Dinas Peternakan Propinsi Usir Masyarakat Adat Pubabu dari Wilayah Adatnya.
NUSA TENGGARA TIMUR, KAB. TIMOR TENGAH SELATAN
Nomor Kejadian
:
001/ex-walhintt/X/2017
Waktu Kejadian
:
17-10-2017
Konflik
:
hutan
Status Konflik
:
Dalam ProsesMediasi
Sektor
:
Hutan Produksi
Sektor Lain
:
Peternakan, kehutanan(hutan adat)
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
2,67 Ha
Dampak Masyarakat
:
200 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Dinas Peternakan Propinsi Nusa tenggara Timur
- Pol PP
- Dinas Kehutanan
- Biro Hukum
- Dinas Aset
- BPM
KONTEN
Hutan Pubabu berada di desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada masa kolonial Belanda (1928) Masyarakat Adat Pubabu bersama Pemerintah menetapkan Hutan Adat dengan membuat tanda dengan menumpukkan batu sebagai batas dari Hutan Adat tersebut. Sejak sebelum ditetapkan sebagai Hutan adat Masyarakat Adat Pubabu sangat bergantung pada Hutan Adat tersebut dengan memanfaatkan potensi alam (hutan) yang ada misalnya Madu Hutan, Rotan, dan hasil Hutan lainnya, untuk keperluan Adat dan Penopang ekonomi mereka.
Pada tahun1982. Dilakukan MoU antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Indonesia dalam bidang paronisasi/penggemukan sapi, dimana pemerintah Australia melakukan kontrak kerjasama pemanfaatan Hutan Adat dengan Masyarakat Adat Pubabu sebagai pelaku/pihak paronisasi/penggemukan sapi dengan luas Hak Guna Pakai 6.000 Ha yang mana 2.671,40 Ha berada dalam kawasan Hutan Adat Pubabu. Sebelum berakhir masa kontrak kerjasama selama 25 (dua puluh lima) tahun di tahun 2012, pada tahun 2010 Dinas Peternakan Propinsi ingin memperpanjang kontrak namun ditolak oleh Masyarakat Adat Pubabu bengan membuat surat ke Dinas Peternakan Kabupaten dan Provinsi, DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, dan DPR RI, Bupati TTS dan Gubernur NTT. Komnas Ham. Tahun 2013 masyarakat adat Pubabu memaksa Dinas peternakan Provinsi untuk mengosongkan lahan dengan dasar surat ke 3 KOMNAS HAM yang menghendaki Dinas peternakan untuk mengosongkan lokasi.
Masyarakat Adat Pubabu yang menempati Hutan Adat tersebut melakukan perlawanan terhadap Pemerintah sejak tahun 2009, Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebayak 52 KK. Karena selalu merasa tidak nyaman maka banyak yg pindah dan sekarang timggal 25 KK yang masi menenpati Hutan Adat tersebut, kini 25 KK yang masih tingga di gusur/pindahkan. Menjawab Penolakan Masyarakat Adat Pubabu Pemerintah Daerah melakukan Rapat Dengar Pendapat pada 31 Oktober 2017, Hasilnya Pemerintah mengakui kepemilikan Hak memiliki sertivikat (yang dikeluarkan pada tahun 1983 setelah ada pelepasan Hak oleh Masyarakat adat Pubabu Tahun 1979) atas tanah dengan luas 6.000 Ha yang di dalamnya terdapat 2.671,40 Ha adalah Hutan Adat Pubabu, namun sertifikat Hak Guna Pakai dinyatakan hilang oleh Pemerintah sehingga pemerintah membuat duplikat sertifikat tersebut pada tahun 2013. Penduplikasian sertifikat Hak Guna Pakai tahun 2013 dilakukan secara sepihak oleh Dinas Peternakan Propinsi.
Hasil RDP dengan DPRD provinsi, DPRD akan memediasi untuk menyelesaikan kasus ini dijalur non litigasi, pada bulan oktober, desember 2016, dan Januari 2017, Wakil Gunernur Benny Litelnony sudah melakukan mediasi untuk menyekesaikan sengketa ini. Pertemuan Wakil Gub dengan nasyarakat yang ke 3, menghasilkan keputusan akan mengirim tim mediasi untuk memindahkan lokasi yang perternakan diluar hutan Pubabu. Yang terjadi tanggal 17 Oktober 2017, Dinas Peternakan Propinsi NTT, kehutanan Provinsi, Polda NTT, dan Saruan Pol PP datang menyerahkan surat pengosonga lahan dan memaksa masyrakat untuk menandatabgai surat penyataan pengosongan lahan.
