DATA DETIL
Konflik warga 12 Desa di Kecamatan Mandiangin dengan PT Agronusa Alam Sejahtera

 JAMBI, KAB. SAROLANGUN

Nomor Kejadian :  18-05-2020
Waktu Kejadian :  01-12-2019
Konflik :  HTI
Status Konflik :  Dalam ProsesMediasi
Sektor :  Hutan Produksi
Sektor Lain  :  
Luas  :  4.008,00 Ha
Dampak Masyarakat  :  1.719 Jiwa
Confidentiality  :  Public

KETERLIBATAN

  • PKTHA KLHK
  • Pemerintah Kab. Sarolangun
  • Dinas Kehutanan Prov. Jambi
  • DPRD Sarolangun
  • Gubernur Jambi
  • Badan Pertanahan Nasional (BPN)
  • Polsek Telanai
  • Polsek Mandiangin
  • Kasad Intelkam
  • PT. Agronusa Alam Sejahtera (PT. AAS)
  • Warga 12 Desa di Kecamatan Mandiangin

KONTEN

Ratusan warga Kecamatan Mandiangin yang berasal dari 12 desa menggelar unjuk rasa di depan Kantor Bupati Sarolangun pada hari anti korupsi sedunia 9 Desember 2019. Mereka menuntut pertanggungjawaban Pemerintah Kabupaten Sarolangun terhadap persoalan konflik lahan mereka dengan PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS). PT AAS telah melakukan penggusuran terhadap lahan perkebunan karet serta telah menghilangkan barang bukti dengan melakukan pembakaran. Setidaknya lebih dari 1000 jiwa terdampak mengalami total kerugian sebanyak 250 milyar rupiah.
PT Agronusa Alam Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan akasia. Ia memperoleh izin konsesi HTI pada 2009 dari Kementerian Kehutanan melalui SK Nomor 464/Menhut-II/2009 seluas 22.525 hektar. Lokasi PT AAS meliputi dua kabupaten di Jambi, yaitu Sarolangun dan Batanghari dan bersinggungan dengan konsesi yang sudah lama terbengkalai, PT Wanakasita Nusantara. PT Wanakasita Nusantara memiliki izin HTI No 672/KTPS-II/1995 seluas 14.844,38 hektar di wilayah Kabupaten Sarolangun. Tidak lama setelah mendapatkan IUPHHK-HT, PT ASS kemudian mengakusisi PT Wanakasita Nusantara. Pada tahun 2017 PT AAS mendapatkan izin Penetapan Areal Kerja melalui Keputusan Menteri LHK No. 465/Menlhk/Setjen/PLA.2/9/2017 yang diterbitkan pada 7 September 2017 seluas 23.729 hektar. Lebih luas dari SK IUPHHK-HT tahun 2009.
Permasalahan PT ASS dengan masyarakat sebetulnya sudah dimulai sejak 2011, ketika PT AAS mulai melakukan aktivitas land clearing. Di sebagian konsesi lahan terdapat perkampungan dan perladangan warga Dusun Mekar Jaya, Desa Sungai Butang seluas 3000 hektar. Penyelesaian mereka sampai pada kesepakatan untuk penerbitan SK Pencadangan hutan tanaman rakyat (HTR) pada tahun 2013. Selang 7 tahun, persoalan kembali mencuat, kali ini datang dari masyarakat yang berada di sekitar konsesi. Pada November 2018, PT AAS menerima surat somasi dari LSM Suaka Pelestari, Pelindung, Penjaga Lingkungan Hidup (SP3LH) yang berisi tuntutan ganti rugi karet yang digusur pihak perusahaan. LSM ini mengatasnamakan warga yang karetnya telah ditebang dan dirusak oleh perusahaan yang berada di 12 desa, yaitu sekitar 537 KK, dengan luasan sebanyak 4008 hektar.
Dilihat dari dokumen sertifikasi penilaian kinerja PHPL, PT ASS memang tampak bermasalah dengan masyarakat sekitarnya. Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa terdapat konflik batas di areal kerja PT ASS berupa pemukiman desa/dusun dan kebun masyarakat yang didominasi tanaman jenis karet dan sawit. Karena konflik tersebut, rencana kerja tahunan mereka pun tidak sesuai dengan apa yang mereka laporkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada laporan tata batas juga ditemukan sebanyak 32,85% pal batas tidak berhasil dipasang akibat penolakan masyarakat yang berkebun di sepanjang trayek batas.
Mayoritas warga di Kecamatan Mandiangin merupakan petani dan penyadap karet. Wilayah kebun karet Mandiangin merupakan yang terluas dibanding daerah penghasil karet lainnya di Sarolangun. Memang perkebunan karet adalah penyedia lapangan kerja terbesar di Kabupaten Sarolangun, yakni sebesar 31.185 KK dari total seluruh rumah tangga petani 61.439 KK. Rata-rata luas kebun karet mereka mencapai 4 ha per kepala keluarga. Menurut peneltian Apriansah dkk (2014) rata-rata pendapatan yang diperoleh tiap bulannya adalah sekitar 4,9 juta rupiah. Namun, rupanya sejak adanya tambang batu bara di Mandiangin, banyak rumah tangga petani yang beralih profesi menjadi pekerja di pertambangan. Peralihan pekerjaan ini dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya karena pendapatan dari karet tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, juga karena menurunnya produktivitas karet. Meski begitu, perbandingan antara warga yang bertahan menanam karet, lebih banyak dibanding yang menjadi karyawan di perusahaan tambang.
Berbekal sumber pendapatan yang hilang itu, warga dengan didampingi SP3LH melayangkan surat somasi kepada PT AAS pada 8 November 2018. Surat ini kemudian dijawab oleh PT AAS dengan penolakan. Perusahan mengklaim mereka tidak pernah melakukan penebangan/penggusuran karet. Tidak puas dengan jawaban pihak perusahaan, 26-27 November warga mengadakan unjuk rasa di basecamp perusahaan. Satu bulan kemudian, 11 Desember 2018, sebanyak 200-300 orang demo di Kantor Camat Mandiangin dan juga kantor Bupati Sarolangun. Tidak digubris juga, akhirnya warga melakukan pemancangan, membuat batas-batas petak di lahan mereka yang sudah diserobot oleh perusahaan.
Kemudian pada Januari 2019 warga besama dengan pemerintah kabupaten Sarolangun dan juga perusahaan, melakukan pertemuan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta. Dalam pertemuan itu dibentuk tim verifikasi kecil untuk melaksanakan tugas memverifikasi subjek dan objek tuntutan masyarakat Mandiangin. Tim ini terdiri dari Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Sekretaris KPHP Unit VII Hilir Sarolangun, perwakilan direktorat PKTHA, perwakilan balai PSKL wilayah Sumatera, perwakilan BPHP wilayah IV, perwakilan disdukcapil Sarolangun, Camat Mandiangin, kepala desa setempat, perwakilan SP3LH dan perwakilan PT AAS. Dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa verifikasi akan berlangsung paling lama sampai 31 Maret 2019.
Namun janji tinggal janji, sampai pada Desember 2019 proses ganti rugi tanaman karet warga belum juga menemui kejelasan. Pada 5 Maret 2020 warga menggelar aksi di Kantor Kehutanan Provinsi Jambi. Setelah lebih dari 3 jam berorasi akhirnya mereka diterima dan melakukan mediasi dengan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Kepala KPHP Wilayah II Sarolangun, Kasi KSDAE, Kepolisian Polsek Telanai, Kapolsek Mandiangin, dan Kasad Intelkam. Dalam kesempatan itu warga menyampaikan tuntutannya, diantaranya: 1) menolak penempatan di lokasi PAPS seluas 2600 hektar; 2) menuntut kembali area lokasi usulan awal PT AAS seluas 2600 hektar; 3) PT AAS tidak melakukan land clearing di lahan 4008 hektar bekas tanaman masyarakat dan di 2600 hektar tempat penggantian lahan usulan warga; 4) meminta KLHK untuk menyelesaikan dan memberikan hak pengelolaan kepada masyarakat paling lama 1 bulan (10 April 2020); dan 5) jika permintaan tidak dipenuhi maka warga akan menduduki dan menguasai area seluas 4008 hektar.


Gatra.com; jambi.tribunnews.com; suara.com; ungkap.co.id; iglobalnews.co.id; jambi-independent.co.id; mongabay.co.id; haluanews.com; republika.co.id; nusantaranews86.com; lenteratimur.com; Resume Kasus Konflik Agraria Warga Kunangan Jaya I, Kunangan Jaya II Desa Bungku Kabupaten Batang Hari dan Dusun Mekar Jaya Desa Sungai Butung Kabupaten Sarolangan yang Berkonflik dengan PT. Agronusa Alam Sejahtera, PT Wanakasita Nusantara; dan PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Dokumen Serikat Tani Nasional Provinsi Jambi); Pola Konsumsi Rumah Tangga Petani Karet di Kecamatan Mandiangin Kabupaten Sarolangun (Apriansyah A, Suandi, Damayanti Y, 2014); Studi Kajian Pola Hidup dan Kesejahteraan Masyarakat Kaitannya dengan Mobilitas Sosial di Kecamatan Mandiangin Kabupaten Sarolangun (Agustian, Suandi, Sativa F, 2014); Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Perkebunan Karet di Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun (Sirait JBS, Mara A, Fathoni Z, 2016); Hasil Sertifikasi Penilaian Kinerja PHPL atas PT Agronusa Alam Sejahtera.

LAMPIRAN

--Tidak Ada Lampiran--