DATA DETIL
MA Batulasung (Suku Dayak Meratus) Vs PT. Kodeco Timber

 KALIMANTAN SELATAN, KAB. KOTABARU

Nomor Kejadian :  12d08r
Waktu Kejadian :  09-05-2017
Konflik :  hutan
Status Konflik :  Belum Ditangani
Sektor :  Hutan Produksi
Sektor Lain  :  
Luas  :  3,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Menteri Kehutanan (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
  • Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanah Bumbu
  • Kepala Kepolisian Resor Tanah Bumbu
  • Direktur PT. Kodeco Timber
  • PT JMS (Sawit)
  • PT ITP (Pabrik Semen)
  • Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Tanah Bumbu
  • Masyarakat Adat Batulasung (Suku Dayak Meratus)

KONTEN

Masyarakat adat Meratus mendiami wilayah itu turun menurun sebelum Indonesia ada. Kehidupan mereka mulai terusik kala izin keluar buat HPH pada 1968 pada Kodeco Timber. Konsesi perusahaan ini sebagian besar di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru. Waktu berjalan. Kabarnya, izin kehutanan mau diubah ke perkebunan. Klaim sepihak bikin masyarakat adat terdesak. Mereka diminta meninggalkan rumah dan kebun. Warga berusaha bertahan hingga muncullalah cerita penahanan-penahanan para pengurus AMAN. Pemerintah daerah bersama aparat berulang kali mengajak pertemuan meminta warga mau melepas lahan hidup mereka dengan alasan masuk konsesi perusahaan. Di lapangan warga diminta meninggalkan rumah dan kebun.

Data AMAN Tanah Bumbu, menyebutkan, pada 4 Januari 2017, perusahaan (Kodeco) masuk ke wilayah adat Napu dan Kamboyan. Warga sedang menanam padi terintimidasi. Lahan pangan tergusur dan beberapa orang sempat diinterogasi. Tiga orang melarikan diri karena ada ancaman pembunuhan dari preman bayaran perusahaan. Warga khawatir.

Pada 8 Januari 2017, masyarakat adat, tokoh adat dan pengurus AMAN berembuk. Pada 9 Januari 2017, sepakat langsung ke lokasi melihat kebenaran laporan masyarakat tentang kegiatan penggusuran lahan pangan. Ancaman penggusuran juga terjadi di Tanah Bumbu, pada 16 Januari 2017. Di beberapa kampung, rumah warga didatangi satu persatu oleh polisi, dan polisi hutan dari Dinas Kehutanan Kalsel. Mereka meminta warga segera membongkar pondok yang diklaim masuk blok kerja perusahaan.

Aparat ini berdalih sudah dapat persetujuan dari RT, tetua adat sampai kepala desa. Warga menanyakan kepada AMAN Tanah Bumbu dan tak benar ada persetujuan.

Padahal tindakan tokoh adat sebaliknya. Mereka mengirimkan surat agar perusahaan menghentikan penggusuran bahkan mengirimkan surat protes kepada Kapolri karena polisi di Kalsel mengawal penggusuran kebun dan kuburan pada 4 Januari 2017.

