Penggusuran rumah masyarakat Kebonharjo oleh PT. KAI untuk pembangunan rel kereta Stasiun Tawang hingga Pelabuhan Tanjung Mas
JAWA TENGAH, KOTA SEMARANG
Nomor Kejadian
:
07/04/2023
Waktu Kejadian
:
01-05-2016
Konflik
:
Kereta
Status Konflik
:
Selesai
Sektor
:
Infrastruktur
Sektor Lain
:
Investasi
:
Rp 0,00
Luas
:
20,18 Ha
Dampak Masyarakat
:
0 Jiwa
Confidentiality
:
Public
KETERLIBATAN
- Walikota Semarang
- Mahkama Agung
- PT.KAI
- Warga Kampung Kebonharjo, Kelurahan Tanjungmas
KONTEN
Objek sengketa dalam hal ini adalah sebidang tanah seluas 201.786 m2 di Kampung Kebonharjo, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang – Jawa Tengah, dengan batas barat berada di jalan Empu Tantular, Utara dengan jalan Usman Janatin, Timur pada daerah jalan Ronggowarsito serta di Selatan pada pagar atau pembatas kampung Kebonharjo dengan emplasemen stasiun Tawang.
Pada tahun 1970-an, tanah tersebut dijadika sebagai tempat pemukiman dengan cara pengerukan, membangun saluran dan selokan sehingga pemukiman di sekitar wilayah konflik menjadi layak dihuni oleh masyarakat sekitar. Masyarakat memulai membayar pajak Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah) dan PBB (Pajak Bumi Bangunan) hingga saat ini
Masyarakat Kebonharjo mulai mengadakan pemetaan tanah pada tahun 1982. Pemerintah Daerah turut membantu pengurusan jalan, saluran listrik, saluran PDAM, dan jaringan telepon pada tahun 1988. Masyarakat mengelola tanah tempat mereka bermukim lebih dari 25 tahun, diatas Tanah Negara dan terdiri atas 3.500 rumah dengan jumlah penduduk sebanyak 18.000 jiwa.
Pada 26 Juni 2000, masyarakat Kebonharjo dengan bantuan Walikota Semarang, Sukawi Sutarip, melalui ajudikasi mengirim surat permohonan pelepasan asset. Hal ini ditindaklanjuti dengan Surat Walikota Semarang yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang Nomor 594.3/2718 perihal persetujuan prinsip Walikota akan pensertifikatan tanah kampung Kebonharjo Kel. Tanjung Mas, Kec. Semarang Utara.
Permohonan sertifikat warga masyarakat Kebonharjo tersebut telah diadakan beberapa kali rapat koordinasi antara PT. KAI Pusat Bandung dan DAOP IV Semarang dengan PEMDA Kota Semarang dan Instansi terkait, yang kemudian mendapatkan hasil yang dapat memenuhi keinginan warga masyarakat dan dituangkan dalam Berita Acara Nomor JB 306/V/05/DIV-2000 dan Nomor 590/2362 tanggal 30 Mei 2000 tentang Serah Terima Hak Atas Penggunaan Tanah Negara yang dikuasai oleh PT. KAI (Persero) Semarang di Kampung Kebonharjo
Pada tahun 2015, PT. KAI berencana membuka jalur kereta api baru dari Stasiun Tawang hingga Pelabuhan Tanjung Mas. Hal ini dikarenakan masyarakat Kebonharjo telah memiliki sertifikat hak kepemilikan tanah yang diterbitkan oleh BPN pada tahun 2001.
Pada akhirnya tahun 2016 terbitlah surat dari pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia perihal penggusuran rumah masyarakat Kebonharjo yang dianggap penerbitan sertifikat kepemilikan tanah tersebut melalui proses mekanisme yang salah karena tidak ada persetujuan pelepasan asset dari Direktur PT. KAI. Konflik Agraria ini berakhir dengan surat resmi penggusuran yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 2016. 450/Pdt/2016/PT. Smg
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/31400
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran--
JAWA TENGAH, KOTA SEMARANG
Nomor Kejadian | : | 07/04/2023 |
Waktu Kejadian | : | 01-05-2016 |
Konflik | : | Kereta |
Status Konflik | : | Selesai |
Sektor | : | Infrastruktur |
Sektor Lain | : | |
Investasi | : | Rp 0,00 |
Luas | : | 20,18 Ha |
Dampak Masyarakat | : | 0 Jiwa |
Confidentiality | : | Public |
KETERLIBATAN
- Walikota Semarang
- Mahkama Agung
- PT.KAI
- Warga Kampung Kebonharjo, Kelurahan Tanjungmas
KONTEN
Objek sengketa dalam hal ini adalah sebidang tanah seluas 201.786 m2 di Kampung Kebonharjo, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang – Jawa Tengah, dengan batas barat berada di jalan Empu Tantular, Utara dengan jalan Usman Janatin, Timur pada daerah jalan Ronggowarsito serta di Selatan pada pagar atau pembatas kampung Kebonharjo dengan emplasemen stasiun Tawang.
Pada tahun 1970-an, tanah tersebut dijadika sebagai tempat pemukiman dengan cara pengerukan, membangun saluran dan selokan sehingga pemukiman di sekitar wilayah konflik menjadi layak dihuni oleh masyarakat sekitar. Masyarakat memulai membayar pajak Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah) dan PBB (Pajak Bumi Bangunan) hingga saat ini
Masyarakat Kebonharjo mulai mengadakan pemetaan tanah pada tahun 1982. Pemerintah Daerah turut membantu pengurusan jalan, saluran listrik, saluran PDAM, dan jaringan telepon pada tahun 1988. Masyarakat mengelola tanah tempat mereka bermukim lebih dari 25 tahun, diatas Tanah Negara dan terdiri atas 3.500 rumah dengan jumlah penduduk sebanyak 18.000 jiwa.
Pada 26 Juni 2000, masyarakat Kebonharjo dengan bantuan Walikota Semarang, Sukawi Sutarip, melalui ajudikasi mengirim surat permohonan pelepasan asset. Hal ini ditindaklanjuti dengan Surat Walikota Semarang yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang Nomor 594.3/2718 perihal persetujuan prinsip Walikota akan pensertifikatan tanah kampung Kebonharjo Kel. Tanjung Mas, Kec. Semarang Utara.
Permohonan sertifikat warga masyarakat Kebonharjo tersebut telah diadakan beberapa kali rapat koordinasi antara PT. KAI Pusat Bandung dan DAOP IV Semarang dengan PEMDA Kota Semarang dan Instansi terkait, yang kemudian mendapatkan hasil yang dapat memenuhi keinginan warga masyarakat dan dituangkan dalam Berita Acara Nomor JB 306/V/05/DIV-2000 dan Nomor 590/2362 tanggal 30 Mei 2000 tentang Serah Terima Hak Atas Penggunaan Tanah Negara yang dikuasai oleh PT. KAI (Persero) Semarang di Kampung Kebonharjo
Pada tahun 2015, PT. KAI berencana membuka jalur kereta api baru dari Stasiun Tawang hingga Pelabuhan Tanjung Mas. Hal ini dikarenakan masyarakat Kebonharjo telah memiliki sertifikat hak kepemilikan tanah yang diterbitkan oleh BPN pada tahun 2001.
Pada akhirnya tahun 2016 terbitlah surat dari pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia perihal penggusuran rumah masyarakat Kebonharjo yang dianggap penerbitan sertifikat kepemilikan tanah tersebut melalui proses mekanisme yang salah karena tidak ada persetujuan pelepasan asset dari Direktur PT. KAI. Konflik Agraria ini berakhir dengan surat resmi penggusuran yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 2016. 450/Pdt/2016/PT. Smg
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/31400
LAMPIRAN
--Tidak Ada Lampiran-- |