Sengketa Lahan Warga Nagari Aia Gadang dan PT Anam Koto
SUMATERA BARAT, KAB. PASAMAN BARAT
Nomor Kejadian
:
07/04/2023
Waktu Kejadian
:
01-02-2022
Konflik
:
Perkebunan Kelapa Sawit
Status Konflik
:
Dalam ProsesMediasi
Sektor
:
Perkebunan
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
500,00 Ha
Dampak Masyarakat
:
0 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Bupati Pasaman Barat
- Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat
- PT Anam Koto
- Masyarakat Nagari Aia Gadang
KONTEN
Masyarakat di nagari ini pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani, khususnya berkebun sawit. Pemerintah DATI II Pasaman memberikan rekomendasi dan izin prinsip pencadangan lahan kepada PT. Anam Koto, disinilah awalnya terjadi konflik karena semestinya pemerintah sebelum memberikan izin prinsip melakukan pemetaan dan meregestrasi tanah ulayat adat yang akan diserahkan tersebut untuk memastikan keberadaan dari tanah ulayat adat itu sendiri. Penyerahan pengelolaan tanah ulayat oleh Ninik mamak Nagari Air Gadang kepada Pemerintah DATI II Pasaman seluas + 5000 hektar sudah bertentangan dengan hukum adat karena tidak mendapat persetujuan oleh Daulat Dipertuan Parit Batu, Hakim Nan Barampek dan mamak Gadang Bandaro sebagai penguasa adat dan tanah ulayat di kerajaan Parit Batu Pasaman, selain itu dari melihat barih balabeh (batas ulayat menurut adat) yang dibuat oleh pemangku adat terdahulu, yang didalamnya juga Ninik mamak Nagari Air Gadang. Penyerahan tanah ulayat oleh ninik mamak nagari air gadang dari keseluruhanya + 5000 hekter, sebahagianya tanah ulayat adat Nagari Lingkung Aia. Pada tahun 1990, telah dilakukan penyerahan tanah ulayat oleh ninik mamak nagari aia gadang dan ninik mamak nagari muaro kiawai kepada Pemerintah Kabupaten Pasaman untuk selajutnya diberikan kepada investor yang berminat membuka usaha perkebunan kelapa sawit dengan system inti/plasma. Perjanjian demi perjanjian disusun dengan pemangku adat dinagari, walupun dari kajian terhadap dukumen dan proses penyerahan tanah ulayat adat nagari tersebut terjadi praktek pembodohan terhadap ninik mamak dan masyarakat adat, bahkan ada dilakukan dengan cara dipaksakan, namun tetap berjalan. Dari total 4.777 ha konsesi yang dikelola oleh Pt. anam Koto. Hanya 2.285,1 ha yang ditanami dan 2. 454, 9 ha terlantar tanpa diolah. Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan tim yang dipimpin oleh dinas perkebunan sawit pasaman barat menyebutkan bahwa lahan HGU Pt. Anam Koto yang terlantar seluas 2.454,9 ha dan telah diusulkan BUpati pasaman barat kepada badan pertanahan nasional untuk direvisi. Nah tanah terlantar itulah yang kemudian ditanami masyarakat sebagai kebun mereka
KAN nagari aia gadang menuntut kompensasi kepada PT anam koto sebesar Rp.480 juta yang tidak pernah dibayarkan kepada masyarakat. PT. Anam Koto yang mendapatkan HGU dari penyerahan tanah ulayat dari niniak mamak nagari Aia Gadang dan niniak mamak nagari Muaro Kiawai mangkir dari tanggung jawabnya untuk memberikan plasma bagi masyarakat, sementara itu pemerintah daerah selaku mediator dalam konflik ini pun mengalami banyak kesulitan dalam menyelesaikan kasus ini. menyebabkan konflik tanah ulayat ini belum dapat diselesaikan, antara lain tidak di berikannya plasma oleh PT. Anam Koto sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya, cara pengambil alihan tanah ulayat yang tidak sesuai dengan hukum adat, yang mana pembuatan keputusan penyerahan tanah ulayat tidak melibatkan multi-pihak dalam komunitas nagari, lalu adanya perbedaan pemahaman dan pandangan antara masyarakat dengan PT. Anam Koto terhadap konflik dimana ada perbedaan penafsiran dengan uang siliah jariah didalam masyarakat dengan PT. Anam Koto dan juga pemahaman masyarakat mengenai HGU yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, masyarakat menginginkan saat Hgu habis, tanah tersebut dapat mereka miliki, lalu faktor selanjutnya adalah adanya masyarakat dari nagari lain yang ikut berkonflik dengan PT. Anam Koto yang bersinggungan dengan tanah ulayat dari nagari Aia Gadang
Warga Nagari Aia Gadang terombang-ambing. Sebagian lahan sudah mereka serahkan kepada perusahaan sawit, PT Anam Koto, sejak 1990 dengan kesepakatan ada kebun plasma, tetapi hingga kini hanya tak ada realisasi. Belum lagi, harapan mendapatkan tanah obyek reforma agraria pun tak ada kejelasan.
Menanti tak ada kejelasan puluhan tahun, warga Ngari Aia Gadang pun mulai menduduki kembali lahan (reclaiming) pada Februari 2022. Warga mulai menanam lahan dengan berbagai tanaman kehidupan. Bukan kepastian mereka dapatkan malah berurusan dengan kepolisian atas laporan perusahaan. Lima warga kena proses hukum atas laporan perusahaan, satu tersangka perempuan punya balita, Wisnawati. Wisnawati jadi tahanan kota. Empat rekannya, masih mendekam dalam tahanan Polres Pasaman Barat. Ada Idamri (39), Safridin (41), Rudi (31) dan Jasman (45). Mereka semua sebagai tulang punggung keluarga yang meninggalkan anak-anak dan istri.
Derita warga belum usai. Drama bersambung dengan laporan perusahaan sawit, Anam Koto, kepada Serikat Petani Indonesia soal pendudukan lahan. Janji pemerintah tentang pengusulan tanah reforma agraria dan meminta perusahaan menyerahkan 500 hektar tanah masih belum jelas.
https://www.mongabay.co.id/2022/11/10/konflik-lahan-warga-dengan-perusahaan-sawit-di-pasaman-barat-berlarut-pemerintah-lambat/ https://www.mongabay.co.id/2022/09/26/ketika-puluhan-tahun-warga-nagari-aia-gadang-tak-ada-kejelasan-lahan-plasma/ Perkumpulan Qbar
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
SUMATERA BARAT, KAB. PASAMAN BARAT
Nomor Kejadian | : | 07/04/2023 |
Waktu Kejadian | : | 01-02-2022 |
Konflik | : | Perkebunan Kelapa Sawit |
Status Konflik | : | Dalam ProsesMediasi |
Sektor | : | Perkebunan |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 500,00 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 0 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Bupati Pasaman Barat
- Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat
- PT Anam Koto
- Masyarakat Nagari Aia Gadang
KONTEN
Masyarakat di nagari ini pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani, khususnya berkebun sawit. Pemerintah DATI II Pasaman memberikan rekomendasi dan izin prinsip pencadangan lahan kepada PT. Anam Koto, disinilah awalnya terjadi konflik karena semestinya pemerintah sebelum memberikan izin prinsip melakukan pemetaan dan meregestrasi tanah ulayat adat yang akan diserahkan tersebut untuk memastikan keberadaan dari tanah ulayat adat itu sendiri. Penyerahan pengelolaan tanah ulayat oleh Ninik mamak Nagari Air Gadang kepada Pemerintah DATI II Pasaman seluas + 5000 hektar sudah bertentangan dengan hukum adat karena tidak mendapat persetujuan oleh Daulat Dipertuan Parit Batu, Hakim Nan Barampek dan mamak Gadang Bandaro sebagai penguasa adat dan tanah ulayat di kerajaan Parit Batu Pasaman, selain itu dari melihat barih balabeh (batas ulayat menurut adat) yang dibuat oleh pemangku adat terdahulu, yang didalamnya juga Ninik mamak Nagari Air Gadang. Penyerahan tanah ulayat oleh ninik mamak nagari air gadang dari keseluruhanya + 5000 hekter, sebahagianya tanah ulayat adat Nagari Lingkung Aia. Pada tahun 1990, telah dilakukan penyerahan tanah ulayat oleh ninik mamak nagari aia gadang dan ninik mamak nagari muaro kiawai kepada Pemerintah Kabupaten Pasaman untuk selajutnya diberikan kepada investor yang berminat membuka usaha perkebunan kelapa sawit dengan system inti/plasma. Perjanjian demi perjanjian disusun dengan pemangku adat dinagari, walupun dari kajian terhadap dukumen dan proses penyerahan tanah ulayat adat nagari tersebut terjadi praktek pembodohan terhadap ninik mamak dan masyarakat adat, bahkan ada dilakukan dengan cara dipaksakan, namun tetap berjalan. Dari total 4.777 ha konsesi yang dikelola oleh Pt. anam Koto. Hanya 2.285,1 ha yang ditanami dan 2. 