Imanuel Tampani (masyarakat adat Pubabu), Walhi NTT
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
NUSA TENGGARA TIMUR, KAB. TIMOR TENGAH SELATAN
Nomor Kejadian | : | 001/ex-walhintt/X/2017 |
Waktu Kejadian | : | 17-10-2017 |
Konflik | : | hutan |
Status Konflik | : | Dalam ProsesMediasi |
Sektor | : | Hutan Produksi |
Sektor Lain | : | Peternakan, kehutanan(hutan adat) |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 2,67 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 200 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Dinas Peternakan Propinsi Nusa tenggara Timur
- Pol PP
- Dinas Kehutanan
- Biro Hukum
- Dinas Aset
- BPM
KONTEN
Hutan Pubabu berada di desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada masa kolonial Belanda (1928) Masyarakat Adat Pubabu bersama Pemerintah menetapkan Hutan Adat dengan membuat tanda dengan menumpukkan batu sebagai batas dari Hutan Adat tersebut. Sejak sebelum ditetapkan sebagai Hutan adat Masyarakat Adat Pubabu sangat bergantung pada Hutan Adat tersebut dengan memanfaatkan potensi alam (hutan) yang ada misalnya Madu Hutan, Rotan, dan hasil Hutan lainnya, untuk keperluan Adat dan Penopang ekonomi mereka.
Pada tahun1982. Dilakukan MoU antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Indonesia dalam bidang paronisasi/penggemukan sapi, dimana pemerintah Australia melakukan kontrak kerjasama pemanfaatan Hutan Adat dengan Masyarakat Adat Pubabu sebagai pelaku/pihak paronisasi/penggemukan sapi dengan luas Hak Guna Pakai 6.000 Ha yang mana 2.671,40 Ha berada dalam kawasan Hutan Adat Pubabu. Sebelum berakhir masa kontrak kerjasama selama 25 (dua puluh lima) tahun di tahun 2012, pada tahun 2010 Dinas Peternakan Propinsi ingin memperpanjang kontrak namun ditolak oleh Masyarakat Adat Pubabu bengan membuat surat ke Dinas Peternakan Kabupaten dan Provinsi, DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, dan DPR RI, Bupati TTS dan Gubernur NTT. Komnas Ham. Tahun 2013 masyarakat adat Pubabu memaksa Dinas peternakan Provinsi untuk mengosongkan lahan dengan dasar surat ke 3 KOMNAS HAM yang menghendaki Dinas peternakan untuk mengosongkan lokasi.
Masyarakat Adat Pubabu yang menempati Hutan Adat tersebut melakukan perlawanan terhadap Pemerintah sejak tahun 2009, Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebayak 52 KK. Karena selalu merasa tidak nyaman maka banyak yg pindah dan sekarang timggal 25 KK yang masi menenpati Hutan Adat tersebut, kini 25 KK yang masih tingga di gusur/pindahkan. Menjawab Penolakan Masyarakat Adat Pubabu Pemerintah Daerah melakukan Rapat Dengar Pendapat pada 31 Oktober 2017, Hasilnya Pemerintah mengakui kepemilikan Hak memiliki sertivikat (yang dikeluarkan pada tahun 1983 setelah ada pelepasan Hak oleh Masyarakat adat Pubabu Tahun 1979) atas tanah dengan luas 6.000 Ha yang di dalamnya terdapat 2.671,40 Ha adalah Hutan Adat Pubabu, namun sertifikat Hak Guna Pakai dinyatakan hilang oleh Pemerintah sehingga pemerintah membuat duplikat sertifikat tersebut pada tahun 2013. Penduplikasian sertifikat Hak Guna Pakai tahun 2013 dilakukan secara sepihak oleh Dinas Peternakan Propinsi.
Hasil RDP dengan DPRD provinsi, DPRD akan memediasi untuk menyelesaikan kasus ini dijalur non litigasi, pada bulan oktober, desember 2016, dan Januari 2017, Wakil Gunernur Benny Litelnony sudah melakukan mediasi untuk menyekesaikan sengketa ini. Pertemuan Wakil Gub dengan nasyarakat yang ke 3, menghasilkan keputusan akan mengirim tim mediasi untuk memindahkan lokasi yang perternakan diluar hutan Pubabu. Yang terjadi tanggal 17 Oktober 2017, Dinas Peternakan Propinsi NTT, kehutanan Provinsi, Polda NTT, dan Saruan Pol PP datang menyerahkan surat pengosonga lahan dan memaksa masyrakat untuk menandatabgai surat penyataan pengosongan lahan.
Imanuel Tampani (masyarakat adat Pubabu), Walhi NTT
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |