tim tangannya diikat di belakang kemudian dikeroyok. "Mereka tidak peduli meskipun ditunjukkan surat tugas,†katanya.
SLPP Sumatera Selatan / Aman Sumatera Selatan
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
SUMATERA SELATAN, KAB. MUSI RAWAS
Nomor Kejadian | : | 57 |
Waktu Kejadian | : | 15-11-2016 |
Konflik | : | hutan |
Status Konflik | : | Dalam ProsesMediasi |
Sektor | : | Hutan Produksi |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 7.000,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 1.200 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Pemkab Musi Rawas
- Polres Musi Rawas
- PT Musi Hutan Persada
KONTEN
Lebih kurang 5.000 hektar lahan APL diduga digusur PT MHP di Kabupaten Musirawas Sumsel, beberapa waktu lalu. Tokoh masyarakat Marga Bulang Tengah Semangus, Kecamatan Muara Kelingi, Eduar menyampaikan kepada wartawan, Rabu (09/11/2016) bahwa pihaknya akan mempertahankan lahan tersebut karena merupakan hak ulayat Marga BT Semangus. Pada 1992-1996, sebuah perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yakni PT. Barito Pacific—kini menjadi PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP)—mendapatkan izin konsensi lahan seluas 100 ribu hektar di wilayah Kabupaten Musi Rawas. Aksi saling klaim ini terjadi sejak 1996 saat perusahaan tersebut mendapatkan hak guna usaha seluas 70.000 hektare. Namun menurut masyarakat perusahaan terus memperluas perkebunan dan menyerobot tanah adat seluas 5.000 hektare. Warga dari sembilan desa itu berkumpul di lahan yang telah digusur oleh PT MHP di perbatasan antara lahan berstatus HGU untuk PT MHP dan wilayah adat Semangus. HGU untuk PT MHP pun tidak jelas berapa luasnya. Ketua AMAS ikut memasang patok batas dan papan peringatan bertuliskan "Ini Wilayah Adat Semangus". Menurut dia, warga menanam singkong di lahan itu untuk menunjukkan kepemilikan masyarakat atas lahan yang telah digusur oleh perusahaan perkebunan akasia. Ia mengklaim bahwa lahan 5.000 hektar itu berada di wilayah adat Semangus. Lahan itu nantinya akan menjadi lahan kelola bagi warga sembilan desa. Desa-desa itu meliputi Semangus Baru, Semangus Lama, Muara Rengas, SP 5 Tri Anggun Jaya, SP 6 Bumi Makmur, SP 7 Mukti Karya, SP 9 Harapan Makmur, SP 10 Pian Raya, dan SP 11 Sindang Laya. Ia juga telah melayangkan surat kepada Presiden RI Joko Widodo melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyelesaikan konflik ini. Dalam surat tersebut, warga mendesak agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan meninjau ulang dan atau mencabut izin PT MHP di Kabupaten Musi Rawas. Mereka juga meminta pemerintah mengembalikan hutan wilayah adat seluas 5.000 hektar kepada masyarakat. Warga juga menuntut PT MHP untuk mengembalikan dan atau mengganti rugi tanam tumbuh dan tanaman budidaya yang telah digusur oleh PT MHP. Selain itu, terjadi juga aksi kekerasan. Dijelaskan saksi mata, peristiwa berawal ketika tim KLHK beserta aktivis Walhi Sumsel mendatangi lokasi, yang memang berkonflik dengan PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP). Saat itu, tengah terjadi penggusuran lahan karet milik warga. Tim meminta aksi dihentikan dan digelar dialog. Tapi, dari pihak perusahaan dan aparat malah meneriaki provokator. Mereka kemudian menangkap anggota tim KLHK serta memukuli empat aktivis Walhi. Selain karyawan perusahaan, di lokasi juga ada aparat kepolisian, polisi hutan, dan militer. Saat ditangkap, anggota tim tangannya diikat di belakang kemudian dikeroyok. "Mereka tidak peduli meskipun ditunjukkan surat tugas,†katanya.
SLPP Sumatera Selatan / Aman Sumatera Selatan
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |