DATA DETIL
Konflik Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya Menghentikan PT. Ledo Lestari

 KALIMANTAN BARAT, KAB. BENGKAYANG

Nomor Kejadian :  IM_24
Waktu Kejadian :  01-04-2004
Konflik :  Perkebunan Kelapa Sawit
Status Konflik :  Dalam ProsesHukum
Sektor :  Perkebunan
Sektor Lain  :  
Luas  :  1.420,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  0 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • Bupati Bengkayang
  • Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bengkayang
  • Kapolres Bengkayang
  • Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Bengkayang
  • PT Ledo Lestari
  • Masyarakat Adat Dayak Iban Semunying Jaya
  • Jamaludin
  • Momonus

KONTEN

Desa Samunying Jaya berada di Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Mayoritas warga Semunying Jaya adalah Dayak Iban, satu-satunya komunitas Dayak yang sejak lama ada di Kabupaten Bengkayang. Masyarakat pertama kali membukaan hutan di sepanjang adalah PT. Yayasan Maju Kerja (Yamaker) dari 1980 hingga 1990-an. Konsesi PT. Yamaker selanjutnya diambil-alih negara. Perum Perhutani yang melanjutkan penebangan di kawasan tersebut hingga 2001. Kemudian perusahaan Malaysia, PT. Lundu, melanjutkan aksi penebangan, bahkan mendirikan tempat penggergajian. Pada 2002, PT. Agung Multi Perkasa (AMP), perusahaan perkebunan kelapa sawit mendapatkan izin usaha oleh pemerintah daerah di wilayah tersebut. Dengan dasar izin yang dikantongi, PT. AMP mengeksploitasi hutan adat masyarakat. Perusahaan ini melakukan penebangan di areal seluas 4.000 ha. Hasil tebangannya dijual secara ilegal ke Malaysia. Pemerintah daerah kemudian mencabut izinnya lalu, izin awal untuk membangun perkebunan sawit seluas 20.000 hektar dialihkan ke PT. Ledo Lestari (LL) pada 2004. Perusahaan ini adalah anak dari Duta Palma Nusantara Group. Keberadaan Ledo Lestari ini bukan akhir dari eksploitasi sumber daya alam di Semunying Jaya.


Kali ini, masyarakat bergerak. Mereka berontak untuk mendapatkan hak kelola adatnya. Masyarakat Semunying Jaya, meminta agar PT. LL mengembalikan kawasan hutan adat mereka sekitar 1.420 hektar yang telah dirampas. Perusahaan juga telah mengambil atau menggusur kuburan leluhur. Sungai ditutup sehingga menyebabkan masyarakat kesulitan bercocok tanam dan kehilangan sumber air bersih.
Bupati Bengkayang Yakobus Luna, pada 15 Desember 2009 telah mengukuhkan Hutan Adat Warga Semunying Jaya. Ritual adat dihelat untuk mengukuhkan Tanah Adat Semunying Kolam. Walau demikian, pengukuhan tidak disertai dengan SK Bupati. Masuknya PT. LL membuat hutan yang dijaga turun-temurun berganti sawit.


Sebenarnya, masyarakat sudah melakukan perlawanan sejak lama. Pada 6 Januari 2006, dialog dengan Tim Pembina Pembangunan Perkebunan Kabupaten (TP3K) diketuai Jonatan Peno yang juga Ketua Bappeda dilakukan. Dalam pertemuan yang difasilitasi Dewan Adat Dayak Bengkayang itu disepakati bahwa masyarakat menolak PT. LL, lahan yang sudah dibuka harus dihijaukan, dan pelanggaran adat harus dibayarkan.
Warga juga sudah mengadukan hal ini ke presiden. Pada Februari 2007, warga didampingi Walhi Kalbar dan AMAN Kalbar menyampaikan pengaduan ke Komnas HAM RI dan Komnas HAM Perwakilan Kalbar. Tindakan PT. LL yang diadukan adalah pemaksaan dan perampasan tanah, penggusuran tanpa ganti rugi, tidak pernah ada sosialisasi, tidak menghargai adat budaya masyarakat, serta intimidasi aparat keamanan. Padahal, PT. LL ini sudah berakhir izin lokasinya tanggal 20 Desember 2007 dan baru meminta perpanjangan ke Bupati Bengkayang tanggal 26 Juni 2009. Berarti selama Januari 2008 sampai kini, PT. LL beraktivitas secara ilegal.
Bahkan, pada Juni 2007 Komnas HAM Kalbar sudah melakukan pemantauan ke lapangan terhadap hal ini. Komnas HAM menemukan indikasi pelanggaran HAM berupa hak hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan kehidupan yang lebih baik (pasal 9 ayat 1 UU 39/1999); hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (pasal 9 ayat 2); hak atas pemenuhan kebutuhan dasar untuk tumbuh dan berkembang secara layak (pasal 11); hak memperoleh keadilan dan perlakuan hukum tanpa diskriminasi (pasal 17); serta pelanggaran hak-hak masyarakat adat (pasal 6 ayat 1 dan 2 UU 39/99). Temuan ini sudah disampaikan kepada Bupati, PT. LL, DPRD, TP3K dan pihak terkait lainnya di Bengkayang maupun di provinsi. Namun tidak ada tindak lanjut.


Pada 2009, Komnas HAM RI membentuk tim untuk mendalami dugaan pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat Semunying Jaya oleh PT LL. Pertengahan Agustus 2009 tim bertolak ke Semunying Jaya. Hasil rekomendasi yang diberikan sama, namun tidak membuahkan hasil. Hingga 2012, kesabaran masyarakat habis. Warga Semunying Jaya menyita hampir semua kendaraan operasional, menutup tempat pembibitan, dan menutup perkantoran PT. Ledo Lestari. Mereka melakukan penyitaan, untuk menekan perusahaan agar segera mengembalikan hutan adat seluas 1.420 hektar yang diserobot. Polisi menahan dua warga.Jamaludin dan Kepala Desa Semunying Jaya, Momonus, ditahan selama sembilan hari di sel tahanan Kepolisian Resort Bengkayang dan mendapat tahanan kota selama 20 hari. Walau akhirnya, alat-alat yang disita dikembalikan ke Polres Bengkayang.


kompas.com, aman.or.id, dan INKUIRI KOMNAS HAM 2015, AMAN

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--