Perusahaan HPH PT. Kodeco Timber mulai
beroperasi di Kecamatan Hampang sekitar tahun
1971, dan memperoleh perpanjangan izin konsesi
pada tahun1982. Selama kurun waktu tersebut,
masyarakat di sekitar hutan menganggap perhatian
perusahaan kepada mereka sangat kurang, yang
terlihat dari sangat minimnya bantuan yang diberikan
PT. Kodeco Timber untuk pembangunan desa dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Peristiwa-peristiwa yang memicu terjadinya konflik
antara masyarakat Adat Dayak Meratus dengan PT.
Kodeco Timber sebenarnya sudah sejak lama terjadi,
namun tidak langsung memunculkan konflik ke
permukaan. Pada tahun 1982, misalnya, PT. Kodeco
Timber membangun gedung sekolah dasar untuk anakanak
karyawan perusahaan, dan tidak mengizinkan
masyarakat lokal untuk bersekolah di sana.
Permasalahan ini pernah disampaikan masyarakat
kepada Bupati Kotabaru, tetapi kurang mendapat
tanggapan dari Pemerintah Daerah. Baru setelah enam
tahun kemudian, yaitu pada tahun 1988, masyarakat
lokal diperbolehkan untuk ikut memanfaatkan sarana
pendidikan tersebut.
Sejak saat itu tidak pernah lagi terjadi persengketaan
sampai setelah masa Reformasi pada tahun 2001.
Kesempatan inilah yang kemudian memunculkan
konflik ini ke permukaan. Persengketaan diawali oleh
kegiatan penebangan yang dilakukan PT. Kodeco
Timber, yang menurut pandangan masyarakat berada
di luar blok yang telah ditetapkan. Sebagian blok
tebangan tersebut merupakan lahan yang dikelola
masyarakat di sekitar Baung, Desa Pramasan 2x9.
Karena kegiatan penebangan, sebagian besar kebun
masyarakat tergusur serta pohon-pohon yang ada
ditebang. Masyarakat juga menganggap bahwa PT.
Kodeco Timber telah merusak hutan keramat dan telah
mengambil hak wilayah hutan adat secara semenamena.
Masyarakat yang lahannya telah diambil oleh
perusahaan melaporkan kepada Kepala Desa, tetapi
karena merasa tidak mempunyai kekuatan untuk
melawan, aparat desa tidak bertindak apa-apa ketika
itu. Akhirnya masyarakat melaporkan masalah ini
kepada Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak
Kecamatan Hampang (LMMD-KH), yang kemudian
menindaklanjuti tuntutan masyarakat kepada pihak
perusahaan.
Namun masyarakat menganggap pihak perusahaan
tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap
masalah ini, sehingga masyarakat desa menjadi
marah. Pada bulan Februari 2001, 24 orang anggota
masyarakat yang tergabung dalam “pasukan khusus”
LMMD-KH mendatangi base-camp PT. Kodeco
Timber menuntut agar perusahaan memberikan
bantuan kepada masyarakat berupa sarana dan
prasarana pendidikan, sarana keagamaan, budidaya
tanaman pangan, kegiatan penghijauan serta
pemberian kesempatan kerja kepada masyarakat lokal.
Masyarakat menuntut sarana pendidikan karena
sekolah yang telah dibangun perusahaan lokasinya sulit
dijangkau masyarakat desa. Masyarakat juga menganggap tuntutan tersebut seharusnya merupakan
salah satu kewajiban perusahaan dalam melaksanakan
program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan
(PMDH).
Kemudian karena tidak ada kesepakatan dengan
pihak perusahaan, pada bulan Maret 2002
masyarakat kembali melakukan tuntutan yang sama.
Demonstrasi ini melibatkan 40 orang warga dan
dikoordinasi oleh Pembakal (Kepala Desa) Pramasan
2x9. Masyarakat melakukan pemblokiran jalan
perusahaan selama satu minggu, yang menyebabkan
kegiatan produksi perusahaan terhenti. Untuk
meredam amarah masyarakat desa, maka kedua
belah pihak membuat kesepakatan bersama.
Setelah beberapa kali merevisi surat kesepakatan,
akhirnya pada tanggal 6 Maret 2002, surat
kesepakatan tersebut ditandatangani bersama oleh
pihak perusahaan, LMMD-KH sebagai perwakilan
masyarakat dan beberapa saksi dari berbagai instansi
terkait. Tuntutan ini direalisasi berupa pembangunan
tiga unit ruangan kelas untuk Sekolah Dasar di Desa
Pramasan 2x9 dari enam unit yang diminta
masyarakat, serta bantuan untuk merenovasi gedung
balai adat. Sampai saat ini, walaupun sarana
pendidikan telah dibangun, kegiatan pendidikan
belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena
pihak perusahaan belum merealisasikan pengadaan
tenaga guru dan honor bagi tenaga pengajar tersebut.
Selain peristiwa tersebut, pernah terjadi dua kali
konflik antara penduduk desa dengan karyawan PT.
Kodeco Timber. Menurut masyarakat, kedua konflik
ini dipicu oleh kesombongan salah seorang karyawan
PT. Kodeco Timber terhadap warga desa yang pada
saat itu meminta bantuan mereka. Akibatnya terjadi
pemukulan terhadap karyawan perusahaan. Konflik
yang pertama, terjadi di Sekatak, Desa Muara Napuh,
pada tahun 2001, dan yang kedua di Desa Hampang
pada tahun 2002 (lihat Kotak 8).
Selain konflik vertikal antara perusahaan dengan
masyarakat, dorongan untuk mengeksploitasi sumber
daya hutan juga telah memicu konflik horizontal
antara masyarakat lokal dan pendatang. Pada tahun
2002, konflik antara masyarakat lokal dan masyarakat
pendatang (penebang kayu) juga pernah terjadi.
Konflik ini mengakibatkan bentrokan fisik serta
perusakan terhadap fasilitas umum yang ada.
Penanganan yang dilakukan oleh Pemda setempat
ketika itu adalah dengan menurunkan pasukan
Brimob untuk meredakan bentrokan yang terjadi
dan mendamaikan kedua pihak yang bertikai.
Selanjutnya, berdasarkan informasi di lapangan,
selain PT. Kodeco Timber, terdapat sebuah
perusahaan IPHHK (Izin Pemanfaatan Hasil Hutan
berupa Kayu) yang beroperasi di sekitar Desa Muara
Urie, Kecamatan Hampang dan Kecamatan
Kelumpang Hulu. Perusahaan ini dimiliki oleh 25
orang masyarakat Batulicin, yang memiliki izin atas
wilayah seluas ±2.500 ha, yang berada di bekas areal
konsesi sebuah perusahaan HPH. Ternyata,
perusahaan IPHHK ini juga melakukan perusakan
terhadap wilayah hutan adat sehingga kemudian
masyarakat melakukan penyitaan terhadap kayu milik
perusahaan tersebut.
Konflik-konflik vertikal dan horizontal tersebut telah
menyebabkan Pegunungan Meratus mengalami
ancaman kerusakan hutan yang cukup besar karena berbagai kegiatan pemungutan kayu. Selain oleh PT.
Kodeco Timber, pemungutan kayu juga dilakukan
melalui kegiatan IPK (Izin Pemanfaatan Kayu) dan
IPHHK yang beroperasi sejak tahun 2002.


Inkuiri Nasional Komnas HAM, AMAN, CIFOR

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--