454, 9 ha terlantar tanpa diolah. Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan tim yang dipimpin oleh dinas perkebunan sawit pasaman barat menyebutkan bahwa lahan HGU Pt. Anam Koto yang terlantar seluas 2.454,9 ha dan telah diusulkan BUpati pasaman barat kepada badan pertanahan nasional untuk direvisi. Nah tanah terlantar itulah yang kemudian ditanami masyarakat sebagai kebun mereka
KAN nagari aia gadang menuntut kompensasi kepada PT anam koto sebesar Rp.480 juta yang tidak pernah dibayarkan kepada masyarakat. PT. Anam Koto yang mendapatkan HGU dari penyerahan tanah ulayat dari niniak mamak nagari Aia Gadang dan niniak mamak nagari Muaro Kiawai mangkir dari tanggung jawabnya untuk memberikan plasma bagi masyarakat, sementara itu pemerintah daerah selaku mediator dalam konflik ini pun mengalami banyak kesulitan dalam menyelesaikan kasus ini. menyebabkan konflik tanah ulayat ini belum dapat diselesaikan, antara lain tidak di berikannya plasma oleh PT. Anam Koto sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya, cara pengambil alihan tanah ulayat yang tidak sesuai dengan hukum adat, yang mana pembuatan keputusan penyerahan tanah ulayat tidak melibatkan multi-pihak dalam komunitas nagari, lalu adanya perbedaan pemahaman dan pandangan antara masyarakat dengan PT. Anam Koto terhadap konflik dimana ada perbedaan penafsiran dengan uang siliah jariah didalam masyarakat dengan PT. Anam Koto dan juga pemahaman masyarakat mengenai HGU yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, masyarakat menginginkan saat Hgu habis, tanah tersebut dapat mereka miliki, lalu faktor selanjutnya adalah adanya masyarakat dari nagari lain yang ikut berkonflik dengan PT. Anam Koto yang bersinggungan dengan tanah ulayat dari nagari Aia Gadang
Warga Nagari Aia Gadang terombang-ambing. Sebagian lahan sudah mereka serahkan kepada perusahaan sawit, PT Anam Koto, sejak 1990 dengan kesepakatan ada kebun plasma, tetapi hingga kini hanya tak ada realisasi. Belum lagi, harapan mendapatkan tanah obyek reforma agraria pun tak ada kejelasan.
Menanti tak ada kejelasan puluhan tahun, warga Ngari Aia Gadang pun mulai menduduki kembali lahan (reclaiming) pada Februari 2022. Warga mulai menanam lahan dengan berbagai tanaman kehidupan. Bukan kepastian mereka dapatkan malah berurusan dengan kepolisian atas laporan perusahaan. Lima warga kena proses hukum atas laporan perusahaan, satu tersangka perempuan punya balita, Wisnawati. Wisnawati jadi tahanan kota. Empat rekannya, masih mendekam dalam tahanan Polres Pasaman Barat. Ada Idamri (39), Safridin (41), Rudi (31) dan Jasman (45). Mereka semua sebagai tulang punggung keluarga yang meninggalkan anak-anak dan istri.
Derita warga belum usai. Drama bersambung dengan laporan perusahaan sawit, Anam Koto, kepada Serikat Petani Indonesia soal pendudukan lahan. Janji pemerintah tentang pengusulan tanah reforma agraria dan meminta perusahaan menyerahkan 500 hektar tanah masih belum jelas.
https://www.mongabay.co.id/2022/11/10/konflik-lahan-warga-dengan-perusahaan-sawit-di-pasaman-barat-berlarut-pemerintah-lambat/ https://www.mongabay.co.id/2022/09/26/ketika-puluhan-tahun-warga-nagari-aia-gadang-tak-ada-kejelasan-lahan-plasma/ Perkumpulan Qbar
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |